Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jaminan Kesehatan Nasional Defisit Lagi Defisit Lagi

25 November 2024   17:06 Diperbarui: 25 November 2024   17:16 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BPJS Kesehatan. (Sumber : kompas.com).

Jaminan Kesehatan Nasional Defisit Lagi Defisit Lagi ..

Membaca Straits Times edisi 23 Nopember lalu, skema jaminan kesehatan nasional (JKN) Indonesia, yang mencakup 219 juta pemegang polis aktif, diproyeksikan mencatat defisit 20 triliun rupiah (S $ 1,69 miliar) pada tahun 2024, meningkatkan prospek pasien mungkin menghadapi premi yang lebih tinggi.

Mengingat kekurangan premi asuransi yang terkumpul dan klaim yang dibayarkan, JKN kemungkinan besar tidak akan mampu membayar klaim medis paling cepat pada tahun 2026, Bos perusahaan asuransi nasional telah mengingatkan.

"Kegagalan membayar (klaim) berpotensi terjadi pada 2026. Itu sebabnya premi mungkin disesuaikan," kata Dirut BPJS, Ali Ghufron Mukti, kepada media belum lama ini.

Jika perusahaan asuransi nasional tidak dapat memenuhi klaim medis ini, hal itu akan merugikan keberlanjutan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia, kata Diah Satyani Saminarsih, pendiri dan kepala eksekutif kelompok advokasi hak kesehatan, Centre for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI).

"Rumahsakit yang tidak dibayar tidak akan dapat melanjutkan layanannya dan perlu diselamatkan oleh pemerintah," katanya kepada The Straits Times, yang memunculkan prospek penurunan layanan kesehatan.

Para ahli mengatakan, langkah jangka pendek yang dapat diambil adalah menaikkan premi. Saat ini, premi berkisar antara 35.000 rupiah hingga 150.000 rupiah per bulan, dimana pemerintah memberikan subsidi sebagian kepada mereka yang membayar premi terendah. Berdasarkan skema tersebut, pasien dapat menerima perawatan untuk penyakit berat dan jangka panjang seperti stroke dan kanker, yang biayanya mencapai jutaan rupiah per bulan.

"Saya tahu kesenjangan antara apa yang saya bayar dan apa yang saya terima terlalu besar," kata ibu rumah tangga Hotmaida Junita Sibuea, 58 tahun, yang membayar premi bulanan sebesar 150.000 rupiah.

Ia menderita hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal, serta telah menjalani operasi. Ia menjalani delapan kali dialisis setiap bulan, dan konsultasi rutin dengan dokter di enam rumahsakit di Medan, Sumatera Utara.

Menurut perkiraan Hotmaida, tagihan bulanannya untuk biaya dokter, pengobatan, dan perawatan melebihi lima juta rupiah, dan ditanggung oleh JKN. Satu-satunya sumber pendapatan keluarganya adalah uang pensiun bulanan suaminya yang hanya sebesar tiga juta rupiah per bulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun