Mohon tunggu...
Parni Hadi
Parni Hadi Mohon Tunggu... -

Wartawan, Guru, Aktivis Sosial, Budaya dan Lingkungan serta Pramuka sejak muda, Pendiri/Ketua Dewan Pembina Dompet Dhuafa, Mantan Pemred REPUBLIKA dan ANTARA, Mantan Dirut RRI, Ketua DNIKS, Ketum IRSI, Ketum Paguyuban Pawitandirogo, Anggota Dewan Pertimbangan PPDI, Ketua IPHI dan Rektor Sekolah Bisnis Umar Usman

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Wanita-wanita Perkasa

9 April 2014   13:40 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:52 606
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Teks kutipan: Karena kontribusi para perempuan, baik orang kota maupun desa, maka ungkapan Bapak-Bapak Pendiri Bangsa (The Founding Fathers) kurang lengkap dan harus ditambah dengan Ibu-Ibu, sehingga menjadi Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Pendiri Bangsa (The Founding Fathers and Mothers).

Saya ini laki-laki yang ingin bersaksi bahwa sesungguhnya perempuan itu lebih perkasa daripada laki-laki. Minimal itu berlaku untuk diri saya sendiri. Sesungguhnyalah dalam setiap masyarakat dan bangsa, apalagi yang miskin, terdapat banyak sekali wanita perkasa dalam jumlah yang tidak terhingga. Di antara perempuan kuat itu adalah almarhum ibu dan istri saya sendiri. Kalau lelaki mau jujur, sebenarnya hampir semua ibu dan istri adalah perempuan perkasa.

Sebagai seorang istri yang ditinggal wafat suami dengan sejumlah anak yang masih kecil-kecil, termasuk saya yang masih bayi, ibu saya memutuskan tidak menikah lagi. Ia berjuang keras tak kenal lelah di ladang dan sawah serta berjualan kecil-kecilan untuk menghidupi kami, anak-anaknya.

Ini juga terjadi pada hampir semua janda yang ditinggal mati suami. Banyak tokoh-tokoh nasional kita yang dibesarkan oleh ibu ditinggal wafat dan tidak menikah lagi seumur hidupnya. Satu di antaranya adalah Pak Bacharuddin (Ruddy) Jusuf Habi­bie, presiden ke tiga RI. Almarhumah Ibunda beliau, Tuti Marini, bertekad (mungkin bisa dikatakan bersumpah) untuk membiayai pendidikan putra-putrinya sendiri setelah suaminya (Abdul Djalil Habibie) wafat ketika Ruddy baru berusia 13 tahun. Dan masih tak terhitung banyaknya lagi perempuan luar biasa yang berhasil mengantarkan putra-putrinya ke puncak sukses di seluruh dunia.

Bahkan dalam perjuangan merebut kemerdekaan RI, sumban­gan kaum perempuan mungkin lebih besar daripada para pria yang memanggul senjata di medan laga. Lebih dari itu, kita tidak boleh lupa jasa para perempuan desa yang menyiapkan makanan dan minuman untuk para gerilyawan dan gerilyawati serta melindungi mereka dari kejaran musuh.

Alkisah, dalam banyak kesempatan ketika tentara penjajah Belanda tidak menemukan pejuang yang dicari, kemarahan mereka ditumpahkan kepada orang-orang desa dengan menyiksa mereka. Karena itu, yang berhak menyandang gelar pahlawan kemerdekaan sebenarnya termasuk orang-orang desa, laki-laki dan perermpuan, bukan hanya mereka yang berperang dengan memanggul senjata.

Oleh karena kontribusi para perempuan, baik orang kota maupun desa, inilah saya berpendapat ungkapan Bapak-Bapak Pendiri Bangsa (The Founding Fathers) kurang lengkap dan harus ditambah dengan Ibu-Ibu, sehingga menjadi Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Pendiri Bangsa (The Founding Fathers and Mothers).

Penyangga ekonomi dan budaya

Jika laki-laki disebut kepala keluarga, maka perempuan adalah tiang atau penyangga keluarga. Bagaimana kepala bisa tegak berdiri tanpa ditopang tiang atau penyangga? Wa bil khusus ini adalah dalam konteks ketahanan ekonomi keluarga. Banyak suami yang menyerahkan penghasilannya kepada istri mereka dengan iringan ucapan: “Cukup tidak cukup ini urusanmu”.

Mudah ditebak suami yang mengatakan seperti itu pasti penghasilannya tidak cukup untuk mencukupi keperluan keluarga. Lihatlah pedagang di pasar-pasar tradisional, yang didominasi oleh ibu-ibu. Karena tekun dan memang berbakat, banyak wanita pengusaha sukses yang awalnya istri-istri yang bangkit tergu­gah menjadi pedagang kecil-kecilan karena tuntutan kebutuhan keluarga.

Jaman telah berubah atau terbalik. Dulu di desa-desa, mem­punyai anak laki-laki adalah dambaan dan kebanggaan, sekarang kebalikannya, yakni anak perempuan. Mengapa, karena lebih banyak tersedia lapangan pekerjaan untuk perempuan, terutama untuk buruh industri berupah rendah yang memerlukan ketelitian dan ketelatenan. Karena itu, pendidikan untuk anak perempuan tidak boleh dinomerduakan.

Para TKW adalah tulang punggung ekonomi keluarga. Banyak suami sekarang tinggal di rumah mengurus anak-anak, sementara istri mereka bekerja di luar negeri. Siapa berani bilang, lelaki lebih perkasa daripada perempuan? Celakanya, ada juga suami yang tega menikah lagi sementara istrinya membanting tulang bekerja di luar negeri. Silahkan periksa sendiri, berapa besar sumbangan devisa negara setiap tahun dari para TKW di luar negeri.

Dalam konteks pendidikan karakter, agama Islam menyebut perempuan dan ibu adalah tiang negara. Jika tegak perempuan suatu bangsa, tegak pula lah bangsa itu. Secara alami ibu adalah penumbuh jiwa kasih sayang melalui air susu yang diberikan kepa­da anak-anaknya. Ibu pula lah yang dengan senandung dan cerita nina boboknya, mendidik, membentuk karakter anak-anaknya dan pada gilirannya melahirkan budaya suatu bangsa.

Menyadari hal itu, kebijakan politik dan bantuan untuk pem­berdayaan kaum miskin harus mengarusutamakan para perempuan dengan multi-perannya dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Saya harap semua lelaki, suami, ayah dan kakek setuju dengan ini. Jika tanpa perempuan perkasa, apa jadinya Indonesia? [sc25]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun