Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Contingency Plan untuk Lahan Pemakaman di Jakarta

21 Juni 2023   13:05 Diperbarui: 22 Juni 2023   09:00 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lahan TPU yang semakin terbatas di Jakarta. (Foto: Parlin Pakpahan)

Peruntukan lahan di ibukota Jakarta memang tidak semudah dekade 1960-1970-an. Meski demikian, lahan pemakaman itu tetaplah harus ada, begitu juga di daerah. 

Lahan pemakaman adalah kewajiban sosial semua pihak untuk mengupayakan agar lahan pemakaman tetap tersedia. Lahan pemakaman adalah sebuah kebutuhan sosial yang bersifat permanen.

Dengan populasi sekarang yang mendekati 12 juta jiwa, Jakarta sesungguhnya sedang menuju perjalanan menjadi kota dunia. 

Bahkan dalam berbagai cinematografi masa kini Jakarta sudah cukup banyak dijadikan lokasi utama untuk shooting film, baik untuk karya cineas dalam negeri maupun luar negeri. Hanya yang jernih dalam melihat Jakarta adalah jenis film dokumenter. Sayang karya dokumenter seperti itu tak banyak.

Mengutip statistik jakarta.go.id, jumlah TPU yang dikelola Pemprop DKI Jakarta sekarang ini kl 82 TPU dengan luasan lahan kl 6.070.955 M2 (607,095 Ha). 82 TPU itu terbagi dalam 24 zona. Jaktim memiliki TPU terbanyak yi 34 TPU, Jakpus terkecil yi 4 TPU.

5 TPU terluas diduduki oleh TPU Pondok Ranggon, Jaktim; TPU Pegadungan, Jakbar; TPU Semper Timur, Jakut; TPU Tegal Alur, Jakbar; TPU Pondok Kopi, Jaktim. Kelima TPU tsb mempunyai luas lahan di atas 400 ribu meter persegi (40 Ha).

Lima TPU dengan luas lahan terkecil diduduki oleh TPU Rawa Badak Selatan, Jakut; TPU Pejaten Timur, Jaksel; TPU Bintaro, Jaksel; TPU Cipinang Melayu, Jaktim; TPU Cibubur, Jaktim. Kelima TPU ini luasnya di bawah 3 ribu M2 (0,3 Ha).

Rata-rata kematian per hari kita tak tahu pasti, karena disini banyak elemen yang bertali temali, prevalensi penyakit mematikan misalnya, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan insidentil entah warga ybs kesetrum listrik tegangan tinggi ketika otak-attik kabel di atap rumah, peristiwa kebakaran, tewas karena aksi terorisme dll.

Ilustrasi lahan TPU yg harus dicagarkan malah berantakan di Sukabumi. (Foto: Parlin Pakpahan)
Ilustrasi lahan TPU yg harus dicagarkan malah berantakan di Sukabumi. (Foto: Parlin Pakpahan)

Yang paling mudah, mengutip beritasatu.com, rata-rata warga yang dikebumikan di Jakarta adalah 100 orang per hari. Bayangkan satu bulan 3000 orang dikebumikan, dan satu tahun harus dapat menampung kl 1.095.000 jenazah di tpu-tpu yang ada di Jakarta dengan luasan kl 6.022,500 M2 (0,602 Ha).

Sekalipun sampai saat ini Pemprop DKI Jakarta optimis untuk memperluas lahan TPU, ini tentu tak semudah tempo  doeloe. Jakarta bagaimanapun akan sampai pada titik kulminasi dimana lahan pemakaman umum tak mungkin lagi diperluas.

Bukan masalah baru

Krisis lahan pemakaman bukan barang baru bagi Jakarta. Persoalan ini sudah ada sejak Jakarta mulai ditata modern oleh Bang Ali Gubernur DKI Jakarta yang fenomenal di zaman Orba. 

Dalam perjalanan waktu TPU Blok P Kebayoran Baru, Jaksel, misalnya. TPU itu terpaksa harus digusur dan berganti fungsi menjadi perkantoran Walikota Jaksel, dan sebagian lainnya untuk kondominium yang bersebelahan dengan kompleks perumahan Depkeu di Jln. Bank.

Di masa 3 tahun pandemi, masalah ini menjadi rumit, karena angka pemakaman tiba-tiba melonjak, seperti pada 1 maret 2020 hingga 21 Januari 2021, total ada 49.994 pemakaman jenazah di seluruh Jakarta. Rata-rata terjadi 153 pemakaman orang setiap harinya -- lih cnnindonesia.com, Pebruari 2021.

Faktor penyebab kematian itu al sakit biasa, usia tua. Data sampai 2019 menunjukkan penduduk di atas 60 tahun di Jakarta mencapai 1.282.152 orang, baik lelaki maupun perempuan.

Suasana pemakaman yang agak longgar di pinggiran Bekasi. (Foto: Parlin Pakpahan)
Suasana pemakaman yang agak longgar di pinggiran Bekasi. (Foto: Parlin Pakpahan)

Satu petak makam membutuhkan lahan sekitar 5,5 M2. Angka itu dari 1,5X2,5 M petak makam, ditambah sedikit luasan sarana dan prasarana. Jika diambil angka 153 orang yang dimakamkan per harinya, maka kebutuhan lahan makam di Jakarta  per tahunnya akan seluas 307.147,5 m2 (30,71 Ha). Repot memang.

Persoalan lahan

Ada 3 faktor yang menyebabkan kurangnya lahan untuk pemakaman umum. Pertama, karena masifnya pembangunan di tengah kota yang akhirnya menggusur TPU-TPU. 

Kedua, cara pemakaman masih konvensional, yi satu lubang untuk satu jenazah. Dengan jumlah katakanlah rata-rata 100 pemakaman orang per hari, menjauh dari angka dimasa pandemi yi 153 orang per hari, maka satu lubang satu jenazah, lahan pemakaman itu tidak akan cukup. 

Ketiga, pengadaan lahan makam di Jakarta sangat lambat. Lahan yang tersisa sekarang adalah lahan mati yang sulit digarap. Perluasan lahan TPU di  kota pasti sulit, maka alternatif di pinggiran Jakartalah yang masuk akal. Itu pun harus tidak berdekatan dengan pemukiman warga.

Jadi jelas harus ada contingency plan untuk ini, misalnya didahului dengan melakukan sosialisasi terhadap warga agar mau dan nanti terbiasa menumpangkan anggota keluarga lainnya dalam satu lubang. 

Juga perlu dilakukan sosialisasi tentang kremasi jenazah. Ini tentu harus dibarengi penyediaan tempat khusus di mana jenazah yang sudah diperabukan itu disemayamkan.

Setidaknya di sebuah gedung yang telah dirancang khusus yang dapat menampung kl 10-20.000 guci abu jenazah, lengkap dengan sarana dan prasarana tambahan seperti keluarga dapat mencantolkan bunga yang telah ada wadahnya khusus di situ, termasuk anggota keluarga dapat berdiri berbanjar ketika berkunjung ke persemayaman abu jenazah tsb.

Biaya pemakaman

Beaya pemakaman tak ada yang pasti. Tapi biasanya dikenakan sewa petak makam Rp 250-350 ribu per 3 tahun. Sewa mobil ambulans Rp 100 ribu, Tukang gali kubur Rp 350 ribu dst.

Contoh TPU Perwira di Bekasi Utara, sudah hampir 4-5 tahun ini TPU tsb dibebaskan dari retribusi perpanjangan izin tanah makam. 

Dalam perjalanan waktu, lahan pemakaman yang semula beretribusi ini dengan usia pakai interval 10 tahun, kemudian menjadi 5 tahun dan sejak era Pak Efendi Walikota Bekasi, izin itu diperpendek lagi menjadi 3 tahunan, dibarengi bebas dari retribusi. 

