Cerita ini berasal dari kisah nyata di Kabupaten Banyumas. Ceritanya begini....
Poniman adalah seorang tukang becak. Dia berangkat hampir setiap pagi dan pulang sekitar jam sebelas malam, biasa mangkal di daerah pasar wage dan kebon dalem. Suatu hari hujan mengguyur kota Purwokerto sejak siang hingga petang. Di hari itu juga Poniman belum satupun mendapatkan penumpang.
Akhirnya pada pukul delapan malam saat hujan mulai reda, dengan loyo dan rasa kedinginan, Poniman mengayuh becaknya pulang ke rumah menggunakan kantong kresek besar sebagai mantelnya dan caping sebagai penutup kepalanya. Kebetulan kampung Poniman berada di utara kota dengan jalan yang menanjak. Di sepanjang jalan kota hingga ke kampungnya malam itu sangat sepi dan ketika memasuki desa, jalanan semakin gelap karena minim penerangan. Di tengah perjalanannya Poniman melihat seorang perempuan melambaikan tangannya seolah menghentikan becaknya. Ponimanpun berhenti menghampirinya.
Poniman : “Bade tindak pundi Bu?” (Hendak kemana Bu?)
Penumpang : “Tumut mriku ngaler Pak, pinten Pak?” (Ke daerah utara situ Pak, berapa?)
Poniman : “Lah...mangga kersane lah, kebeneran kalih wangsul niki..” (Terserah ibu saja, kebetulan Saya sekalian pulang)
Di tengah rasa putus asanya, Poniman sedikit lega karena mendapatkan penumpang, sekitar dua kilometer sebelum rumahnya. Setidaknya nasi untuk hari besok sudah terpenuhi. Setelah limabelas menit mengayuh dengan jalan yang menanjak, rasa dinginnya mulai hilang berganti cucuran keringat menghangati tubuhnya, lalu penumpangpun meminta turun di depan sebuah rumah.
Penumpang : “Sampun Pak, mriki mawon” (Berhenti di sini Pak)
Poniman : “Oh...nggih” (Oh...ya)
Penumpang : “Sekedap nggih pak” (Sebentar ya Pak)