Filsuf dan teolog Denmark Sren Kierkegaard adalah salah satunya. Katakanlah Kierkegaard sebagai Direktur Spiritual kita sekarang.
Spiritualitas yang Salah
Spiritualitas Kierkegaard meliputi tiga bidang utama yang cukup luas.Dia pertama-tama menguraikan dasar alami dari spiritualitas kita, kemudian bentuk-bentuk keliru dari spiritualitas kita, dan terakhir gagasan Kierkegaard tentang spiritualitas Kristen yang khas.
Setiap orang pada dasarnya spiritual, kata Kierkegaard, karena kita diciptakan oleh Tuhan yang telah menganugerahi roh kepada kita.Ketika kita menggunakan "dimensi kekal" sebagai landas luncur dan kompas untuk berhubungan dengan sang Pencipta, maka kita telah menggunakannya dengan tepat sesuai kodrat kita.Ketika kita menggunakannya untuk mendasarkan diri kita pada sesuatu yang bukan Tuhan, maka kita telah menggunakannya secara tidak tepat dan biasanya kita terjerembab pada bentuk-bentuk keputusasaan, karena spritualitas model begitu tidak sanggup memberi hasil utama yang kita inginkan.Hati ini menginginkan sumbernya, tapi spritualitas yang salahkaprah itu menginginkan sesuatu yang tak terbatas.
Visi spiritualitas Kierkegaard itu dapat dibingkai dalam istilah "aktualisasi diri".Kita semua ingin menjadi sesuatu dan menjalani hidup ini sepenuhnya.Tetapi dengan begitu banyaknya jalan yang mungkin bisa diambil, kita cenderung mengembara dan menemukan diri kita tersesat.Mereka semua berupaya untuk mendasarkan identitas dan pencapaian sesuatu yang terbatas, sesuatu yang justeru bukanlah Tuhan. Ini bukanlah aktualisasi diri yang sejati, sebab Tuhan telah menciptakan dan merancang kita menjadi sebuah jatidiri yang berhubungan dengan-Nya.
Kita sering mencemooh pernyataan, "saya spiritual, tapi tidak religius."Ini karena kita semua mengikatkan diri kita kepada seseorang atau sesuatu, dan berbagai bentuk penghormatan dan kewajiban secara alami yang mengikutinya. Bentuk-bentuk spiritualitas yang salah ini telah menghadirkan filosofi Kierkegaard dalam "Sickness Unto Death"(penderitaan hingga kematian) - sebuah karya eksistensialisme kristen tentang konseppenderitaan yang disandingkan dengan konsepdosa, terutamadosa asal - dalam kiasan "spiritual but not religious"atau "spiritual tetapi tidak religius", sebuah metafora yang memberi sedikit bobot kognitif.
Ada banyak spiritualitas non-Kristen atau "sekular" di luar sana. Kierkegaard membahas, bahkan kadang-kadang memuji beberapa dari spiritualitas "generik" ini dalam tulisannya. "Spiritualitas Socrates" misalnya, karena Kierkegaard sangat menghormati Socrates. Meskipun dia adalah murid Yesus, Socrates adalah gurunya. Saya pikir kita bisa menyetujui Kierkegaard bahwa setidaknya ada beberapa bentuk spiritualitas kalangan "pagan" (politeisme) yang cukup bijaksana dan bernilai serta ada bentuk spiritualitas tertentu di lingkungan Kristen yang secara fundamental memiliki kelemahan.
Rutinitas dan Ritual
Spiritualitas Kierkegaardian sebagai masalah aktualisasi diri pasti akan menghangatkan hati kita yang suka menjajakan "selfie atau diri sendiri" dan mem-posting meme menantang di internet yang berbunyi, "Jangan biarkan siapa pun menggurui Anda." Kita telah lama menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri.Tetapi dalam gaya Kierkegaardian yang khas, inilah saat yang tepat ketika Socrates Denmark itu membalikkan keadaan dan bertanya : Aktualisasi diri siapa yang sedang kita bicarakan?Dan menurut standar moral yang mana?Anda harus memilih.
Salah satu aspek dari pemikiran Kierkegaard yang tetap relevan hingga kini, adalah kritik filsuf Denmark itu terhadap guru, pemimpin dan pendeta.Kierkegaard sudah lama menahan kritiknya terhadap gereja, dan ketika dia melepaskan kritiknya di kemudian hari, dia melakukannya dengan kata-kata yang kasar dan "ad hominem" (cenderung menyalahkan pihak lawan dengan argumen yang salah).Tetapi kritik Kierkegaard terhadap Susunan Kristen, gereja yang mapan, dan para pemimpin yang dia kenal secara pribadi layak untuk dipertimbangkan di zaman kita sekarang.Jika kita tidak bergerak atau bertindak seperti Kristus, mungkin kita bukanlah Kristen.Lebih banyak pendeta Kristen dan kita semua perlu mendengar itu, dan mengindahkannya.
Bagaimana tepatnya kita hidup di hadapan Tuhan dan bertanggungjawab kepadanya?Dari pandangan Kierkegaard, itu pasti dari persekutuan dan pembacaan Alkitab secara pribadi.Tetapi sejauh mana itu dapat membentuk roh seseorang, membantu kita menjadi makhluk ciptaan Tuhan yang menjadi diri sendiri, belum begitu jelas.Kierkegaard sendiri dibentuk di luar dua pengalaman tsb.Dia memiliki rutinitas dan ritualnya sendiri yang membentuk kontur spiritualitasnya, seperti perjalanan remajanya dengan ayahnya, perbincangan filosofis dengan tetangganya di Kopenhagen, perjalanan reflektifnya ke pedesaan, bahkan perjalanan teaternya.Evans tidak menyebutkan rutinitas dan ritual ini, tetapi pada poin-poin penting itulah aktualisasi diri Kierkegaard.