Mohon tunggu...
pascalparera
pascalparera Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kisah Seorang Penjual Gethtuk

2 April 2019   20:54 Diperbarui: 2 April 2019   21:14 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Di ufuk, matahari belum tampak. Udara pada pagi hari terasa dingin. Alam pun masih diselimuti embun pagi. Seorang anak mengyuh sepedanya, di tengah jalan yang masih lenggang. Siapakah anak itu? Ia adalah penjual Koran, yang bernama Kateni.

            Menjelang pukul lima pagi, ia telah sampai di sekolah tempat belajarnya. Karena jarak yang jauh, Kateni mencari inisiatif untuk berangkat lebih awal seraya membawa gethuk dari rumah untuk dijual. Kateni ini, anak yang baik hatinya. Setiap hari dia membantu ibunya dalam berjualan. Hanya ini yang bisa dilakukan Kateni untuk membantu ibunya yaitu menjual gethuk yang ada. Didasari dengan latar belakang ekonomi keluarganya yang kurang, kateni rela untuk melakukan kegiatan tersebut.

            Kateni mulai berjualan, ketika jam istirahat. Teman-temanya pun berdatangan satu per satu untuk membeli dan memakan gethuk buatan ibu Kateni. Kateni menjualnya dengan harga  lima ratus perak setiap satu gethuknya. Pendapatan yang didapat, berkisaran lima ribu rupiah pada setiap harinya. Kadang-kadang mendapat lebih ketika diborong gurunya. Kateni pun melakukannya dengan ikhlas.

            Kegiatan tersebut dilakukannya setiap hari. Ketika Kateni pulang bersama sepedanya tiba-tiba, ia dikejutkan dengan sebuah benda. Benda tersebut adalah sebuah bungkusan plastik, yang berwarna hitam. Kateni jadi gemetaran. Benda apakah itu? Ia ragu-ragu dan merasa ketakutan, karena akhir-akhir ini sering terjadi peledakan bom dimana-mana. Kateni khawatir, benda itu adalah bungkusan bom. Namun pada akhirnya, ia mencoba untuk membuka bungkusan tersebut. Tampak di dalam bungkusan itu terdapat sebuah kardus.

            "Wah, apa isinya ini?"tanyanya dalam hati. Kateni segera membuka bungkusan dengan hati-hati. Alangkah terkejutnya ia, karena kardus tersebur berisikan kalung emas dan perhiasan lainnya. "Wah bagus sekali ini" kagumnya dalam hati. "milik siapa, ya?" Kateni membolak-balik ,cincin dan kalung yang ada di dalam kardus. Ia makin terperanjat lagi, karena ada kartu kredit di dalamnya. "Lho,... ini kan milik pak Edi. Kasihan sekali pak Edi, rupanya ia telah kecurian"guamnya dalam hati.

            Apa yang diperkirakan Kateni itu memang benar. Rumah pak Edi telah kemasukan maling tadi malam. Karena pencuri tersebut terburu-buru, bungkusan perhiasan yang telah dikumpulkannya terjatuh. Kateni segera memberitahukan kepada pak Edi. Ia menceritakan apa yang terjadi dan ditemukan. Betapa senangnya pak Edi, karena perhiasan milik istrinya telah kembali. Ia sangat bersyukur, perhiasan tersebut jatuh ke tangan orang yang jujur.

            Sebagai ucapan terima kasihnya, pak Edi memberikan modal kepada Kateni untuk membuka warung di rumahnya. Betapa senangnya hati kateni, ketika mendengarkan perkataan pak Edi yang telah diucapkan tadi. Kini kateni tidak perlu bersusah payah, menjual gethuk kemana-mana. Ia cukup menunggu pembeli datang untuk berbelanja. Itulah akhir dari sebuah kejujuran, yang akan mendatangkan kebahagiaan di kehidupan kelak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun