Kerang Biru dan Dermaga Biru Muara Kamal Jakarta Utara
Awalnya jenuh lantaran hujan mulu di Depok Bolanda, dan ingat si bungsuku Adrian Aurelius yang sudah beberapa waktu ini kutinggal, juga ingat cs baru Wira, Tony dkk yang nge-lawyer di Firma Hukum Kameca (Kalah Menang Cair), Joyogrand, Malang. Dan sialnya aku juga lagi bosen dengan kuliner Jabodetabek, dan ujug-ujug teringat kuliner heboh Mie Bakar Celaket yang sempat kutulis beberapa waktu lalu ketika melepas kangen ke Cor Jesu di bilangan Jakgung Suprapto, lagi-lagi downtown Malang. Oalahh!
Kalau di Malang sono yang kate anak Jekarte masih kampungan, tapi menurutku sih nyegerin begitu dan lingkungannya serba hijau dan asri, apalagi pohon Tabebuya yang ditanam Walkot Sutiaji di bilangan Kajoe Tangan Heritages bakalan ngejreng warna-warninya tak lama lagi pasca pemolesan downtown Malang akhir 2022 ini. Baru nyahok kelen!
Setelah diomelin doi kemarin karena bisa nyemplung ke laut katanya kalau ke Kepulauan Seribu, Hadehh. Akupun Senin 8 Nopember pagi itu ngeloyor ke Stadel atau Setasiun Depok Lama atau Setasiun Depok Bolanda. Kuda besi yang gede ampe 10 gerbong gini memang kenderaan kebangsaanku. Aku sudah cukup lama kismin nggak lagi bawa mobil sendiri. Tapi meski kismin. Asyik-asyik aja. Bisa ngobrol sama the other men or women ntah itu kaya atau kismin atau backpacker-an, bahkan ama tukang combro di depan UBK di bilangan Cikini sana. Asyik kan. Mana lagi combronya uenak.
Kota Tua Sudah Banyak Berubah
Nyampe sudah ke setasiun kota. Akupun keluar ke arah Jln Lada. Bilangan kota tua sudah banyak berubah kamerad. Perasaanku setasiun kota di Pinangsia ini rapi banget sekarang.
Kota tua Batavia bagaimanapun harus dijaga dan dikonservasi optimal memang. Kalau tidak tau sendirilah. Ke arah jalan Lada mobil nggak seliwar-seliwer lagi, tapi ada entrancenya dan langsung parkir. Lurus terus Jln Lada ya bangunan-bangunan tempo doloe di kota tua. Sebelah kanan sudah ada halte Transjakarta. Lurus jalan searah melewati pintu masuk setasiun yang berhadapan dengan Jln Jembatan Batu yang ada Museum Mandiri (doeloe Nederlandsche Handel-Maatschappij NV) dan samping Bank Mandiri, kita bisa langsung ke Mangga Dua dan Ancol.
Lagi asyik-asyiknya ngebuka gerbang memori, tiba-tiba gerimis. Aku terpaksa nongkrong dulu di shelter posko terpadu tamansari di taman setasiun yang berhadapan dengan Museum Mandiri. Sadar gerimis gini bisa awet, masa bodohlah aku langsung ngeklik Grabbike. Terbaca nama drivernya Ferdinand Marcos Sirait. Wah ini sih pasukan bodrex-nya Pak Luhut. "Ke Marina Ancol ngapain Pak," tanya Marcos. "Ngapain lagi kalau bukan cari info apa, kapan. bagaimana dan how much pp ke kepulauan Seribu ntah itu pulau Onrust atau Kelor dst dari Dermaga Marina," jawabku.
Setasiun Kota-Ancol hanya kl 3 Km. Tadinya mau masuk dari pintu barat, taunya tutup. Kami meluncur ke pintu timur. Busyet ribet barikade masuknya. Dan sial ternyata harus bayar meski hanya cari info. "Apa dasarnya. Aturan pemerintah atau aturan dewe?' tanyaku. "Pokoknya harus bayar Pak meski sekadar cari info dan tak berwisata," jawabnya lagi. "ya, sudah makanlah Ancol itu," kataku kesal.
"Sudah Marcos, antar saya ke titik lain dimana saya bisa naik online atau apapun ke Dermaga Muara Kamal. Ancol mengesalkan. Ini sih bukan dermaga wisata apalagi daerah wisata, tapi daerah mata duitan," kataku. "Siap Pak," sahut Marcos.