Mohon tunggu...
Pascalis PeWe
Pascalis PeWe Mohon Tunggu... Full Time Blogger - wirausaha sejak usia 37 th

Jangan takut memulai usaha, yang kamu takutkan justru ketika kamu terlambat memulainya

Selanjutnya

Tutup

Money

Perajin Lurik Gelisah: Lurik Mesin Gusur Lurik ATBM

20 April 2011   06:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:36 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_103582" align="alignleft" width="300" caption="lurik ATBM"][/caption] Sanikem perajin lurik alat tenun bukan mesin (ATBM) asal desa grogol, kecamatan weru kabupaten sukoharjo mengeluh dengan maraknya lurik produksi pabrik di pasaran. Lurik produksi pabrik ini diproduksi menggunakan mesin sehingga berharga murah sekaligus memiliki warna lebih halus. Kerajinan tenun lurik telah ditekuni Sanikem sejak lama dan menjadi pekerjaan turun temurun di keluarganya. Nenek Sanikem meninggalkan satu alat tenun bukan mesin yang biasa digunakan untuk memproduksi tenun gendong. Lurik tenun gendong merupakan  produksi asli masyarakat Grogol. Tenun gendong biasa dijual di pasar tradisional dan digunakan ibu ibu buruh gendong untuk membawa barang dagangannya. Namun sejak lima tahun terakhir ini alat tenun bukan mesin Sanikem bertambah menjadi tiga buah hasil pendampingan program pemulihan kebutuhan hidup paskagempa 2006 oleh Deutsche Gesellschaft fur Internationale Zusammenarbeit (GIZ). Setelah batik merajai industri kain di nusantara, tenun menyusul. Semua ini karena para perajin di desa desa telah pulih dan mengembangkan kualitas dan desainya lebih serius. Sayangnya potensi ini justru digarap pemodal besar dengan mengeluarkan lurik sejenis dengan kualitas produksi mesin. Bayangkan harga lurik ATBM dari perajin Rp 35.000 – 50.000 mampu digeser lurik pabrik dengan harga Rp 25.000 di pasar. Warna lurik mesin ini juga lebih rata dengan pori pori kain lebih rapat. Namun ada kelemahan dari kualitas benang dan kainnya. Banyak konsumen yang mengeluh karena tidak nyaman mengenakan lurik produksi pabrik ini. Bahan Baku Naik Keterpurukan kelompok usaha tenun lurik ini semakin diperparah dengan naiknya harga bahan baku benang. Bayangkan saja benang katun seharga Rp 105.000 / press naik menjadi Rp 325.000/ pres. Itu pun terjadi kelangkaan di beberapa daerah. Para perajin ini membutuhkan tiga pres benang untuk memproduksi 40 kain tenun. “Sebenarnya kami tidak mau menaikkan harga takut tidak laku tetapi bila hal ini berlangsung terus menerus mau gak mau tetap kami naikkan”, keluh Setyadi, perajin tenun asal desa tegalrejo, Bayat, Klaten. [caption id="attachment_103589" align="alignright" width="180" caption="lurik pabrik produksi mesin"]

13032789271029114724
13032789271029114724
[/caption] Hal serupa juga disampaikan Pariyem, dengan kenaikan harga benang kehidupan perajin semakin tidak menentu. Bahkan penjualan kain yang biasanya terjual 40 potong dalam sebulan menjadi belum terjual dalam dua bulan ini. Lurik mesin menjadikan perajin tradisional kelimpungan.  Proteksi terhadap industri kecil menengah tak segera dilakukan. Persaingan tak seimbang terus terjadi. Siap siap saja usaha kecil gulung tikar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun