Tampaknya tiada hari tanpa secangkir kopi bagi para lawyer muda di Firma Hukum Kameca di Joyogrand Malang, sama halnya tiada hari tanpa kopi bagi Freddie seorang anak kebayoran baru Jaksel yang bekerja di sebuah perusahaan startup di bilangan Sudirman dan Ivan Jacob seorang pengusaha muda di Depok Belanda. Kalau dirunut ya seperti itu kurang lebih dinamika komunitas penyecap kopi di Indonesia.
Saya terpikat oleh fakta kopi bisa murah dan enak, kenang seorang sobat baru di Malang, yang menyeduh kopi sendiri, tetapi juga mengkonsumsi kopi di banyak gerai kopi di seantero kota Malang.
Dari literasi perkopian lokal Malang, Nasional dan media Asia-Pacific, tercatat konsumsi kopi Asia telah tumbuh sebesar 1,5% dalam lima tahun terakhir, dibandingkan dengan pertumbuhan 0,5% di Eropa dan 1,2% di AS.Â
Menurut Organisasi Kopi Internasional, kawasan itu akan segera berubah menjadi pusat gravitasi kopi dunia. Asia tadinya merupakan wilayah peminum teh tradisional. Pertumbuhan konsumsi kopi di Asia sebagian besar didorong oleh munculnya kelas menengah yang ingin mencoba sesuatu yang lagi trending.
Menikmati kopi lebih dari sekadar pendapatan yang dapat dibuang dan kecanduan kafein semata, tapi juga merupakan fenomena budaya - terbungkus dalam warisan panjang kolonialisme dan pengaruh Barat yang diimpor, mulai dari Jepang, Vietnam hingga perkebunan kopi Belanda di Sumatera dan di Jawa.
Di China, misalnya, kopi kini menjadi barometer pengaruh Barat, dibawa pulang terutama oleh orang-orang yang pernah belajar di luar negeri ntah itu di Belanda, Inggeris atau Amerika.
Di banyak bagian Asia, pertanian dan ekspor kopi, serta budaya minum kopi lokal, berakar kuat pada masa lalu kolonialisme barat, seperti yang kita lihat dalam kasus Vietnam yang pernah dijajah Perancis, dan Indonesia yang pernah dijajah Belanda. Gaya hidup kebarat-baratan, ditambah dengan menderasnya urbanisasi, telah memicu permintaan konsumen akan kopi cepat, seperti brews instan dan pilihan takeout.
Didorong pandemi Covid-19, para peminum kopi Asia kini lebih banyak mengkonsumsi kafein yang diproduksi secara lokal. Permintaan ini telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.Â
Produsen kopi domestik yang memiliki lebih banyak rantai kopi asli, mulai menyaingi impor kopi dari Barat seperti Starbucks dan Costa. Saat ini, Asia memproduksi 29% biji kopi dunia, tetapi kawasan ini, termasuk Oseania, hanya mengkonsumsi 22% biji kopi dunia.