Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seabad Dewa Sastra Kita : Pramoedya Ananta Toer

3 Februari 2025   18:52 Diperbarui: 3 Februari 2025   19:38 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seabad Dewa Sastera Kita : Pramoedya Ananta Toer

Seabad Pramoeya Ananta Toer yang dirayakan Kompasiana sungguh menggetarkan. Bagaimana tidak. Pramoedya Ananta Toer (1925-2006) adalah seorang penulis, sastrawan, dan aktivis politik Indonesia. Ia dianggap sebagai salah satu penulis terbesar dalam sejarah sastra Indonesia.

Penulis sendiri baru belajar berkenalan dengan karya pujangga besar ini setelah 1 tahun di perguruan tinggi. Pada masa itu cukup banyak aktivis di sekeliling penulis, dan lumayan banyak di antaranya yang rajin membaca buku-buku Bung Karno, seperti Di Bawah Bendera Revolusi, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat, termasuk membaca Madilognya Tan Malaka. Membaca Madilog yang terasa berat ketika itu. Setelah mengulang sekali lagi membacanya, baru agak mudeng. Tan Malaka saya akui memang pemikir berat. Gaya penulisannya rapat-padat seperti pada umumnya gaya penulisan Eropa Kontinental.

Teman-teman pun mengingatkan ada lagi tuh yang perlu kita baca yaitu karya Pramoedya Ananta Toer. Tapi orangnya lagi di penjara sekarang di pulau Buru. Apa dosanya tanyaku. Pram dituding anggota PKI oleh regime Soeharto. Lha, orang kan bebas-bebas aja kan memilih keyakinan politiknya. Belum tentu Pram, seorang pemikir bahkan perenung, bersalah kataku. Iya, aku akan membaca karya Pram nanti. Siapa yang mengkoleksi karyanya, tanyaku. Tak ada yang merespon. Berarti karya-karya Pram sudah diberangus semua dong, sampai satu pun di antara kalian nggak ada yang merespon, ujarku lagi.

Waktu pun bergulir. Tak terasa beberapa saat jelang tamat PT, awal 1981 seseorang mengingatkanku bahwa Hasta Mitra telah menerbitkan Bumi Manusia karya Pram dari pulau Buru. Wah, itu pasti keren, sama seperti Indonesia Menggugat karya pleidoi Bung Karno yang ditulisnya di salah satu penjara kolonial Belanda di Bandung.

Begitulah kawan-kawan setanah-air, aku mulai membaca Bumi Manusia pada awal 1981. Sampai sekarang aku masih teringat buku itu, betapa Pram adalah seorang Dewa dalam menguntai kata.

Novel "Bumi Manusia" (1980) adalah salah satu karya sastra Pramoedya yang paling fenomenal. Novel ini adalah bagian pertama dari Tetralogi Buru, yang menceritakan tentang perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme Belanda pada awal abad ke-20.

Novel Bumi Manusia menceritakan tentang kehidupan Minke, seorang pemuda Jawa yang bersekolah di sekolah Belanda di Surabaya. Minke kemudian terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan mengalami banyak kesulitan dan tantangan.

Novel ini membahas tentang tema-tema seperti kolonialisme, rasisme, dan perjuangan kemerdekaan. Pramoedya juga mengeksplorasi tentang identitas bangsa Indonesia dan peranannya dalam sejarah.

Gaya penulisan Pramoedya dalam novel ini sangat unik dan inovatif. Ia menggunakan bahasa yang sederhana namun efektif untuk menggambarkan kehidupan masyarakat Indonesia pada masa itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun