Sementara itu Golkar unggul di Pileg Kabupaten Sukabumi, Marwan Hamami yang sudah melalui 2 periode kekuasaan, kini didorong untuk maju dalam Pilgub Jabar, dengan harapan Hamami akan lebih memperhatikan kemajuan daerah ini lebih lanjut.
Hasil Pleno KPU Kabupaten Sukabumi mencatat Golkar berhasil meraih suara terbanyak di Kabupaten Sukabumi pada Pileg 2024. Partai berlambang pohon beringin itu sukses meraup 252.887 suara dan berpotensi memenangkan 10 kursi legislatif.
Atas raihan tersebut, kepemimpinan Marwan Hamami selaku Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Sukabumi kemudian mendapatkan apresiasi dari sejumlah tokoh masyarakat. Banyak warga yang menaruh harapan agar Marwan Hamami dengan figur kepemimpinannya yang kuat itu mau membawa aspirasi masyarakat Kabupaten Sukabumi ke tingkat lebih tinggi, yakni sebagai Gubernur Jawa Barat atau Jabar satu.
Potensi
Kota Sukabumi adalah sebuah kota di Jawa Barat. Kota ini merupakan enklave dari Kabupaten Sukabumi. Kota Sukabumi memiliki luas wilayah 48,33 km, dan merupakan kota terkecil ketiga di Jawa Barat.
Kota Sukabumi dikenal dengan keindahan alamnya. Kota ini dikelilingi oleh pegunungan dan sungai, dan memiliki beberapa destinasi wisata alam yang populer, seperti Pantai Pelabuhan Ratu, Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Curug Cikaso.
Nama "Sukabumi" berasal dari bahasa Sunda, "suka" dan "bumen" yang berarti menetap. Jika digabungkan, Sukabumi berarti tempat yang disukai untuk menetap. Penjelasan lain adalah bahwa nama "Sukabumi" berasal dari bahasa Sansekerta suka, "kesenangan, kebahagiaan, kesukaan" dan bhumi, "bumi".
Potensi Sukabumi raya atau Kabupaten Sukabumi sesungguhnya sudah cukup jelas. Sudah sejak lama daerah ini adalah daerah Perkebunan, utamanya Karet dan Teh, dan terakhir cengkeh sempat merajai pada tahun 1960-1970-an. Wilayah pantainya yang cukup luas di Pelabuhan Ratu yang sekarang jadi ibukota Kabupaten Sukabumi, juga luarbiasa kekayaan lautnya, terutama jenis ikan tuna, lobster pun tak kurang.
Selain potensial sebagai daerah perkebunan, Sukabumi pun terkenal dengan obyek-obyek wisata alamnya, terlebih dengan ditetapkannya Ciletuh sebagai Geopark. Hanya tinggal bagaimana mengembangkannya secara berkelanjutan.
Yang jadi masalah adalah kota Sukabumi, disamping wilayahnya sempit tak berubah dari masa ke masa, juga kota ini jadi pusat urbanisasi tiada henti. Mau tidak mau dalam perjalanan waktu kota yang dulu disebut "Belanda Mini" ini menjadi berantakan, banyak sudah legacy Hindia Belanda yang nggak tahu lagi ntah dimana rimbanya.
Semua Walikota yang pernah menjabat memang menjanjikan sebuah perubahan. Masalahnya perubahan apa dulu. Apa hanya sekedar bisa menggelontorkan uang untuk mengubah pasar tradisional Pelita menjadi pasar modern misalnya. Apa itu sudah mengubah kota dalam arti berkemajuan yang terukur. Dengan asal mengizinkan bangun ini itu di pusat kota, apa itu sudah sebuah kemajuan, sementara kita tak pernah tahu kemana Mayawati yang dulu, kita nggak tahu lagi kawasan Ciklole yang indah dengan segala legacy Belanda disitu, mana Jln Bhayangkara yang dulu. Semua menjadi kebingungan karena asal main tebas dan menganggap itu sebagai perubahan.