Masih retribusi dipungutpun beaya untuk itu tak terlalu memberatkan, karena kita hanya bayar Rp 250.000 untuk perpanjangan. 

Juga sewaktu kita mencari lahan di masa itu belum sulit, dan kita pun hanya membayar uang jasa penggalian lubang makam dan uang sewa lahan pertama yang tak sampai jutaan seperti sekarang. 

Ada malah TPU di Tangerang yi TPU Pondok Benda yang belum mempunyai UPT, sekalipun TPUnya sudah semakin memadat. 

Pemungutan beaya pemakaman disini relatif, bisa besar, bisa kecil, bergantung bagaimana pendekatan keluarga almarhum, bahkan beaya pembangunan makam pun bergradasi.

DI TPU Karet Bivak lahan TPU sudah penuh, kalaupun ada yang berhasil untuk memakamkan keluarganya disana sekarang, ini tentu tak lepas dari kasak-kusuk cari koneksi. 

Ini bergantung pada pejabat yang berwenang, apakah tetap tega disangoni karena berhasil menggolkan satu petak lahan makam bagi yang berkepentingan dst.

Secara keseluruhan adalah tak logis kalau koneksiisme soal lahan makam ini bagian dari kejahatan birokrasi. 

Koneksiisme disini lebih banyak dari kedekatan hubungan si peminta tolong dengan pejabat terkait untuk dicarikan petak makam. Lain halnya kalau tanah di Jakarta memang selangit harganya. Jangan ditanya. Inilah persoalan itu.

Ilustrasi pemakaman keluarga di tanah sendiri di Sukabumi. (Foto: Parlin Pakpahan)
Ilustrasi pemakaman keluarga di tanah sendiri di Sukabumi. (Foto: Parlin Pakpahan)

Sebagai RTH

Ada pertanda TPU sekarang sudah mulai disinkronkan dengan pandangan bahwa TPU adalah Taman Bahagia yang artinya TPU seyogyanya dirancang hijau asri tanpa kesan menyeramkan. 

Di beberapa area sudah dilakukan seperti itu, misalnya TPU Menteng Pulo. Warga yang memakamkan anggota keluarganya disitu tidak perlu lagi harus membangun beton permanen, tapi cukup batu nisan  dengan rerumputan hijau di atas pusara yang menandai petak makam, selebihnya adalah tanggungjawab UPT yang melayani disitu untuk merawatnya. Jadi ada keseragaman hijau, asri, damai dan teduh. 

Dalam konteks ini Pemprop DKI melalui UPTnya dapat berkreasi menciptakan suasana asri, damai dengan anek pepohonan hijau dan bebungaan yang meneduhkan sebagaimana RTH atau Ruang Terbuka Hijau sekarang.

Memang seharusnyalah TPU itu bukan tempat yang menyeramkan, tapi tempat peristirahatan yang bernuansa tentram, damai dan teduh, bahkan ada konsep tapi sudah menjauh ke Karawang sana yi San Diego Hill Cemetery. 

Di sini petak makam adalah semacam HGB yang frequently diperpanjang, bisa disewa untuk satu keluarga berisi 8 petak makam dengan harga sewa hampir 2 milyar untuk jangka waktu tertentu, bisa disewa untuk single dengan beaya pemakaman include sewa makam hampir Rp 200 juta, selebihnya adalah urusan San Diego Cemetery yang menciptakan hijau lestari di pemakaman itu.

Pengalaman daerah

Lahan pemakaman di Malang untuk sekadar contoh adalah lahan pemakaman yang sebagiannya masih diswakelola warga di perkampungan tertentu yang dalam hal ini merupakan legacy dari kebiasaan leluhur tempo doeloe.

Kebiasaan ini seiring dengan perjalanan waktu mulai bergeser, tapi sebagai gantinya setidaknya ada KPR-BTN tempo doeloe yang menyediakan lahan pemakaman warga di perumahan tsb, biasanya di halaman paling belakang perumahan dengan luas antara 2-3 Ha.

Kalaupun ini juga sudah mulai tergusur oleh properti serupa yang tidak lagi dijembatani BTN, tapi pengalaman seperti ini sepatutnya dijadikan masukan berharga oleh Pemprop DKI Jakarta.

Soal mengapa konsep itu hanya bisa jika dijembatani BTN, itu tak terlalu penting. Yang terpenting bagi Pemkot Malang adalah memberlakukan kembali kebiasaan KPR-BTN Tempo doloe. 

Pemkot hanya bertugas memfasilitasi developer ybs bahwa lahan makam harus dan wajib dialokasikan, karena itu adalah kebutuhan sosial yang permanen.

Beberapa alternatif

Tak mudah mensolusikan perluasan lahan makam di Jakarta. Tapi bagaimanapun tetap harus diupayakan contingency plan sbb :

1. Kerjasama antar daerah, dimana Pemprop DKI seyoyanya bekerjasama dengan tetangga terdekat seperti Bogor, Tangerang, Bekasi dan Depok. 

Kemungkinan terbesar adalah bekerjasama dengan Pemkab Bogor, apakah Pemprop DKI bisa membeli atau menyewa lahan pemakaman dari Pemkab Bogor. 

Begitu lahan dimaksud berpindah tangan ke Pemprop DKI, otomatis tanah makam itu dilengkapi UPT Jakarta selatan, utara, barat atau timur, bergantung peruntukannya. UU Kerjasama antar daerah terbuka lebar untuk kerjasama sosial semacam ini, hanya tinggal bagaimana pendekatannya.

2. Memasyarakatkan makam keluarga yang ditimbun bersusun. Konsep ini perlu disosialisasikan secara intensif bahkan ekstensif, karena bagaimanapun sudah dari sononya makam itu bersifat personal meski dalam satu keluarga. 

Seyogyanya pemasyarakatan pola makam ditimbun bersusun ini harus bekerjasama dengan stakeholder seperti para rohaniawan, institusi keagamaan dan sebangsanya, dengan maksud bagaimana agar masyarakat lebih memahami konsep pemakaman seperti ini karena Jakarta yang terkondisi harus seperti itu solusinya.

3. Memfasilitasi pihak REI agar mengalokasikan lahan pemakaman untuk warga perumahan. Alokasi lahan makam adalah harus dan wajib bagi anggota REI di lingkup kepropertiannya.

4. Memasyarakatkan pengabuan jenazah, disertai kesiapan Pemprop DKI Jakarta menyiapkan dinas pelayanannya sendiri dengan tempat kremasi jenazah, disertai pembangunan gedung bertingkat tempat penyimpanan abu kremasi yang dibagi-bagi dalam model cluster. 

Ilustrasi sebuah TPU tanpa pelaksana tetap UPT di Tangerang. (Foto: Parlin Pakpahan)
Ilustrasi sebuah TPU tanpa pelaksana tetap UPT di Tangerang. (Foto: Parlin Pakpahan)

Tidak seperti Grand Heaven yang dikelola swasta daerah Pluit yang tentu hanya orang berada saja yang mampu dikremasi disitu dengan segala pelayanannya yang wah, termasuk tempat abu jenazah disemayamkan. 

Pemprop DKI Jakarta di samping harus memiliki mesin kremasi sendiri, juga siap membangun gedung bertingkat untuk persemayaman abu jenazah.

Tak ada solusi yang sempurna untuk mengakomodasi lahan pemakaman di Jakarta, karena Jakarta akan semakin pesat perkembangannya menjadi kota dunia. Tapi janganlah mengorbankan kebutuhan sosial yang permanen ini, Karenanya Jakarta tetap harus menoleh pada contingency plan sebagaimana terurai di atas.

Joyogrand, Malang, Wed', June 21, 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun