Menjelang abad ke 19, fisika ala Newtonian membawa perubahan besar dalam metode penelitian dan pandangan ilmiah. Segala fenomena alam diukur secara matematis dalam rumus yang tetap dan pasti. Hal ini juga berdampak pada pandangan tentang agama.
Meskipun Newton sendiri merupakan seorang yang percaya pada Tuhan, para pengikutnya yang mengagumi karyanya mengembangkan pandangan-pandangan yang sedikit berbeda. Muncul pandangan yang melihat alam memiliki hukum-hukum yang tetap dan tidak berubah. Tuhan memang menciptakan alam dan hukumnya, tetapi setelah menciptakan alam, Tuhan sudah tidak ikut campur terhadap keberlangsungan ciptaaan-Nya dan menyerahkannya pada mekanisme yang telah Ia ciptakan yakni hukum-hukum alam yang pasti.
Pandangan seperti ini disebut sebagai Deisme. Dalam Deisme, Tuhan tidak ditolak secara absolut tetapi disingkirkan dari hidup konkrit manusia. Tuhan dianggap seperti pembuat jam, yang sesudah membuat jam meniggalkan jam itu berjalan sendiri sesuai mekanismenya.
Dalam abad sekitar itu, agama juga harus berhadapan dengan gerakan gerakan yang cenderung mengagungkan positivisme, yakni metode verifikasi yang mengandalkan observasi dan penelitian empiris yang merupakan jantung dari Sains.
Maka muncul saintisme, yakni gerakan yang memandang bahwa sains adalah jawaban atas segala pertanyaan manusia. Agama dipandag sebagai takhyul karena merupakan salah satu cara manusia untuk bersembunyi dari segala ketidaktahuannya. Menurut saintisme, agama ada karena manusia dengan kemampuannya sendiri belum mampu untuk menjawab berbagai pertanyaan dan kebutuhan dasariahnya. Menurut para saintis, suatu saat ketika sains mencapai puncaknya dan segala fenomena alam dapat diterangkan, maka agama tidak diperlukan lagi.
Kecenderungan ini akhirnya bermuara pada atheisme. Pada atheisme Tuhan disangkal sama sekali. Tuhan dianggap sebagai khayalan dan mitos buatan manusia belaka.
Negara atheis cenderung maju?
Ada anggapan umum bahwa di mana sains berkembang pesat dan pemerataan ekonomi meningkat pesat, agama akan mengalami penurunan vitalitasnya dan atheisme akan berkembang pesat. Ada pula anggapan bahwa negara mayoritas atheis adalah negara maju. Negara-negara mayoritas atheis seperti Jepang, Taiwan dan Korea-Selatan ditunjuk sebagai contoh. Anggapan ini memiliki beberapa kebenaran, namun memiliki lebih banyak ketidaktepatan.
Bagaimana dengan negara-negara Eropa Barat  dan Amerika Serikat? Di kawasan ini atheisme memang berkembang pesat, namun kawasan itu masih merupakan basis Kekristenan yang merupakan agama mayoritas. Amerika serikat sendiri masih merupakan merupakan negara dengan jumlah penganut Kristen terbesar di dunia. Kebangkitan rohani dan malah fanatisme agama masih berkobar di negara adidaya itu. Tentu saja negara-negara ini telah mengalami kemajuan sebelum atheisme sendiri berkembang pesat sekarang ini.Â
Sementara itu, sebagian besar negara-negara yang atheis atau secara resmi mendukung atheisme, cenderung masih bergulat dalam masalah ekonomi dan pemerataan pembangunan. Penyumbang terbesar penganut atheisme adalah negara Republik Rakyat Tiongkok yang justru masih berjuang untuk melakukan pemerataan pendapatan ekonomi dan alih teknologi. Meskipun negara itu merupakan negara dengan kekuatan ekonomi nomor dua di dunia, kesenjangan ekonomi di negara itu masih tinggi dan indeks pembangunan manusianya belum mencukupi untuk dikategorikan sebagai negara maju. Hal senada juga terjadi di Korea Utara, Vietnam dan Kuba.