Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menimbang Abah Anton, Wahyu dan Herry dalam Songsong Pilkada Kota Malang 2024

23 Oktober 2024   17:14 Diperbarui: 23 Oktober 2024   17:22 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menimbang Abah Anton, Wahyu dan Herry Dalam Songsong Pilkada Kota Malang 2024

Membaca Tempo edisi 14 Oktober 2024 lalu, kita kaget membacanya. Disitu ditulis betapa Wahyu Hidayat mantan Pj Walikota Malang berprestasi segudang ketika sebagai Pj Walikota. Kita heran apa Tempo tidak salah menulis tentang fake news seperti itu. Tapi kalau dikatakan semasa menjabat Pj Walikota Malang yang hanya semusim jagung itu adalah faktor kebetulan dimana sejumlah Menteri memberikan penghargaan kepadanya. Itu tidak masalah. Tapi itupun tentu legacy dari Sutiaji yang lengser karena Pilpres dan Pilkada serentak Nopember yad.

Bagaimanapun atas nama Vox Populi Vox Dei , kita harus melihat fakenews ini dari beberapa sudut pandang.

Masa jabatan Wahyu Hidayat sebagai Pj Wali Kota Malang yang relatif singkat memang tidak memungkinkannya mengimplementasikan banyak program baru. Jika selama periode ini ada penghargaan yang diterima, hal tersebut lebih mencerminkan hasil kerja jangka panjang dari pemerintahan sebelumnya, dalam hal ini Sutiaji. Dalam konteks pemerintahan, banyak penghargaan datang dari program yang sudah direncanakan atau dilaksanakan jauh sebelum masa jabatan berakhir, sehingga Wahyu disini hanya menikmati hasil dari sistem yang sudah berjalan.

Sejumlah penghargaan dari kementerian yang datang di masa jabatan Wahyu juga bisa dilihat sebagai kebetulan, terutama jika penghargaannya tidak terkait dengan inisiatif atau kebijakan besar baru. Momen-momen transisi politik acapkali memberikan peluang bagi pejabat sementara untuk menerima pengakuan karena momentum atau hubungan diplomatik antara pemerintah pusat dan daerah.

Media, seperti Tempo, memiliki perspektif editorial tertentu dan dalam konteks ini lebih menonjolkan sisi positif Wahyu Hidayat untuk menyoroti stabilitas politik atau penghargaan yang diterima Pemkot Malang selama periode transisi tersebut. Namun, narasi yang dibangun media tidak selalu mencerminkan kondisi objektif di lapangan, terutama jika terdapat agenda politik atau strategi pencitraan tertentu.

Prestasi yang diklaim selama masa jabatan Wahyu Hidayat lebih merupakan warisan Sutiaji adalah masuk akal, mengingat program-program besar biasanya memerlukan waktu panjang untuk terealisasi. Sutiaji, sebagai walikota sebelumnya telah meletakkan fondasi bagi penghargaan-penghargaan yang diterima selama transisi pemerintahan ini.

Dalam menilai tulisan Tempo, penting untuk mempertimbangkan konteks jangka panjang dari kebijakan dan program pemerintahan, serta peran media dalam membingkai persepsi masyarakat. Tempo lebih menonjolkan aspek-aspek positif Wahyu sebagai bagian dari narasi transisi politik yang damai dan berprestasi, meski dari sudut pandang lain, hal ini bisa dianggap sebagai generalisasi yang terburu-buru.

Jelang Pilkada kota Malang pada akhir Nopember yad, kita harus menganalisis juga gembar-gembor para pengikut 3 paslon Walikota Malang, yaitu Paslon No 01 Wahyu Hidayat-Ali Muthohirin, Paslon No 02 Herry Cahyono-Ganis Rumpoko dan Paslon No 03  yaitu Abadi (abah Anton-Dimyati Nasrallah). Apakah narasi yang dibangun hanya omdo atau omong doang, karena sejauh ini kampanye di lapangan terlihat senyap, meski ketiganya turun ke lapangan menemui warga kota Malang. Dunia medsos pun sepi. Entahlah nanti debat Pilkada pada awal atau pertengahan Nopember 2024 ini.

Adalah fakta bahwa Pilkada Kota Malang 2024 yang diikuti oleh tiga pasangan calon, terlihat tidak begitu gegap gempita di lapangan maupun di media sosial. Saya pikir ada beberapa alasan mengapa kampanye tampak senyap, meskipun ketiga paslon - Wahyu Hidayat-Ali Muthohirin (No. 01), Heri Cahyono-Ganis Rumpoko (No. 02), dan Abah Anton-Dimyati Nasrallah (No. 03) - sudah turun menemui warga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun