Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Indonesia Dalam Tekanan Ekonomi Global

13 Desember 2024   18:55 Diperbarui: 13 Desember 2024   18:55 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Direktur ADB untuk Indonesia Jiro Tominaga di Kampus UMM Malang. (Sumber : umm.ac.id).

Indonesia Dalam Tekanan Ekonomi Global

Dari Jakarta Globe edisi hari ini Jumat 13 Desember 2024 setiap keputusan ekonomi yang diambil oleh Presiden Terpilih AS Donald Trump akan berdampak pada Indonesia, mengutip petinggi Bank Pembangunan Asia (ADB).

Dalam waktu sekitar lima minggu dari sekarang, Trump, yang dulunya seorang pengusaha dan kini menjadi politisi, akan kembali menguasai ekonomi - ekonomi terbesar di dunia. Menjelang pelantikannya, Trump telah mengancam akan melancarkan perang dagang terhadap China dengan menjanjikan kenaikan harga barang-barang China yang masuk ke pasar AS.

Direktur negara ADB untuk Indonesia, Jiro Tominaga, mengatakan pada Kamis ybl bahwa Jakarta - seperti negara-negara Asia lainnya - tidak akan kebal terhadap dampak perubahan kebijakan apa pun di bawah Trump. Namun, Tominaga menolak untuk mengatakan seberapa besar dampaknya, dengan mengatakan dampaknya baru akan terlihat setelah Trump menjabat.

"Kami mencermati dengan seksama pembicaraan apapun tentang Trump. Segala bentuk kebijakan dan arah yang diambil oleh negara seperti AS akan selalu memiliki pengaruh di negara seperti Indonesia," kata Tominaga kepada pers di Jakarta, pada Kamis ybl.

Saat Trump bersiap untuk kembali berkuasa, Presiden Prabowo Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen. Sementara estimasi ADB menunjukkan Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5 persen pada tahun 2024 dan 2025.

Laporan ADB belum lama ini menulis perubahan kebijakan AS di bawah pemerintahan Trump yang akan datang dapat mempengaruhi pertumbuhan jangka panjang Asia dan Pasifik. Namun, karena perubahan kebijakan yang signifikan memerlukan waktu, dampaknya kemungkinan akan terwujud mulai tahun 2026. Namun, bisa saja dampaknya akan terjadi lebih cepat jika kebijakan baru mulai berlaku lebih awal dari yang diharapkan.

Indonesia juga sudah bersiap menghadapi kemungkinan membanjirnya impor dari China jika Trump melanjutkan kenaikan tarif. Wakil Menteri Perdagangan Dyah Roro Esti belum lama ini mengatakan kepada wartawan bahwa Indonesia berharap dapat memanfaatkan peluang dari potensi memburuknya ketegangan perdagangan AS-China. Ia menambahkan, "Namun, kita perlu memastikan sebagian besar barang China yang dikirim ke AS tidak masuk ke Indonesia setelah tarif Trump diberlakukan."

Data pemerintah menunjukkan perdagangan Indonesia-AS mencapai hampir $ 31,6 miliar pada Januari-Oktober 2024. Indonesia menikmati surplus hampir $ 11,5 miliar saat berdagang dengan AS selama periode tersebut. Di sisi lain, perdagangan Indonesia-China mencapai sekitar $ 108,9 miliar sepanjang tahun ini hingga Oktober. Defisit perdagangan Indonesia dengan China mencapai sekitar $ 8,8 miliar.

Repot memang bermain independen seperti yang selama ini digaungkan, mengingat Trump adalah seorang pemimpin negara adidaya yang tidak gampang dikecoh oleh diplomasi yang kelihatannya pintar tapi nyatanya asal-asalan.

Potensi dampak ekonomi

Ancaman Trump untuk melanjutkan atau memperketat perang dagang dengan China dapat menciptakan dinamika baru di kawasan. Kenaikan tarif barang China ke AS dapat memicu lonjakan impor produk-produk China ke negara-negara alternatif, termasuk Indonesia. Hal ini berpotensi memperburuk defisit perdagangan Indonesia dengan China, yang saat ini sudah signifikan.

