Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Masalah Andesit Wadas Meroket, Masalah Andesit Parungpanjang Terjun Bebas

11 Februari 2022   14:26 Diperbarui: 11 Februari 2022   23:22 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proyek Bendungan Bener di Purworejo Jateng. Foto doc detik.com

Masalah Andesit Wadas Meroket, Masalah Andesit Parungpanjang Terjun Bebas

Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jateng sejak 8 Pebruari lalu tiba-tiba meroket menjadi berita nasional, dimana polisi menangkap sekitar 20 warga Desa Wadas pada Selasa 8 Pebruari ybl, karena situasi sempat memanas ketika petugas BPN dan Dinas Pertanian datang ke lokasi untuk melaksanakan pengukuran dan penghitungan tanaman tumbuh. Polisi berdalih, puluhan warga Desa Wadas ditangkap karena membawa senjata tajam saat sedang melakukan doa bersama di masjid sebagai salah satu bentuk penolakan terhadap pembangunan Bendungan Bener.

Bahkan LBH Yogyakarta menyebut yang ditangkap 64 orang. Menyusul Komnas HAM mengecam, apalagi Walhi yang langsung menuding kegiatan ini seharusnya dihentikan mengingat adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Gubernur Jateng Ganjar telah turun tangan dan memulangkan warga yang ditahan di Polres Purworejo dengan 2 bus sewaan.

Persoalan ini sudah cukup lama untuk Jateng, tapi sontak sejak 8 Pebruari lalu  mencuat menjadi isu nasional. Ini semua berawal dari Proyek Bendungan Bener yang merupakan salah satu bagian dari PSN (Proyek Strategis Nasional) yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 109 Tahun 2020.

Penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo, Jateng. Foto doc clapeyronmedia.com
Penambangan batu andesit di Desa Wadas, Purworejo, Jateng. Foto doc clapeyronmedia.com

Bendungan Bener merupakan bendungan tertinggi di Indonesia yang terletak di Sungai Bogowonto, Desa Guntur, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jateng. Bendungan ini dibangun dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan air masyarakat. Bendungan ini direncanakan sebagai penyedia air baku bagi tiga wilayah kabupaten, mencakup Kabupaten Purworejo, Kebumen dan Kulonprogo.

Yang dipersoalkan warga adalah penggunaan batuan andesit sebagai bahan material utama proyek bendungan. Material batuan andesit tersebut diambil dari quarry atau penambangan di Desa Wadas yang berjarak kurang lebih sepuluh kilometer dari area konstruksi bendungan. Penambangan material andesit ini dilaksanakan dengan menggunakan metode peledakan (blasting).

Penambangan material andesit itulah yang sejak awal banyak disorot media karena kegiatannya menuai penolakan oleh mayoritas masyarakat Desa Wadas yang wilayahnya digunakan sebagai lokasi penambangan andesit. Mereka mengkhawatirkan dampak dari proses blasting dapat mengakibatkan hilangnya sumber mata air di desa tersebut serta penurunan kualitas tanah. Kekhawatiran tersebut tentunya sangat wajar mengingat sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani.

Persoalan ini sebagaimana ditandaskan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo akan diselesaikan dengan membuka ruang yang lebih lebar untuk berdiskusi.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tatap muka langsung dengan warga Wadas. Foto doc detik.com 
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo tatap muka langsung dengan warga Wadas. Foto doc detik.com 

Itu quarry bagian Jateng yang persoalannya baru seumur jagung. Lalu bagaimana dengan quarry yang sama di Parungpanjang Bogor, Jabar yang katakanlah sudah seusia Giring PSI.

Potensi batu andesit di Kabupaten Bogor tersebar di beberapa kecamatan, yaitu Cigudeg, Rumpin, Parungpanjang dan Cariu. Di antara sekian banyak wilayah eksplorasi tambang, sumber utamanya adalah Gunung Maloko yang secara administratif terletak di Rumpin dan Gunung Sudamanik di Cigudeg.

Luas izin usaha pertambangan (IUP) mencapai 1,25 persen dari luas Jawa Barat (35.378 kilometer persegi). Angka ini didapat dari perhitungan akumulatif terhadap 333 izin usaha, baik yang aktif atau tidak, mencakup IUP 26 logam, 35 bukan logam dan 272 bebatuan.

Perusahaan yang mendapat konsesi penambangan beranekamacam ada yang tingkat PT, CV, kelas lokal-kabupaten, hingga tingkat nasional. Ada yang berstatus swasta, tercatat pula yang pelat merah.

Aksi Spanduk Warga. Foto doc purworejo24.com
Aksi Spanduk Warga. Foto doc purworejo24.com

Penambangan Andesit di Parungpanjang telah berjalan kl 40 tahun-an dan masalahnya telah mencuat sejak 2000-an sampai sekarang. Boleh jadi di awal penambangan pada 1990-an ada masalah serupa dengan yang terjadi di Wadas sekarang. Misalnya ganti rugi tanah dll. Tapi itu sudah terkubur zaman. Kini yang dipermasalahkan warga adalah ratusan truk-truk raksasa pengangkut andesit yang melintasi jalan raya Sudamanik Parungpanjang yang mengakibatkan jalan tsb rawan kecelakaan, disamping pencemarannya yang sudah tak bisa lagi ditolerir, sebagaimana hasil penelitian terbaru IPB tentang pencemaran udara di Parungpanjang. Tapi nyatanya masalah yang menyakitkan warga Bogor di Parungpanjang dan daerah quarry di Gunung Sudamanik dan Gunung Maloko itu tak direspon secara layak oleh pemerintah daerah apalagilah pusat. (Lih Parlin Pakpahan : https://www.kompasiana.com/parlinphn/61e13a184b660d576c50b712/parungpanjang-eldorado-bogor-barat-yang-noise-dan-terlupakan).

Masalah di Parungpanjang dan Wadas adalah sama yaitu dampak penambangan andesit. Kalau di Jateng Ganjar Pranowo dapat menjawab dengan arief terlihat dari dialog pertamanya dengan warga Wadas bahwa ia akan melibatkan segenap komponen penting dalam dialog dan berjanji takkan ada lingkungan yang rusak dan tak perlu dilakukan kekerasan lagi kepada warga setempat.

Sementara di Parungpanjang pengerukan andesit terus berjalan dengan tetap abai terhadap kepentingan masyarakat. Pembangunan jalan khusus buat truk-truk raksasa pengangkut hasil tambang itu belum juga terwujud, kecuali janji demi janji yang tak pernah terwujud sampai sekarang. Bahkan kalau dilihat gunung Sudamanik itu sudah gepeng dan berganti cerukan yang sebagian di antaranya telah berubah jadi beberapa danau kecil yang belum jelas digunakan untuk apa. Tapi soal dampak lingkungan yang dahsyat seperti mengancam sumber air warga, adanya longsoran seperti kekhawatiran warga Wadas, Itu belum terbukti.

Proyek Bendungan Bener di Purworejo Jateng. Foto doc detik.com
Proyek Bendungan Bener di Purworejo Jateng. Foto doc detik.com

Sementara penambangan andesit di Wadas hanya di satu lokasi dan bersifat temporer sampai Bendungan Bener rampung dikerjakan pada 2023 dan jaringan air baku rampung pada 2024. Dalam perencanaannya telah diformat peminimalan dampak dari penambangan andesit di Wadas, yakni melalui kegiatan reklamasi tanah. Rancangan penambangan di Desa Wadas dilakukan secara berjenjang dengan menggali terlebih dahulu top soil atau tanah penutup di area stockpile. Kemudian, top soil tersebut akan dikembalikan sehingga kondisi tanah dapat diperbaiki.

Upaya reklamasi tersebut tentunya tidak dapat mengembalikan kondisi tanah seperti semula secara langsung, diperlukan beberapa tahapan untuk dapat mengembalikannya. Hal yang sama juga akan dilakukan terhadap mata air yang nantinya akan terusik bahwa apabila mata air tersebut nantinya hilang, akan dilakukan pengeboran mata air untuk dapat mencukupi kebutuhan masyarakat. Setelah proyek bendungan selesai, pemerintah juga akan membantu warga untuk membangun drainase.

Bagaimana kurang enaknya warga Wadas, apalagi patronnya Gubernur Jateng menjamin kepastian itu semua. Coba, Bendungan Bener sangat berpihak kepada kepentingan masyarakat. Penambangan andesit tak bisa dielakkan memang harus di Wadas, karena itulah titik terdekat material utama untuk Bendungan Bener. Tidaklah mungkin mendatangkan andesit dari katakanlah Parungpanjang sekalipun memiliki cadangan 1,5 milyar ton yang belum tentu habis tergali selama 100 tahun ini sampai Gunung Sudamanik ambles seperti Ersberg di Papua. Masalahnya ya cost-nya terlalu tinggi dan eksplosif.

Pastinya proyek Bendungan Bener ini direncanakan para akhli mampu melayani area irigasi seluas 15.529 hektare. Wilayah irigasi ini terdiri atas peningkatan area irigasi eksisting seluas 13.579 hektare dan pengembangan daerah irigasi baru seluas 1.940 hektare. Selain itu, proyek ini nantinya juga direncanakan dapat mereduksi banjir hingga 8,73 juta m3.

Saya pikir ini yang perlu diluruskan sekarang mumpung masalah Wadas masih hot dan last but not least Walhi, Komnas HAM dan Pers Nasional jangan hanya menyoal sesuatu yang lagi hangat, tapi mari melihat kembali persoalan dampak penambangan andesit besar-besaran di Parungpanjang yang sejauh ini hanya memperkaya para pengusaha kaya dan kalangan oportunis, sementara warga Parungpanjang sudah hampir tiarap karena kelelahan menunggu suaranya didengar penguasa. Sementara di Wadas perhatian semua pihak sudah full.

Mari sama-sama mengingatkan pemerintah bahwa lampu merah sesungguhnya adalah dampak penambangan andesit secara massif di Parungpanjang Bogor dan bukan dampak penambangan secuil andesit di Wadas Jateng.

Joyogrand, Malang, Fri', Febr 11, 2022.

Pos jaga untuk mendukung penolakan warga di Desa Wadas. Foto doc mongabay.co.id
Pos jaga untuk mendukung penolakan warga di Desa Wadas. Foto doc mongabay.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun