Jaminan Kesehatan Nasional Defisit Lagi Defisit Lagi ..
Membaca Straits Times edisi 23 Nopember lalu, skema jaminan kesehatan nasional (JKN) Indonesia, yang mencakup 219 juta pemegang polis aktif, diproyeksikan mencatat defisit 20 triliun rupiah (S $ 1,69 miliar) pada tahun 2024, meningkatkan prospek pasien mungkin menghadapi premi yang lebih tinggi.
Mengingat kekurangan premi asuransi yang terkumpul dan klaim yang dibayarkan, JKN kemungkinan besar tidak akan mampu membayar klaim medis paling cepat pada tahun 2026, Bos perusahaan asuransi nasional telah mengingatkan.
"Kegagalan membayar (klaim) berpotensi terjadi pada 2026. Itu sebabnya premi mungkin disesuaikan," kata Dirut BPJS, Ali Ghufron Mukti, kepada media belum lama ini.
Jika perusahaan asuransi nasional tidak dapat memenuhi klaim medis ini, hal itu akan merugikan keberlanjutan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia, kata Diah Satyani Saminarsih, pendiri dan kepala eksekutif kelompok advokasi hak kesehatan, Centre for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI).
"Rumahsakit yang tidak dibayar tidak akan dapat melanjutkan layanannya dan perlu diselamatkan oleh pemerintah," katanya kepada The Straits Times, yang memunculkan prospek penurunan layanan kesehatan.
Para ahli mengatakan, langkah jangka pendek yang dapat diambil adalah menaikkan premi. Saat ini, premi berkisar antara 35.000 rupiah hingga 150.000 rupiah per bulan, dimana pemerintah memberikan subsidi sebagian kepada mereka yang membayar premi terendah. Berdasarkan skema tersebut, pasien dapat menerima perawatan untuk penyakit berat dan jangka panjang seperti stroke dan kanker, yang biayanya mencapai jutaan rupiah per bulan.
"Saya tahu kesenjangan antara apa yang saya bayar dan apa yang saya terima terlalu besar," kata ibu rumah tangga Hotmaida Junita Sibuea, 58 tahun, yang membayar premi bulanan sebesar 150.000 rupiah.
Ia menderita hipertensi, diabetes, dan gagal ginjal, serta telah menjalani operasi. Ia menjalani delapan kali dialisis setiap bulan, dan konsultasi rutin dengan dokter di enam rumahsakit di Medan, Sumatera Utara.
Menurut perkiraan Hotmaida, tagihan bulanannya untuk biaya dokter, pengobatan, dan perawatan melebihi lima juta rupiah, dan ditanggung oleh JKN. Satu-satunya sumber pendapatan keluarganya adalah uang pensiun bulanan suaminya yang hanya sebesar tiga juta rupiah per bulan.
"Saya bisa menerima kenaikan premi, tetapi itu harus wajar. Mudah-mudahan tidak dua kali lipat dari tarif saat ini," katanya.
JKN telah membayarkan klaim sebesar 158,8 triliun rupiah pada tahun 2023, yang mencakup lebih dari 600 juta kasus medis. Sekitar seperlima dari klaim tersebut adalah untuk penyakit berat atau jangka panjang seperti kanker atau stroke, yang telah melonjak dalam beberapa tahun terakhir, menurut lembaga tersebut. Jumlah klaim untuk segmen ini tumbuh dari 20,3 triliun rupiah pada tahun 2019 menjadi 34,8 triliun rupiah pada tahun 2023.
Kunjungan rumah sakit harian yang ditanggung oleh JKN juga meningkat, dari 252.000 pada tahun 2014 menjadi 1,7 juta pada tahun 2023, karena semakin banyak orang yang bergabung dengan skema tersebut.
Indonesia memperkenalkan skema asuransi kesehatan nasionalnya pada tahun 2014.
Juru bicara BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan kenaikan iuran merupakan salah satu opsi yang dipertimbangkan. Solusi lain yang mungkin untuk mengatasi masalah defisit adalah suntikan dana dari pemerintah dan penyesuaian manfaat yang diterima berdasarkan skema tersebut.
"Sejak 2020 hingga 2024, iuran tidak pernah naik," ujarnya. Penyesuaian terakhir terjadi pada 2020, saat BPJS Kesehatan menaikkan iuran bulanan dari Rp 25.500 hingga Rp 59.500 menjadi Rp 35.000 hingga Rp 150.000.
Penjual makanan ringan Herni Novaliasari, 44, mengatakan ia dapat membayar premi tambahan sebesar 50.000 rupiah per bulan di atas premi yang sudah dibayarkannya sebesar 150.000 rupiah, tetapi tidak lebih dari itu. Putrinya, Afifah, 25, yang menderita gagal ginjal, telah menjalani perawatan dialisis rutin di Jawa Barat selama dua tahun.
"Dialisis ginjal memberinya kesempatan hidup baru," katanya. "Asuransi sangat membantu. Kami tidak mampu membayar perawatan jika harus membayar sendiri."
Para ahli mengatakan, menaikkan premi hanyalah solusi jangka pendek, dan tindakan lain harus dipertimbangkan untuk memastikan kelangsungan skema tersebut dalam jangka panjang.
Di antaranya adalah rencana Presiden Prabowo Subianto untuk menyediakan pemeriksaan kesehatan gratis mulai tahun 2025, bagi lebih dari 50 juta dari 283 juta penduduk. Inisiatif ini, yang akan difokuskan pada promosi perawatan pencegahan dan gaya hidup sehat, juga diharapkan dapat membantu mendeteksi beberapa penyakit sejak dini dan mengurangi beban akibat penyakit berat.Â
Diah dari CISDI mengatakan pemeriksaan kesehatan, khususnya untuk mendeteksi penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, kanker, dan penyakit jantung, akan membantu menurunkan biaya pembayaran JKN dalam jangka panjang. "Saat ini, hanya 30 persen dari mereka yang menderita penyakit tidak menular yang menyadari kondisi mereka. Terlepas dari kondisi mereka, pemeriksaan kesehatan diperlukan," imbuhnya.
Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi, mengatakan deteksi dini suatu penyakit dapat mengurangi tingkat keparahannya dan menekan biaya pengobatan.
"Beban terberat itu dari penyakit tidak menular karena biasanya seumur hidup dan pengobatannya memerlukan biaya besar. Kasus seperti itu yang tercatat di BPJS Kesehatan terus melonjak, dan dana yang dikeluarkan untuk itu terus meningkat," katanya.
Defisit dan kebutuhan reformasi
Membaca artikel The Straits Times tersebut di atas dan meninjau situasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Indonesia dalam konteks pemerintahan Prabowo Subianto, mau tak mau kita harus menganalisisnya secara jernih dengan melihat berbagai dimensi masalah dan tantangan.
Proyeksi defisit Rp 20 triliun pada 2024 mencerminkan tantangan mendasar dalam pembiayaan JKN, di mana premi yang terkumpul jauh dari cukup untuk menutupi klaim yang terus meningkat. Hal ini diperparah oleh beban penyakit berat/jangka panjang yang terus melonjak (peningkatan lebih dari 70% sejak 2019 untuk klaim penyakit berat).
Premi yang rendah dibandingkan manfaat yang diterima menyebabkan ketidakseimbangan finansial. Penyesuaian premi adalah solusi cepat tetapi bukan solusi jangka panjang.
Tantangan pemerintah Prabowo
Program JKN adalah komponen vital dari jaring pengaman sosial. Namun, pemerintahan Prabowo menghadapi tantangan besar dalam memastikan keberlanjutan program ini di tengah ambisi lain seperti pemeriksaan kesehatan gratis untuk lebih dari 50 juta penduduk mulai 2025.
Jika defisit JKN tidak diatasi, pemerintah harus menutupi kekurangan tersebut melalui anggaran negara. Hal ini bisa membebani APBN, terutama jika bersamaan dengan komitmen pengeluaran lainnya.
Pemeriksaan kesehatan gratis adalah inisiatif yang baik untuk deteksi dini dan pencegahan, tetapi juga membutuhkan investasi awal yang besar, baik untuk infrastruktur kesehatan, tenaga medis, maupun kampanye kesadaran masyarakat.
Strategi penyelesaian
Pemerintahan Prabowo perlu menggabungkan pendekatan jangka pendek dan panjang untuk menyelamatkan JKN dan mengoptimalkan manfaat kesehatan masyarakat.
Penyesuaian premi harus dilakukan berdasarkan kelas ekonomi peserta untuk menjaga aksesibilitas bagi kelompok kurang mampu.
Transparansi dalam perhitungan premi dan pengelolaan dana sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Alokasi subsidi tambahan sementara dari APBN untuk menjaga likuiditas JKN hingga reformasi struktural selesai.
Optimasi manajemen klaim
Memastikan efisiensi pembayaran klaim dengan mencegah fraud atau klaim yang tidak sesuai prosedur.
Pendekatan jangka panjang
Memperbaiki struktur iuran untuk memastikan keberlanjutan finansial program; meningkatkan partisipasi pekerja informal dan masyarakat menengah ke bawah melalui subsidi lintas sektor.
Promosi kesehatan dan deteksi dini
Program pemeriksaan kesehatan gratis perlu dikaitkan dengan program pencegahan, edukasi gaya hidup sehat, dan deteksi dini untuk mengurangi biaya perawatan jangka panjang akibat penyakit tidak menular.
Peningkatan infrastruktur layanan Kesehatan
Memastikan ketersediaan layanan medis yang memadai, khususnya di daerah terpencil, untuk mendukung deteksi dini dan mengurangi beban klaim JKN.
Kemitraan publik-swasta (public-private partnership)
Menggalang investasi sektor swasta untuk mendukung pembiayaan layanan kesehatan, baik melalui CSR, asuransi tambahan, atau subsidi silang.
Tantangan politis dan sosial
Keputusan menaikkan premi atau mengalokasikan dana tambahan dari APBN dapat menjadi isu politis yang sensitif.
Kenaikan premi tanpa komunikasi yang baik bisa memicu resistensi dari masyarakat, terutama kelas menengah-bawah.
Program pemeriksaan gratis harus dilihat sebagai investasi jangka panjang, bukan solusi langsung untuk mengatasi defisit.
Untuk menjaga keberlanjutan JKN, pemerintahan Prabowo harus mengadopsi pendekatan yang terintegrasi.
Mengatasi defisit jangka pendek melalui penyesuaian premi, suntikan APBN, dan efisiensi manajemen.
Memastikan inisiatif pemeriksaan kesehatan gratis terlaksana sebagai bagian dari strategi pencegahan dan deteksi dini.
Mengembangkan reformasi sistemik dalam struktur pembiayaan kesehatan untuk mengurangi ketergantungan pada subsidi pemerintah.
Pemerintah harus bersikap proaktif, transparan, dan inovatif dalam mencari solusi yang tidak hanya memecahkan masalah saat ini tetapi juga memastikan sistem kesehatan yang lebih kuat di masa mendatang.
Lihat :
Joyogrand, Malang, Mon', Nov' 25, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H