Indonesia dapat memanfaatkan ketegangan perdagangan ini dengan menawarkan diri sebagai mitra dagang alternatif bagi AS dan memperkuat daya saing ekspor produk lokal. Strategi diplomasi ekonomi yang cerdas akan dibutuhkan untuk memanfaatkan peluang ini.

Ketidakpastian kebijakan AS

Kebijakan ekonomi dan perdagangan Trump yang sering berubah-ubah dan cenderung proteksionis menciptakan ketidakpastian global. Hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan investor asing, termasuk investasi dari AS ke Indonesia.

Jika Trump memprioritaskan kebijakan yang mendukung produksi domestik AS, maka ekspor Indonesia ke AS, yang saat ini surplus, mungkin terpengaruh. Produk-produk unggulan Indonesia seperti tekstil, alas kaki, dan komoditas agrikultur mungkin menghadapi hambatan baru.

Target pertumbuhan Indonesia

Target Presiden Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8% tampak ambisius, terutama dalam konteks global yang penuh tantangan. Estimasi ADB yang lebih konservatif, yaitu pertumbuhan 5%, mencerminkan realitas kondisi ekonomi global dan domestik yang menantang.

Untuk mendekati target ini, Indonesia perlu mendorong reformasi struktural yang meningkatkan daya saing ekonomi, mempermudah investasi, dan mengurangi ketergantungan pada impor, khususnya dari China.

Diplomasi ekonomi yang strategis

Trump dikenal sebagai pemimpin yang sulit didekati dengan pendekatan diplomasi standar. Indonesia perlu mengembangkan strategi diplomasi ekonomi yang pragmatis dan berbasis kepentingan bersama.

Memperkuat hubungan dengan AS dapat dilakukan melalui pendekatan perdagangan yang menguntungkan kedua pihak, seperti peningkatan ekspor barang bernilai tambah (bukan hanya bahan mentah) ke AS, atau negosiasi kesepakatan perdagangan yang lebih luas.

Pemerintah juga harus memastikan barang-barang murah dari China yang tidak bisa masuk ke pasar AS tidak membanjiri pasar domestik Indonesia dengan kebijakan proteksi yang selektif dan tepat sasaran.

Dampak jangka panjang

Seperti yang diungkapkan ADB, dampak signifikan dari perubahan kebijakan Trump terhadap Asia-Pasifik kemungkinan akan terasa dalam beberapa tahun ke depan. Karenanya, Indonesia harus mengambil langkah proaktif untuk mengurangi kerentanan, seperti diversifikasi mitra dagang dan memperkuat pasar domestik.

Selain itu, Indonesia perlu memanfaatkan platform multilateral seperti ASEAN dan G20 untuk memastikan kebijakan Trump tidak secara signifikan merugikan kawasan.

Donald Trump sebagai pemimpin AS memang terkenal sulit ditebak dan sering mengambil langkah-langkah yang kontroversial. Namun, Indonesia memiliki kesempatan untuk memperkuat posisinya di kancah global melalui diplomasi ekonomi yang cerdas dan reformasi domestik yang mendukung daya saing nasional.

Fokus pada diversifikasi pasar, pengelolaan perdagangan dengan China, dan pemanfaatan peluang di tengah ketegangan global akan menjadi kunci untuk menghadapi tantangan ini.

Masalahnya now bagaimana dengan kebijakan Presiden Prabowo sekarang yang bersikeras akan mengayuh di antara Brics dan Barat tanpa hendak keseleo sedikitpun. Apakah itu mungkin dalam situasi geopolitik sekarang, terlebih turun panggungnya Joe Biden yang mudah ditebak digantikan Trump yang terkenal dengan America First-nya di atas segala-galanya.

Kebijakan Presiden Prabowo untuk mengambil posisi netral di antara kekuatan BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) dan Barat adalah langkah yang strategis namun penuh tantangan, terutama dalam situasi geopolitik yang semakin terpolarisasi.

Konteks geopolitik yang semakin kompleks

Trump diperkirakan akan mendorong kebijakan yang sangat proteksionis dan unilateral, fokus pada kepentingan AS tanpa banyak memperdulikan dinamika internasional. Hal ini dapat mempersulit negara-negara seperti Indonesia yang ingin menjaga hubungan baik dengan AS sekaligus mempererat kerjasama dengan BRICS.

BRICS, yang semakin terintegrasi secara ekonomi dan geopolitik, menawarkan alternatif bagi negara-negara berkembang untuk mengurangi ketergantungan pada Barat. Namun, kedekatan BRICS dengan Rusia dan China, yang sering menjadi target kebijakan keras AS, dapat menjadi jebakan diplomatik bagi Indonesia.

Tantangan netralitas

AS di bawah Trump kemungkinan akan menekan Indonesia untuk mendukung kebijakan anti-China atau mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Rusia. Di sisi lain, BRICS, khususnya China, dapat memberikan tekanan untuk mengamankan dukungan Indonesia dalam forum multilateral.

Mengayuh di antara dua kekuatan besar tanpa memihak salah satu pihak akan memerlukan keterampilan diplomasi tingkat tinggi. Risiko terbesar adalah persepsi "ketidakpastian" dari kedua belah pihak, yang dapat melemahkan kepercayaan terhadap Indonesia.

Peluang dalam strategi netral

BRICS menawarkan peluang besar melalui pendanaan alternatif seperti New Development Bank (NDB), serta peluang perdagangan dan investasi dengan China dan India. Sementara itu, AS tetap menjadi mitra dagang utama Indonesia, terutama untuk barang-barang seperti tekstil, produk agrikultur, dan minyak kelapa sawit.

Sebagai pemimpin di ASEAN, Indonesia dapat memanfaatkan posisi ini untuk memperkuat kerjasama kawasan dan menjadi "jembatan" antara BRICS dan Barat. Hal ini dapat mengurangi tekanan langsung terhadap posisi Indonesia.

Strategi yang dibutuhkan

Indonesia harus memanfaatkan forum-forum internasional seperti G20, ASEAN, dan PBB untuk menunjukkan peran konstruktifnya sebagai mediator antara kedua kubu.

Mengurangi ketergantungan pada satu pihak sangat penting. Indonesia harus memperkuat hubungan dengan mitra non-BRICS dan non-Barat, seperti negara-negara middle-east atau Afrika, untuk memperluas opsi strategis.

Prabowo harus memastikan kebijakan luar negerinya tidak ambigu. Kejelasan posisi Indonesia dapat membantu membangun kepercayaan di kedua pihak.

Apakah mungkin tak keseleo

Jika Prabowo mampu memanfaatkan status Indonesia sebagai negara besar di Asia Tenggara dan memperkuat posisi strategis di kawasan, mengayuh di antara BRICS dan Barat adalah mungkin. Keberhasilan ini sangat bergantung pada stabilitas domestik, kemampuan diplomasi, dan konsistensi kebijakan luar negeri.

Namun, jika Indonesia terlihat terlalu dekat dengan salah satu pihak, baik karena tekanan ekonomi atau geopolitik, kredibilitas kebijakan netral ini dapat runtuh. Situasi ini akan semakin sulit jika Trump melancarkan langkah unilateral yang memaksa negara-negara lain untuk memihak.

Mengayuh di antara BRICS dan Barat tanpa keseleo adalah tugas yang sangat sulit, terutama dalam kondisi geopolitik yang terpolarisasi dan tidak stabil. Namun, dengan pendekatan diplomasi yang cerdas, konsisten, dan fleksibel, Indonesia dapat memainkan  peran sebagai jembatan antara kedua kubu. Dalam hal ini, Prabowo perlu mengutamakan kepentingan nasional dengan menekankan prinsip non-blok yang menjadi fondasi kebijakan luar negeri Indonesia sejak era Soekarno.

Lhat :

https://jakartaglobe.id/business/indonesia-not-immune-to-trumps-policy-impact-adb-says

Joyogrand, Malang, Fri', Dec' 13, 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun