2. Memasyarakatkan makam keluarga yang ditimbun bersusun. Konsep ini perlu disosialisasikan secara intensif bahkan ekstensif, karena bagaimanapun sudah dari sononya makam itu bersifat personal meski dalam satu keluarga.Â
Seyogyanya pemasyarakatan pola makam ditimbun bersusun ini harus bekerjasama dengan stakeholder seperti para rohaniawan, institusi keagamaan dan sebangsanya, dengan maksud bagaimana agar masyarakat lebih memahami konsep pemakaman seperti ini karena Jakarta yang terkondisi harus seperti itu solusinya.
3. Memfasilitasi pihak REI agar mengalokasikan lahan pemakaman untuk warga perumahan. Alokasi lahan makam adalah harus dan wajib bagi anggota REI di lingkup kepropertiannya.
4. Memasyarakatkan pengabuan jenazah, disertai kesiapan Pemprop DKI Jakarta menyiapkan dinas pelayanannya sendiri dengan tempat kremasi jenazah, disertai pembangunan gedung bertingkat tempat penyimpanan abu kremasi yang dibagi-bagi dalam model cluster.Â
Tidak seperti Grand Heaven yang dikelola swasta daerah Pluit yang tentu hanya orang berada saja yang mampu dikremasi disitu dengan segala pelayanannya yang wah, termasuk tempat abu jenazah disemayamkan.Â
Pemprop DKI Jakarta di samping harus memiliki mesin kremasi sendiri, juga siap membangun gedung bertingkat untuk persemayaman abu jenazah.
Tak ada solusi yang sempurna untuk mengakomodasi lahan pemakaman di Jakarta, karena Jakarta akan semakin pesat perkembangannya menjadi kota dunia. Tapi janganlah mengorbankan kebutuhan sosial yang permanen ini, Karenanya Jakarta tetap harus menoleh pada contingency plan sebagaimana terurai di atas.
Joyogrand, Malang, Wed', June 21, 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H