Mohon tunggu...
parman rudiansah
parman rudiansah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Hobi membaca, tidak suka berisik, dan menulis puisi bagian caraku menafsir tabir

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Galunggung

16 September 2024   08:58 Diperbarui: 16 September 2024   09:00 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Agustus silam
Kota suci berdiri
Menjulang tinggi ke angkasa
Tepat jatuh pada hari Senin 1111

Lingga-yoni berdiri tegak
Mega mengarak melintas
Gagah rupawan
Menyaksi kisah masa lalu

1982 Meledak menyeru ke langit
Menampar Mega menyulap hitam
Memuntah menyeret meratakan segala
Anak mas berhambur tunggang langgang
Senin itu menjadi hari kelam
Tawa itu menjadi tangis

Kota suci seketika musnah
Lingga Yoni runtuh
Kekuasaan kini musnah
Babak baru tlah lahir
Diatas sana tersenyum lebar
Menyaksi babak baru tlah lahir

Butir airmata membuncah
Lahar panas itu kini berubah
Hamparan sawah menghijau
Pasir yang tak kunjung habis

Jalanan aspal terjal
Nyaris tak terurus
Kanan kiri monyet monyet lapar
Menunggu belas kasih

Sejauh pandang
Menghampar hijau
Angin sepoi membelaiku
Begitu memanja
Tangga 600 ku lewati

Dibawah prasasti
Kuikat bunga sekuntum
Wangi menyeruak
Sewangi masalalu
Disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun