Kegiatan ini mengingatkan kembali akan esensi dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang seolah telah terlupakan di tengah maraknya kasus intoleransi. Saya menyaksikan sendiri bagaimana perbedaan agama, latar belakang, dan budaya justru menjadi bumbu yang memperkaya pertemanan dan membuat pengalaman hidup menjadi lebih bermakna
Ekskursi yang saya ikuti telah memberikan sebuah pelajaran bermakna yang tidak akan saya lupakan. Kebhinekaan bukan sekadar semboyan negara, melainkan pengalaman nyata yang harus dirasakan dan dijalani. Keberagaman yang selama ini hanya saya pahami sebagai konsep abstrak, berubah menjadi sesuatu yang hidup dan nyata melalui interaksi dengan para santri di Pondok Pesantren Darul Falah. Prasangka yang awalnya memenuhi pikiran saya perlahan runtuh oleh sambutan hangat, keterbukaan, dan sikap saling menghormati dari teman-teman baru saya di sana.Â
Intoleransi yang terjadi di tengah-tengah kita seringkali terjadi karena kita tidak memberi cukup ruang untuk saling menghargai perbedaan yang ada di antara kita. Perbedaan yang memperkaya masing-masing dari kita. Dan ketika memberi waktu untuk mengenal satu sama lain dan menerima perbedaan-perbedaan kita, pada saat itulah perbedaan itu tidak menghalangi melainkan sebuah garam yang menjadi bumbu dalam hubungan kita.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H