Indonesia mempersoalkan dan membesar-besarkan sadap menyadap baru-baru ini ketika Australia bermain api dengan sebuah penyadapan. Sadap menyadap bukanlah persoalan baru. Indonesia sendiri pernah menyadap Australia ketika terjadi perang di Timor Timur di mana Australia mengarahkan kekuatan untuk membantu Timor Timur merdeka. Kemungkinan ada kepentingan tertentu menjelang pilpres 2014.Australia tentu menjadi sorotan karena wikileaks pernah menggemparkan beberapa negara maju termasuk Amerika bahkan Vatikan yang terkenalpun dibobol.
Barangkali sadapan ini dijadikan pengalaman baru buat negara Indonesia untuk berbenah diri dalam soal perang dingin dalam dunia maya. Masing-masing negara juga bekerja keras untuk memproteksi negaranya sementara Indonesia masih merengek minta pertanggungjawaban dan belakasihan. Negara sebesar ini tentu harus memikirkan anti sadap untuk memproteksi diri dari penyadapan orang luar.
Ada kelemahan bahwa banyak orang Indonesia yang memiliki kemampuan luar biasa justru tidak diakomodir oleh negara. Mereka malahan bekerja untuk negara lain. Banyak orang Indonesia sukses di luar negeri seperti di Jepang, Jerman, Singapura dan lain-lain. Kesuksesan mereka dipertontonkan dalam acara Kick Andi di Metro TV. Atau yang paling konkret adalah Habibie bekerja di Jerman, ibu Sri Mulyani bekerja di Bank Dunia.
Orang Indonesia kurang bangga jika saudaranya sukses. Jadi sikap ini mungkin ditepis jauh barulah Indonesia sedikit berbesar hati. Sumber daya manusia dimanfaatkan orang luar sementara Indonesia gigit jari dan gontok-gontokan....
Kita lupa bahwa sekarang adalah era perang dingin di dunia maya. Kita belum siap untuk yang satu ini. Kitahanya bekerja untuk menyadap teman sendiri dalam negeri dan bukan untuk menyadap negara lain demi kepentingan politik dan ekonomi negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H