Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Melihat Prabowo Melalui Lensa Times dan Bangkok Post

17 Oktober 2024   16:49 Diperbarui: 17 Oktober 2024   16:49 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat Prabowo Melalui Lensa Times dan Bangkok Post

Times edisi 14 Oktober 2024 memuat esai tentang bagaimana seorang Prabowo akan memimpin Indonesia. Dengan dilatari beberapa kisah kebersamaan Prabowo dengan wong cilik seperti di Angke yang kemudian memotivasinya untuk membangun rumah-rumah sederhana untuk wong cilik dimaksud. Juga diselipkan kisahnya sebagai seorang militer di Kopassus, dan terkhusus di masa mertuanya Soeharto masih berkuasa. Juga dikisahkan darah biru Prabowo mulai dari kakeknya yang adalah pendiri BRI pada masa Belanda, dilanjutkan sang Ayah yang berpindah-pindah ke luar negeri karena berbeda pandangan dengan Presiden Soekarno, hingga masa manisnya bersama Siti Hedijati Soeharto yang adalah puteri Presiden Soeharto. Jadi kisah Prabowo yang ditayangkan Times merefleksikan atas dasar itulah kuranglebih Prabowo akan memimpin Indonesia.

Analisis esai Times edisi 14 Oktober 2024 yang menggambarkan potret kepemimpinan Prabowo Subianto dapat diuraikan dengan melihat beberapa aspek mendasar: (1) narasi biografis, (2) simbolisme identitas, (3) strategi komunikasi politik, dan (4) tantangan serta implikasi bagi kepemimpinan Indonesia ke depan.

1. Narasi biografis : Prabowo dan dimensi personal-politik

Esai ini menekankan aspek personal dan latar belakang sejarah Prabowo yang kompleks, mencakup antara lain koneksi dengan wong cilik. Pengalaman Prabowo di Angke, yang menginspirasi program rumah bagi masyarakat kecil, mencerminkan usaha membangun citra sebagai pemimpin yang memahami akar rumput. Ini menunjukkan Prabowo ingin menghapus kesan ia hanya merepresentasikan elite dan mencoba membumikan kebijakannya dengan keterlibatan langsung bersama rakyat.

Latar belakang militer di Kopassus. Ini menggambarkan Prabowo sebagai figur dengan kedisiplinan dan karakter kuat, yang dianggap siap menghadapi tantangan besar. Namun, keterlibatannya dalam masa-masa Orde Baru di bawah bayang-bayang mertuanya, Soeharto, juga menjadi pengingat kontroversi masa lalu.

Legacy keluarga dan darah biru. Kisah kakeknya sebagai pendiri BRI dan peran ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo, yang pernah berselisih dengan Soekarno, menyimbolkan dualitas antara aristokrasi dan oposisi. Ini membentuk citra Prabowo sebagai sosok yang tidak hanya mewarisi kekuasaan tetapi juga pengalaman konflik dengan kekuasaan.

Romantika dengan Siti Hedijati Soeharto (Titiek). Pengalaman Prabowo bersama keluarga Soeharto memperkuat kaitannya dengan Orde Baru, tetapi juga menyiratkan potensi politik dinasti. Hal ini menunjukkan betapa eratnya Prabowo terhubung dengan jaringan elite politik masa lalu.

2. Simbolisme identitas dan pemaknaan sejarah

Esai ini tampaknya membangun narasi Prabowo bukan hanya bagian dari masa lalu, melainkan juga warisan dari elit yang mengalami berbagai dinamika kekuasaan. Ini mengindikasikan kepemimpinannya tidak bisa dilepaskan dari pengalaman historis yang ia lalui  - antara kedisiplinan militer, aristokrasi, dan upaya mendekati wong cilik.

Sejumlah elemen ini memberi sinyal Prabowo akan memimpin dengan pendekatan paternalistic. Kepemimpinan seperti "bapak" bagi rakyat, sebuah pola yang akrab dalam sejarah Indonesia (terutama di era Orde Baru); rekonsiliasi dengan masa lalu. Dengan memadukan hubungan dengan elite dan akar rumput, ia berupaya menampilkan diri sebagai sosok transformatif, tetapi tidak sepenuhnya melepaskan warisan politik lamanya.

3. Komunikasi politik : narasi yang dibangun Prabowo

Narasi yang memuat pengalaman hidup bersama rakyat kecil dan keberhasilannya di Kopassus memperlihatkan upaya untuk memperkuat legitimasi moral dan praktis sebagai calon pemimpin. Ini adalah strategi untuk mengatasi dua tantangan utama, yi mengubah persepsi negatif tentang masa lalunya, terutama terkait dengan kasus HAM dan keterlibatan dalam Orde Baru; menggalang dukungan luas, terutama dari masyarakat kecil (wong cilik) yang menjadi fokus politik elektoral saat ini.

Esai ini berfungsi sebagai alat brand building, menggabungkan sisi keras seorang mantan jenderal dengan sisi humanis yang peduli pada masyarakat miskin.

4. Implikasi dan tantangan bagi kepemimpinan Prabowo

Jikalah narasi ini menjadi acuan bagi pola kepemimpinan Prabowo, beberapa tantangan dan implikasi dapat dianalisis : potensi politik dinasti. Keterkaitan erat dengan keluarga Soeharto bisa memunculkan kekhawatiran kepemimpinannya akan dipengaruhi oleh jaringan politik lama dan praktik nepotisme; harapan rekonsiliasi. Warisan militer dan elite membuat Prabowo harus bekerja keras untuk merekonsiliasi masa lalu kontroversial dengan aspirasi demokrasi dan keadilan sosial yang diinginkan masyarakat saat ini; pendekatan paternalistik vs partisipatif: Meskipun narasi ini memperlihatkan kedekatannya dengan rakyat kecil, ada risiko pendekatannya akan cenderung paternalistic - lebih mengutamakan "pemimpin tahu yang terbaik" ketimbang melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif; kontinuitas atau otoritarianisme?: Apakah Prabowo akan mempertahankan stabilitas dengan pendekatan otoriter seperti Orde Baru, ataukah ia akan membuka ruang bagi demokrasi yang lebih partisipatif, akan menjadi pertanyaan besar dalam kepemimpinannya.

Esai Majalah Mingguan Times tersebut tampaknya berusaha menggambarkan kepemimpinan Prabowo adalah perpaduan dari kedisiplinan militer, warisan aristokrat, dan kedekatan dengan rakyat kecil. Narasi ini mencoba menyakinkan pembaca bahwa ia mampu menghadapi tantangan nasional dengan pendekatan yang kuat, tegas, dan dekat dengan wong cilik. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana ia menyeimbangkan antara warisan masa lalu dan tuntutan perubahan dalam demokrasi modern Indonesia.

Keberhasilan Prabowo dalam memimpin Indonesia akan sangat bergantung pada kemampuannya membuktikan bahwa masa lalunya tidak akan membayangi masa depan dan bahwa kepemimpinannya akan membawa manfaat nyata bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya elite

Esai Bangkok Post disandingkan Esai Times

Menyusul esai di Bangkok Post edisi 15 Oktober 2024, menyatakan bahwa Pemerintahan Probowo terhitung 20 Oktober 2024 tidak akan mengenal kelompok oposisi, karena PDIP telah diapproach Prabowo dan diwanti-wanti bahwa oposisi tidak ada di parlemen. Ini hanya berarti koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari 8 partai akan menguasai parlemen, terlebih setelah Ketum PDIP Megawati memberi lampu hijau kepada Prabowo akan parlemen yang dikondisikan seperti itu agar pemerintahan Prabowo dapat menjalankan agendanya tanpa adanya gangguan yang berarti dari katakanlah kelompok oposan.

Menyandingkan esai Bangkok Post edisi 15 Oktober 2024 dengan esai Times edisi 14 Oktober 2024 memberikan perspektif yang lebih utuh tentang potensi arah pemerintahan Prabowo Soebianto. Kedua esai tersebut, meski fokus pada aspek berbeda, bersama-sama mencerminkan dinamika kepemimpinan, strategi politik, dan implikasi terhadap demokrasi Indonesia di masa yad.

1. Komparasi perspektif : narasi personal vs realitas politik

Esai Times menitikberatkan biografi pribadi dan transformasi kepemimpinan Prabowo melalui pengalaman militer, kedekatan dengan wong cilik, dan jaringan elite politik. Ini berfungsi membentuk citra personal bahwa kepemimpinannya akan menggabungkan ketegasan dan empati untuk menciptakan kebijakan pro-rakyat. Fokusnya ada pada bagaimana Prabowo akan membangun citra diri sebagai pemimpin kuat dengan pemahaman akar rumput.

Esai Bangkok Post lebih pragmatis dan fokus pada dinamika kekuasaan dan pengaruh koalisi politik, dengan penekanan pada bagaimana pemerintahan Prabowo akan mengkondisikan parlemen tanpa oposisi. Di sini, narasi tidak lagi sekadar tentang karakter dan visi, tetapi realitas kontrol kekuasaan, di mana dukungan dari partai-partai besar seperti PDIP menjadi alat untuk mengamankan agenda politik tanpa gangguan berarti.

