Toba : Dilema DPSP dan Banjir Bandang
Di Tengah keceriaan warga Toba karena perhelatan pertama powerboat F1H2O di Balige akhir Pebruali lalu menyusul Aquabike Jetski Championship akhir Nopember yang baru silam di 4 Kabupaten se-Danau Toba yang kemudian ditutup di Balige yang venue-nya (legacy F1H2O) sudah lengkap dan sangat representatif untuk perlombaan air dunia. Kini warga Toba rada mendung. Apa pasal. Kebanjiran lagi di awal musim penghujan ini, bahkan terjadi banjir bandang di Humbahas atau Humbang Hasundutan.
Lingkar Toba, termasuk pulau Samosir, Â bahkan tanah Batak secara keseluruhan adalah medan yang indah dipandang dari kelak-kelok Bukit Barisan di sekitarnya. Indah, tapi disebut juga "ngeri-ngeri sedap". Sedap karena keindahan alamnya, tapi ngeri karena jalanannya terjal turun-naik berkelak-kelok yang kalau silap sedikit bisa langsung terjun bebas ke jurang.
Kontur tanah Batak di dataran tinggi memang seperti itu. Anak Sungai ada dimana-mana yang dalam perjalanan waktu telah mencari jalannya sendiri, seperti Aek Sigeaon di Tapanuli utara, dan Sungai yang banjir bandang sekarang DAS Asahan Toba, Humbang, yi sub das Nambunga yang melewati Desa Simangulampe, Lintong Ni Huta, Humbahas.
Banjir bandang melalui sub das Nambunga menerjang Desa Simangulampe, Kecamatan Baktiraja, pada Jumat malam ybl. Material berupa batuan besar, lumpur, dan batang pohon dari atas bukit menerjang desa yang berada di tepi Danau Toba itu. Yang mengenaskan pemukiman penduduk di sekitar banjir bandang kena hantaman telak.
12 orang dinyatakan hilang terseret arus air dan tenggelam di Danau Toba. Sejauh ini baru 2 yang ditemukan, karena Tim Sar sulit menemukan korban di kekeruhan air karena erosi diseret air deras begitu, Para penyelam hanya bisa menyelam sedalam 3 meter dalam kondisi keruh seperti itu.
Sebelum banjir bandang dan longsor awal Desember itu, pada 13 dan 14 Nopember lalu juga terjadi bencana serupa di Samosir dan Humbahas. Â Hujan deras menyebabkan Sungai Aek Silang, di Kecamatan Baktiraja, Humbahas, meluap. Banjir bandang menghantam pemukiman dengan air yang membawa lumpur, kayu, batu, maupun pasir.
Untuk tahu bagaimana profil tanah Batak yang sebenarnya. Kita ambil contoh kalau kita melakukan perjalanan dari kota Tarutung ke Kecamatan Pangaribuan kl 50 Km. Sepanjang jalan yang kita lalui, kita akan melihat sebagian besar daerah berkelak-kelok di dataran tinggi itu adalah daerah patahan. Kiri-kanan jalan akan kita lihat pohon-pohon Pinus. Pinus disini disebut Pinus Batak, karena punya ciri khusus, yi pohonnya menjulang tinggi, lurus, dan diameternya sangat besar. Pinus rata-rata yang kita lihat sekarang ini di pinggir jalan adalah pinus kecil dan medium dengan jari-jari 10-15 Cm. Dimana yang besar. Pastinya di kedalaman, sebab yang besar-besar di pinggir jalan sudah ditebang dan yang kita lihat sekarang adalah penggantinya, yang baru akan ditebang sekurangnya 10 tahun yad. Jadi kalau mau cari yang besar, anda diminta dengan hormat berjalan ke kedalaman pada jari-jari 10 meter ke atas.
Tak heran perbukitan sepanjang perjalanan itu kebanyakan gundul hanya dihuni sejumlah Pinus Batak. Yang ada hanya yang berdiameter 10-15 Cm. Itu pun kalau duit sudah cekak, terpaksa harus ditebang ntah oleh pemiliknya ntah oleh siapa. Yang penting pinus-pinus itu ditebang untuk dijual demi sejengkal perut.