Stabilitas moneter dan stabilitas makroprudensial adalah dua pilar utama dalam menjaga kesehatan ekonomi suatu negara. Meskipun keduanya berperan penting, terdapat perbedaan mendasar dalam tujuan, instrumen, serta pendekatan implementasi. Berikut adalah tinjauan konsep dan implementasi dari perspektif opini, fakta, dan teori:
Dari sudut pandang praktisi ekonomi, stabilitas moneter dan stabilitas makroprudensial sering kali dianggap sebagai kebijakan yang saling melengkapi tetapi juga dapat bertentangan. Stabilitas moneter berfokus pada pengendalian inflasi, nilai tukar, dan tingkat suku bunga, yang langsung berdampak pada daya beli masyarakat. Sementara itu, stabilitas makroprudensial lebih diarahkan pada pencegahan risiko sistemik di sektor keuangan. Opini ini umumnya dipegang oleh para ekonom yang percaya bahwa interaksi keduanya perlu diatur dengan hati-hati agar tidak saling mengganggu.
  Dalam implementasinya, kebijakan stabilitas moneter biasanya dijalankan oleh bank sentral melalui instrumen seperti suku bunga acuan, operasi pasar terbuka, dan pengendalian cadangan devisa. Sebaliknya, kebijakan stabilitas makroprudensial lebih berfokus pada peraturan-peraturan yang mengurangi risiko terhadap stabilitas sistem keuangan, misalnya dengan menetapkan batasan kredit atau modal bank.
Sebagai contoh, selama krisis keuangan global 2008, kebijakan makroprudensial seperti peningkatan modal bank diberlakukan untuk menahan keruntuhan finansial. Bank sentral yang juga mengelola stabilitas moneter dan makroprudensial, seperti Bank Indonesia, harus menjaga inflasi sambil memastikan bahwa lembaga keuangan memiliki likuiditas dan daya tahan yang cukup.
Dari perspektif teori ekonomi, stabilitas moneter dan stabilitas makroprudensial memiliki tujuan yang berbeda namun saling berhubungan. Stabilitas moneter didasarkan pada teori kuantitas uang yang menekankan bahwa pengendalian jumlah uang beredar adalah kunci untuk mengendalikan inflasi. Teori ini berpendapat bahwa perubahan dalam kebijakan moneter dapat mempengaruhi variabel-variabel ekonomi makro, seperti pengeluaran konsumsi dan investasi.
Di sisi lain, stabilitas makroprudensial didasarkan pada teori risiko sistemik, yang menyatakan bahwa krisis keuangan sering kali disebabkan oleh akumulasi risiko di dalam sistem keuangan itu sendiri. Dalam teori ini, krisis dapat dicegah dengan mengidentifikasi dan mengurangi risiko sistemik seperti eksposur kredit berlebih atau ketergantungan terhadap instrumen keuangan yang tidak likuid.
Perbedaan Kunci dalam Implementasi
Stabilitas Moneter: Fokus pada variabel makro ekonomi seperti inflasi, pertumbuhan, dan stabilitas nilai tukar. Instrumen utama: suku bunga dan kebijakan moneter terbuka.
Stabilitas Makroprudensial: Fokus pada pencegahan risiko di sistem keuangan, terutama perbankan dan pasar modal. Instrumen utama: pengaturan permodalan dan likuiditas, aturan leverage, dan batas kredit.
Dalam praktiknya, menjaga stabilitas makroprudensial kadang bisa menghambat stabilitas moneter dan sebaliknya, tergantung pada kondisi ekonomi yang dihadapi. Namun, integrasi yang baik antara keduanya sangat penting untuk mencapai kestabilan ekonomi jangka panjang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H