Perspektif sejarah
Dalam praktik, kecurangan dalam politik bukanlah fenomena baru yang mengejutkan.
Pada awal kemerdekaan, era Orla dan era Orba, istilah "curang" memang sudah digunakan, tapi tidaklah sepopuler sekarang, misalnya manipulasi hasil pemilu, intimidasi terhadap lawan politik, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Yang membedakannya secara signifikan adalah istilah "curang" mulai berkonotasi politis yang lebih kuat pada era reformasi. Hal ini ditandai dengan beberapa peristiwa penting, seperti lengsernya Gus Dur pada tahun 2001, yang banyak diwarnai dengan tuduhan kecurangan dan manipulasi politik; kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang marak terjadi di era reformasi, yang semakin memperkuat citra "curang" dalam politik; munculnya media sosial, yang memungkinkan penyebaran informasi dan propaganda politik yang lebih cepat dan masif, termasuk informasi yang menyesatkan dan provokatif.
Kasus Gus Dur adalah salah satu contoh bagaimana istilah "curang" digunakan dalam konteks politik Indonesia. Gus Dur dilengserkan dari jabatannya sebagai presiden melalui Sidang Istimewa MPR yang kontroversial, di mana banyak pihak yang menuduh adanya kecurangan dan manipulasi.
Di masa lalu pra Orla, Orba dan Orde Reformasi, kecurangan pastilah ada, sebagaimana anak-anak tukang nyontek di sekolah. Hanya, perang kemerdekaan ketika itu sangat merepotkan, dan kita hanya mengenal pejuang dan pengkhianat ketika itu. Lalu penjahat dan penipu ada di pihak penjajah Belanda.
Pramoedya Ananta Toer melalui karya-karyanya memberikan kritik tajam terhadap kecurangan yang terjadi di berbagai masa. Dia mengingatkan kita bahwa kecurangan adalah penyakit yang dapat merusak bangsa dan menindas rakyat.
Dia menggambarkan kecurangan dalam berbagai konteks, dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, hingga masa Orde Baru. Dalam Bumi Manusia, Ia menceritakan kehidupan Minke, seorang pribumi terdidik yang mengalami diskriminasi dan kecurangan dari pemerintah kolonial Belanda. Salah satu contohnya adalah Minke ditipu oleh Annelies, kekasihnya, dan Robert Mellema, atasannya. Dalam Jejak Langkah, Ia mengisahkan tentang perjuangan para pemuda Indonesia melawan penjajah Belanda. Kecurangan yang digambarkannya disini adalah ketika para pemuda dibohongi oleh Belanda tentang perundingan.
Pramoedya juga berkisah dengan latar belakang Orla dalam buku Anak Semua Bangsa. Bagaimana kehidupan para pemuda Indonesia setelah kemerdekaan. Salah satu kecurangan yang digambarkan adalah ketika terjadi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh para pejabat.
Dalam novel Gadis Pantai, ia menceritakan tentang kehidupan masyarakat di bawah rezim Orba yang represif. Kecurangan yang digambarkannya disini adalah ketika terjadi manipulasi hasil pemilu dan penangkapan para aktivis politik.
Beberapa quote dari karya Pramoedya Ananta Toer yang berkaitan dengan kecurangan dari masa ke masa antara lain "kejahatan terbesar adalah menipu rakyat" (Bumi Manusia); "kebohongan adalah senjata paling ampuh untuk menindas rakyat" (Jejak Langkah); "ketidakadilan adalah penyakit yang menggerogoti bangsa" (Anak Semua Bangsa); "Kebebasan adalah hak yang tidak boleh dirampas" (Gadis Pantai).