Kedua esai ini menggambarkan sisi berbeda namun saling melengkapi: Times fokus pada narasi idealistik kepemimpinan Prabowo, sementara Bangkok Post lebih menyoroti realitas politik yang bersifat strategis dan potensi konsentrasi kekuasaan tanpa oposisi efektif.

2. Koalisi tanpa oposisi : dampak dan konsekuensi

Esai Bangkok Post menyoroti bahwa pemerintahan Prabowo akan dijalankan dengan koalisi besar yang menguasai parlemen, tanpa ruang signifikan bagi oposisi. Jika PDIP - partai dengan suara besar - telah memberikan dukungan penuh dan tidak ada kelompok penyeimbang di parlemen, ini bisa menimbulkan beberapa konsekuensi.

Efektivitas dalam eksekusi kebijakan. Dengan parlemen yang sepenuhnya terkondisikan, pemerintahan Prabowo dapat menjalankan agenda kebijakannya tanpa hambatan. Ini selaras dengan narasi Times, yang menggambarkan Prabowo sebagai sosok dengan visi besar dan pengalaman eksekutif. Namun, konsentrasi kekuasaan ini juga berisiko mengurangi transparansi dan akuntabilitas.

Erosi demokrasi deliberative. Dalam sistem demokrasi, oposisi berperan sebagai kontrol dan penyeimbang (checks and balances). Narasi dari Bangkok Post menunjukkan potensi monopoli kekuasaan, yang dapat memicu kekhawatiran terkait kesehatan demokrasi Indonesia dan risiko kembalinya pola kepemimpinan ala Orde Baru yang otoritarian. Ini berlawanan dengan citra empatik dan peduli wong cilik yang ingin ditonjolkan dalam esai Times.

3. Analisis strategi politik : rekonsiliasi vs monopoli kekuasaan

Rekonsiliasi dengan PDIP mencerminkan strategi pragmatik dari Prabowo untuk menghindari konflik politik berkepanjangan. Dengan memperoleh dukungan dari PDIP dan partai-partai lain, Prabowo membangun koalisi besar yang memungkinkan stabilitas di awal masa pemerintahannya.

Namun, koalisi tanpa oposisi membuka ruang bagi otoritarianisme terselubung. Jika parlemen dikendalikan sepenuhnya oleh eksekutif, tidak ada mekanisme efektif untuk mengoreksi kebijakan atau keputusan yang berpotensi merugikan publik. Ini memperkuat kekhawatiran bahwa kepemimpinan Prabowo bisa mengambil bentuk paternalistik dan terpusat, seperti yang digambarkan dalam bagian esai Times tentang warisan masa Orde Baru.

4. Potensi implikasi : stabilitas atau otoritarianisme?

Narasi Times mencoba meyakinkan publik bahwa Prabowo adalah pemimpin yang mampu membawa stabilitas dan kemajuan, dengan perhatian khusus pada wong cilik. Namun, stabilitas ini, menurut Bangkok Post, tampaknya dicapai melalui penghapusan oposisi efektif, bukan melalui konsensus politik inklusif.

Risiko demokrasi procedural : Koalisi besar yang menguasai parlemen bisa melemahkan praktik demokrasi prosedural, di mana perdebatan dan diskusi kebijakan menjadi minim. Meski stabilitas bisa terjaga, penghapusan oposisi berpotensi mengalienasi sebagian masyarakat dan mengurangi legitimasi demokrasi.

Perspektif utuh tentang pemerintahan Prabowo

Kedua esai tersebut memberikan gambaran komprehensif tentang arah kepemimpinan Prabowo.

Esai Times menggambarkan Prabowo sebagai sosok dengan visi besar yang ingin membangun Indonesia dengan pendekatan tegas namun humanis.

Esai Bangkok Post menekankan realitas politik di balik pemerintahan yang dipimpin Prabowo, yakni stabilitas melalui koalisi besar tanpa oposisi.

Jika kedua narasi ini disandingkan, terlihat bahwa kepemimpinan Prabowo akan berada di persimpangan antara stabilitas dan risiko otoritarianisme. Ia akan menikmati dukungan luas di parlemen, tetapi tantangannya adalah memastikan kekuasaan tetap transparan dan akuntabel agar kepentingan publik tetap terjamin.

Sukses atau gagalnya kepemimpinan Prabowo akan bergantung pada kemampuannya menyeimbangkan kontrol politik dengan keterbukaan dan partisipasi publik.

Lihat :

https://time.com/7022858/prabowo-subianto-indonesia-jokowi/

https://www.bangkokpost.com/world/2884103/indonesia-faces-possibility-of-opposition-free-parliament?utm_campaign=Article&utm_source=article_suggestion_world&utm_medium=reccommended&utm_content=suggestion-article

Joyogrand, Malang, Thu', Oct' 17, 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun