Perang Gaza Antara Kenyataan dan Propaganda Antisemitism
Mencekamkah Perang Gaza. Iya dari kacamata Antisemitism, yi bagi pihak-pihak yang pro Arab-Palestina korban propaganda Hamas-Iran. Tapi kalau dari kacamata warfare, masalah Gaza itu jauh lebih kecil ketimbang Perang Sipil Syria, Perang Ukraina, Perang Saudi-Houthi di Yaman, bahkan Perang Lebanon tahun 1983 ketika puluhan Marinir AS tewas dihantam bom bunuh diri Hezbollah yang berkekuatan kl 20 ton bom berdayaledak tinggi.
Dalam bola dunia sekarang, AS boleh dikata hampir tiap hari meningkatkan tekanan untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza. Menlu AS bolak-balik mengajukan proposal ke kelompok teror Hamas, berbicara dengan mediator Qatar dan Mesir. Sebaliknya dalam konteks propaganda, serangan udara Israel yang dihembus-hembuskan dilakukan setiap hari di Rafah, bagian selatan Gaza, telah dan akan selalu menewaskan warga eksodus Gaza. Itu menurut catatan rumahsakit setempat atau Kemenkes Gaza versi Hamas, tanpa disertai bukti akurat yang bisa ditunjukkan kepada media dunia, kecuali foto-foto mayat yang telah diphotoshop seakan mayat kedaluwarsa itulah korban Gaza terkini.
Melu AS Antony Blinken mendesak Hamas untuk menerima proposal terbaru yang diajukan AS, dengan menyebutnya sebagai "kemurahan hati yang luarbiasa" dari pihak Israel.
Menurut seorang pejabat Mesir dan media Israel, Israel telah melunakkan posisinya, dengan menurunkan jumlah sandera yang mereka minta agar Hamas membebaskan sandera Israel selama fase enam minggu awal gencatan senjata dengan imbalan pembebasan ratusan warga Arab-Palestina dari penjara Israel.
Apakah hal tsb sudah cukup untuk mengatasi kekhawatiran Hamas mengenai gencatan senjata tahap kedua. Masalahnya Yahya Sinwar dkk berkeyakinan tetap akan dihabisi IDF di terowongan Rafah persembunyian terakhir mereka. Apakah 4 brigade terakhir Hamas yang tersisa disini akan diampuni Israel, atau mereka keluar terbungkuk-bungkuk dari terowongan persembunyiannya itu untuk menyerah tanpa syarat kepada Israel.
Ini semua dapat dilihat dari proposal tandingan Hamas yang menuntut pembebasan semua sandera adalah batas akhir serangan Israel selama hampir tujuh bulan di Gaza dan penarikan total IDF dari wilayah yang hancur tsb. Sementara Israel hanya menawarkan jeda panjang, dan berjanji bahkan bertekad akan melanjutkan serangannya, setelah jeda gencatan senjata selesai, sampai Hamas hancurlebur dan tidak lagi menjadi ancaman bagi keamanan Israel.
Masalah inilah yang menghambat upaya mediator AS, Mesir, dan Qatar selama perundingan berbulan-bulan.
Boleh saja dikatakan Israel berada di persimpangan jalan, yi mencapai kesepakatan yang berpotensi mengakhiri perang, memberikan manfaat yang mencakup normalisasi hubungan dengan Arab Saudi, atau melanjutkan rencana penghancuran total Hamas di terowongan persembunyian terakhir mereka di Rafah. Apabila serangan maut ke Rafah adalah pilihan Israel yang tak lagi bisa ditawar, maka Israel menghadapi risiko mengalami isolasi internasional. Bagi Israel pengisolasian tsb adalah gertakan belaka seiring dengan propaganda Antisemitisme yang semakin digencarkan di AS dan Eropa. Toh Israel dan Iran sudah dalam keadaan dtente sekarang ini pasca serang-menyerang keduanya berhenti.
Sekutu terdekat Israel, AS, dan negara-negara lain telah berulang kali mengingatkan agar Israel tidak melakukan serangan terhadap Rafah, dengan mengatakan hal itu akan menimbulkan lonjakan korban jiwa dan memperburuk bencana kemanusiaan . Lebih dari 1 juta warga Arab-Palestina mencari perlindungan di Rafah setelah melarikan diri dari pertempuran di tempat lain. Tapi seruan tsb adalah bahasa lain diplomasi AS bahwa Israel takkan mungkin bisa dihentikan propaganda dunia untuk menyelamatkan Sinwar dan Hamas begitu saja.