Mohon tunggu...
parman rudiansah
parman rudiansah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi membaca, tidak suka berisik, dan menulis puisi bagian caraku menafsir tabir

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bodoamat

22 Oktober 2024   06:25 Diperbarui: 22 Oktober 2024   06:38 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah ku bilang mereka sama saja
Lihat saja
Tertawa lah lepas sebelum tak ada lagi
Bukankah beberapa waktu lalu saat atasnama
Apalah saya gak paham
Tapi sekarang
Lihatlah sendiri
Bernyanyi pun tidak apalagi mengucap sungkawa

Negeri ini penuh kelucuan
Ada lucu yang disengaja
Ada lucu yang lumrah
Ada lucu spontan
Ada juga lucu untuk mengais rezeki
Beragam

Sekarang nampaknya pil pahit di Konawe
Sebuah keterbelakangan mungkin sebuah optimisme atau uforia
Begitulah kira - kira
Sebagian terlihat senyum kecut
Ada yang senyum - senyum
Ada pula yang sangat tersenyum
Masa kau lupa

24 Bu guru kita akan ingat
Dan dibelakang itu pula entah berapa yang harus menelan ganasnya kebodohan
Kita miris sekali sekaligus penuh tanya
Haruskah kita diberikan angin busuk
Atau di angin - angin agar mengembang dan akhirnya meletus menebar teror kegelapan

Tentu saja kita yang masih punya otak
Rasanya perlu memikir ulang haruskah?
Kenapa orang baik harus diamputasi
Kenapa orang baik dan maksud baik dikebiri
Entahlah Bu guru
Apa jadinya bangsa ini yang katanya menyambut era emas nyatanya .....

Guru guru masih harus terseok seok antara harus bagaimana dan seperti apa
Kita tidak ada yang akan membela itu saja
Mereka memakan janji dan mereka sudah terbatuk
Kita tinggal menunggu kita digunduli saja
Dan
Apalagi yang bisa kita lakukan kecuali doa
Selebihnya kalau mau jilat saja sepatu agar lepas

Buruk busuk siapa sebenarnya yang mendaur ulang
Kenapa pikirannya sesempit dan sekonyol
Sekonyong-konyong atasnama kebebasan dari barat laut
Atasnama kasih sayang sepanjang masa
Atasnama cinta kasih melintas bulan demi bulan

Kita diberikan cobaan yang amat dahsyat
Tuhan akan mendengar mu dan mereka akan meratapi nasibnya ketika kelak
Apa yang mereka dapat selain maaf katanya dari ujung bibir yang kemarin bak pisau belah
Apa yang akan mereka buat kecuali menangis diujung jalan meratapi nasib tak mampu berjalan diatas kaki

Bu kita mungkin dihina dan sampai sekarang kita masih takut
Apalagi dengan.....
Tremor kita semua dan kita tidak munafik
Siapa juga yang mau peduli kalau begini
Siapa yang mau
Kalau akhirnya kita hanya dipermalukan

Biarkan saja Bu
Sudahlah sekarang minta maaf
Dan besok ingat
Jangan lupa kata sandinya
Bodo amat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun