Sejak saat itu, indraku lumpuh. tersayat-sayat di tengah sistem sosial kelam.Â
Tiada rumah, apalagi tanah.
Persis ketika itu jiwaku tercabut dari realitas.
Tiada upah, apalagi harta.
O, Cantik! Tiada harta, bagaimana rasa?
Ini negara, Bahkan rasa bisa ditawan.
Sampai mana perjalanan nasib kita?
O, Cantik! Tuhan tak pantas disalahkan.
Ini negara, bisa memerintah.
Sajakku terkapar bersama kebenaran.
Suaraku terbungkam, Asal tuan tau. kami bukan penjual kesedihan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!