Mohon tunggu...
parman rudiansah
parman rudiansah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi membaca, tidak suka berisik, dan menulis puisi bagian caraku menafsir tabir

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ibu

22 Oktober 2024   12:50 Diperbarui: 22 Oktober 2024   12:54 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Selimut tebal tak mampu menahan laju

Tulangku rontok disergap serdadu

Alap - alap jatuh bergelimpangan

Bak darah 66

Perlahan semakin menipis

Semakin merana

Semakin aku mendekati ajal

Terpogoh dijuru memohon keringat

Mataku berlarian melihatnya

Tak kuasa rasanya

Kau tau keringat itu tak kau sadari

Menghambur milyaran magma

Entah dari mana

Mawar merah beterbangan mewarnai

Pelepas dahaga Sunda kelapa

Air liurku menetes

Membasahi sampai menggorok tanah

Kerikil melepuh kepanasan seketika

Aspal yang ku injak meleleh

Bersama dengan melelehnya semen yang memeluk grendaseba

Kampanye kuda liar bersemi lagi

Dadaku dikadali seekor keledai

Keledai tanpa bulu

Wahai ibu inilah ajalmu

Janganlah kau pergi dulu

Aku siapkan rumah untukmu

Ada apa denganmu 

Kau tersipu atau malu

Jangan kau teteskan air matamu Bu

Aku tak sanggup melihatnya

Tapi aku siapkan celurit

Maukah kau sendiri yang melakukannya

Bacok saja aku ikhlas

Aku tak suka kau dihina

Jangan kau bungkam

Inikah maksudmu juga

Jangan kau salahkan aku

Bu jawab aku. Ibu

Perlukah aku

Jangan hujat kami lagi

Kami tak serendah

Benar yang kau katakan

Senapan menderu dipelipis menerobos merobek

Jangan kau ancam dengan nyalakmu

Aku tak tahu

Lagi pula aku tak tahu

Hanya melihat. Bukan tak mau

Susah diatur

Menjadi kami. Jangan mimpi

Tenggorokanku tak bisa berucap

Nafasku kembung kempis

Bulu kudukku beterbangan

Dingin dan segar dari ubunku

Ibu maafkan aku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun