Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Israel Terjepit Temple Mount dan Terorisme

30 Januari 2023   16:40 Diperbarui: 30 Januari 2023   16:43 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Clash di Temple Mount. Foto : businessinsider.com

Sejak awal 1900-an Israel sudah dihujani terorisme Arab Palestina, dan Israel pun membalasnya dengan tindakan serupa seperti Haganah sayap pertahanan pemukim Yahudi yang kelak menjadi IDF. Haganah didirikan oleh para Aliyah atau orang-orang Israel yang mulai eksodus balik ke tanah Israel dari Eropa ataupun dari dunia Arab.

Warga Arab eks Ottoman selalu menteror para pemukim Israel diladang-ladang pertanian mereka. Warga Yahudi melalui Haganah membalasnya tak kalah keras. Dan ini terus berlangsung sampai Israel mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1948 setelah 2000 tahun masa diaspora atau terpencar-pencar ke seluruh dunia pasca penghancuran Temple Mount pada 70 M oleh Titus, Kaisar Romawi,

Bangsa Israel yang tua itu sudah tertempa zaman yang banyak menyakiti mereka mulai dari zaman Nebukadnezar, Romawi, Ottoman dan Inggeris.

Sebagai contoh adalah term Palestina (Palestine) itu sendiri yang sesungguhnya adalah nama sebuah bangsa asal pulau Kreta yang sudah punah di zaman keemasan Israel di masa Kerajaan Daud tahun 3000 SM.

Di masa pemberontakan Bar-Kokhba (132-135 M) melawan penjajahan Romawi yang kejam -- jauh sebelumnya yi pada 70 M Romawi telah menghancurkan Temple Mount - dan gagal. Kekaisaran Romawi yang marah besar dengan pemberontakan itu lalu mengambil kebijakan mengganti nama Israel dengan nama Palestina sebagai simbolisasi Israel sudah dihapuskan dari muka bumi pasca Bar-Kokhba. Itulah nama yang digunakan orang Arab yang bermukim di tanah Israel sejak Israel mendeklarasikan kemerdekaannya pada 1948, dan sehabis perang enam hari pada 1967, nama Palestina resmi digunakan oleh orang-orang Arab ini.

Israel sejak masa pemerintahan Golda Meir sudah berpijak pada acuan bahwa Israel takkan lagi mengulangi kejatuhan Israel di masa lampau seperti pada 586 SM oleh Raja Babel Nebukadnezar, pada 70 M oleh Romawi dan pada 1940-an oleh Hitler dan Nazi Jerman dan radikalisme Arab tmt 1948 sampai sekarang.

Tak heran Terorisme dan Temple Mount seakan semakin menjepit Israel di dalam tatanan global sekarang. Dunia barat yang sesungguhnya tahu apa siapa dan bagaimana Israel, belagak pilon tidak mau tahu, karena sistem sekular barat lebih mengutamakan kepentingan nasional mereka ketimbang sejarah penaklukan Israel dari masa ke masa. Dunia Arab juga sama, mereka memanfaatkan masa kekuasaan Ottoman tempo doeloe yang jelas-jelas bukan orang Arab sebagai titik pijak untuk melancarkan aksi teror anti Israel sebagaimana tergambar dalam Haj Amin al-Huseini mantan Imam Besar Yerusalem yang pro Nazi Jerman di masa PD II. Yang penting Nazi Jerman selaku musuh besar Israel adalah sahabat Arab Palestina.

Dalam konteks now kita lihat unsur kanan jauh ini dalam sosok Itamar Ben-Gvir, menteri keamanan nasional Israel yang belum lama ini mengunjungi Temple Mount di kota tua Yerusalem. Semua orang panik bahwa ribuan roket teroris bakal menghujani Israel; Israel bakal menghadapi invasi dari semua sisi; AS akan segera meninggalkan Israel. Singkatnya, Israel yang happy sekarang ini bakalan berakhir.

Ben-Gvir kebayang sebagai sebuah sosok aneh dalam teater middle-east. Bayangkan, seorang murid Rabi Meir Kahane harus menginjakkan kaki di knesset, apalagi di kabinet. Hampir semua orang tahu, Ben-Gvir, murid Rabi Yahudi ultra kanan itu, percaya sepenuhnya orang Arab tidak memiliki tempat di "Israel Raya". Beberapa tindakan Ben-Gvir untuk penghasutan anti-Arab dan dukungan dari organisasi di belakangnya membuktikan hal itu. Hari ini dia bisa berkata akan menentang keinginan mentornya untuk mengusir semua orang Arab, tapi di kedalaman dirinya mengusir Arab Palestina adalah tujuan ideologisnya.

Fakta bahwa partainya Otzma Yehudit mendapat begitu banyak kursi di Knesset menggarisbawahi situasi polkam yang tidak dapat dipertahankan yang dihadapi setengah juta orang Israel yang tinggal di seberang Garis Hijau. Banyak yang memilih partainya karena lima dekade setelah Israel menguasai wilayah itu, masih belum diputuskan apakah itu milik Israel atau bukan. Sementara itu, orang Arab Palestina disana membangun sesuka hatinya di mana pun mereka mau dan menyerang orang Yahudi di mana pun mereka mau. Tidak heran jika orang Israel disana tidak sabar untuk mendapatkan status hukum permanen yi aneksasi dan tindakan tegas terhadap orang Arab Palestina.

Jika ada partai Zionis religius tanpa Ben-Gvir, kemungkinan akan menerima jumlah suara yang hampir sama, karena situasi di atas. Dalam situasi sekarang setelah ada perjanjian Abraham, sungguh tak diduga Benjamin Netanyahu membawa Ben-Gvir ke parlemen dan kemudian ke kabinet. Ben-Gvir adalah sayap terkanan pemerintahan Israel sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun