Mohon tunggu...
Parlin Simanjuntak
Parlin Simanjuntak Mohon Tunggu... Freelancer - Penerus Perjuangan NagaBonar

Penerus Perjuangan NagaBonar

Selanjutnya

Tutup

Money

Misi "Sementara" Tercapai, Demo Tolak Pabrik Semen Rembang Menghilang

2 Juni 2017   00:52 Diperbarui: 2 Juni 2017   15:05 2350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasca demo cor kaki tolak Pabrik Semen Rembang di Istana Negara tanggal 17 Maret 2017 yang mengakibatkan seorang warga Pati bernama Patmi meninggal tanggal 21 Maret 2017, tercatat tidak ada demo lagi di Jakarta, Semarang maupun Rembang. Ada berita di Yogyakarta tanggal 25 April 2017 diselenggarakan acara 40 hari meninggalnya Patmi, namun tidak cukup untuk menarik perhatian publik.

Aksi tolak pabrik Semen Rembang biasanya spartan dan memiliki daya tahan yang lama. Aksi demo cor kaki di Istana Negara 17 Maret 2017 seolah-olah menjadi klimaks dari aksi-aksi sebelumnya untuk “menekan” atau “bisa saja dukungan” Tim KLHS yang diketuai San Awang Afri dari Kementerian LHK. Dalam konteks “bisa saja dukungan” dapat dimaklumi, karena San Awang Afri dalam statemen-statemennya lebih condong mendukung penolak pabrik Semen Rembang. Bahkan dalam sebuah forum dengan konyolnya ketika ditanya kalau pabrik Semen Rembang dilarang menambang, boleh beroperasi asalkan kapur berasal dari luar CAT Watuputih dijawab “bisa saja membeli dari para penambang yang sudah ada di CAT Watuputih”. Sebuah jawaban yang tidak menunjukkan posisi Pemerintah sebagai “regulator” atau “wasit”. Jika Semen Rembang dilarang menambang di CAT Watuputih, maka penambang yang sudah eksis lebih dahulu dibiarkan. Tentu kecurigaan publik bahwa ada ketidak sukaan secara pribadi dari Ketua Tim KLHS San Awang Safri ke Semen Indonesia bisa jadi ada benang merahnya.

Tentu aksi tolak pabrik Semen Rembang dan sikap Tim KLHS menghambat pengamalan Pancasila sila ke 5 "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia". Upaya pemerataan pembangunan ekonomi menjadi terhambat. Rembang sebagai Kabupaten Termiskin ke 3 di Jawa Tengah berjalan berhak mendapat kesempatan maju. Ini warga Pati yang di komando Gunretno malah melakukan aksi yang bertentangan dengan pengamalan Pancasila 

Semen Rembang, Ibarat Mobil yang keempat rodanya kempes terkena ranjau paku

Kembali pada bahasan sesuai judul mengapa cemo tolak pabrik Semen Rembang menjadi sepi?. Jawabannya sederhana, bahwa tujuan melemahkan Semen Indonesia sudah mulai tercapai. Memang belum telak, karena Semen Indonesia dalam hal ini Pabrik Semen Rembang masih boleh beroperasi, tetapi ibarat mobil yang rodanya kempes semua terkena ranjau paku, tentu saja beroperasinya Pabrik Semen Rembang menjadi tidak optimal. Bahwa Pabrik Semen Rembang boleh beroperasi dengan bahan baku berasal dari luar CAT Watuputih (baca area tambang Kecamatan Gunem), maka dapat dipastikan biaya operasional Pabrik Semen Rembang menjadi sangat mahal. Bahwa daya saing industri semen ditentukan oleh 2 faktor paling besar yaitu kedekatan dengan sumber bahan baku dan kedekatan dengan area pemasaran. Bahwa biaya distribusi adalah biaya terbesar kedua setelah biaya energi.  Kebutuhan kapur 3 juta ton/th atau (3 juta ton dibagi 340 hari kali 80% bahan baku kapur) = 7.058 ton perhari atau butuh 700 truk perhari

  • Jika beroperasi dengan menggunakan bahan baku dari Tuban, coba dihitung jarak lokasi tambang Semen Indonesia di Tuban ke pabrik Semen Rembang sekitar 85 km. Berapa ongkos angkut yang harus dibayarkan, karena membawa kapur tentu sangat berat dan volumenya menjadi kecil. Dapat dibayangkan jika 1 truk hanya bisa 2 rit (PP) perhari maka butuh 350 truk. Padahal di pabrik semen Tuban yang berkapasitas 14 juta ton hanya dilayani 25 truk, karena 1 truk bisa lebih dari 40 kali rit (lokasi penambangan hanya sekian ratus meter dari pabrik). Supplier kapur (entah anak usaha atau pihak ketiga) tentu akan berhitung biaya cicilan truk jika sehari hanya bisa 2 rit. Taruhlah harga dump truk mencapai Rp 700 juta dengan masa cicilan 5 tahun setidaknya harus siapkan Rp 12 juta perbulan untuk cicilan. Dapat dibayangkan biaya sewa yang ditawarkan tiap harinya.
  • Jika beroperasi dengan menggunakan bahan baku dari sekitar Rembang (diluar CAT Watuputih), butuh berapa patner penambang untuk mensuplay pabrik semen Rembang berkapasitas 3 juta ton/th atau (3 juta ton dibagi 340 hari kali 80% bahan baku kapur). Dengan cara menambang yang masih tradisional dengan lokasi tambang yang susah diakses dump truk, maka harus pakai truk kecil untuk mengangkutnya. Maka betapa tidak efisiennya dan biaya tinggi.

Biaya produksi tinggi, daya saing turun

Inilah yang dicari untuk tujuan sementara bagi para Asing dan Aseng yang diduga berada dibalik para pendemo tolak Pabrik Semen Rembang. Biaya produksi Semen Rembang tinggi, tentu saja pada akhirnya daya saing menurun. Mengorbankan keuntungan agar seluruh produk bisa dijual dipasar, atau memilih menurunkan utilitas produksi untuk fokus pada penjualan didaerah yang dekat pabrik agar dapat profit margin yang tinggi. Keduanya adalah pilihan yang tidak optimal. Ditengah persaingan industri semen yang sangat ketat karena kebutuhan di 2017 pada kisaran 70 juta ton sedangkan kapasitas terpasang industri semen nasoional sudah mencapai 90 juta ton (over supply). Maka penguasaan pasar dengan tingkat profit margin yang baik adalah cara untuk terus dapat bersaing.

Semen Indonesia pasti akan memilih opsi pertama, utilitas penuh dengan harga jual yang bersaing dengan kompetitor meskipun resikonya “profit margin” akan turun. Cicilan hutang tentu harus mulai dibayar, profit margin menurun tentu saja akan mempengaruhi kemampuan investasi dimasa mendatang.

Berbagai diskusi di kampus, Ikatan Ahli Geologi Indonesia dan entitas lainnya yang mengkaji lokasi tambang dan sistem penambangan tidak menemukan ada yang salah atau dilanggar oleh Semen Rembang. Ini juga sejalan dengan rekomendasi dari Badan Geologi Kementerian ESDM yang dimintai masukan oleh Tim KLHS tentang ada atau  tidak “aliran air” di CAT Watuputih. Dibacakan sendiri oleh Menteri Ignasius Jonan, hasil penelitian Badan Geologi Kementerian ESDM menyatakan “tidak ditemukan aliran air bawah tanah di CAT Watuputih”. Sayangnya hasil penelitian Badan Geologi ESDM tidak digunakan oleh Tim KLHS yang diketuai San Awang Afri. Mereka memilih untuk “meneliti lebih lanjut yang komprehensif”.

Bahasa bersayap dengan ketidakpastian waktu. Pastinya paling cepat hasil penelitian akan selesai akhir Desember 2017 (itu paling cepat) bisa saja tahun 2018. Ini menarik karena pertama sudah pasti Semen Rembang akan tidak efisien dan dalam laporan keuangan Semen Indonesia akan terlihat berapa kontribusi keuntungan Semen Rembang. Data ini sangat penting karena bagi kompetitor dapat melihat bagaimana daya tahan Semen Indonesia dan tentu saja kompetitor dapat merancang strategi lanjutan cara bersaing dengan Raja Semen di Indonesia yaitu Semen Indonesia Group. Mencekik perlahan........perlahan......lama-lama Raja Semen akan terkulai lemas. Selamat datang kembali “Semen Asing sebagai Raja Semen di Indonesia” (diera 90an semen swasta yang saat ini diakuisisi asing mendominasi semen di Indonesia)

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun