Selamat pagi teman-teman kompasiana. Kalau saat membaca postingan ini di pagi hari. Selamat siang dan juga selamat sore ataupun malam atau subuh atau apapun istilah waktunya. Yang pasti, ketika membaca postingan ini, saya berharap teman-temanku di kompasiana dalam keadaan sehat walafiat tak kurang suatu apapun. Itupun karena Sang Penyelenggara Kehidupan masih memberikan nafas kehidupan. Salam kompasiana.
Oya....kemarin saya bersua dengan salah seorang konco lawas. Teman lama ini, profesinya saat ini adalah sopir angkot. Bapaknya juga sopir angkot. Dia selalu bangga dan memiliki kebangaan tersendiri ketika bertemu teman-temannya. Dia tidak akan malu mengaku dirinya sebagai sopir angkot. Karena bapaknya, kakeknya dan bahkan kakek buyutnya adalah sopir angkot. Menurut dia, sopir angkot adalah profesi pilihan hidup keluarganya. Karena apa? Karena keluarganya adalah satu-satunya yang memiliki kendaraan roda empat di kampungnya. Sehingga, bagi warga kampung yang hendak berpergian ke kota, haruslah menumpang angkotnya. Tidak ada alternatif alat transportasi lainnya. Bayangkan, betapa berjasanya keluarga ini bagi warga kampung.
Pertemuan kami, terjadi di terminal antar kampung tempat biasanya dia ngetem menunggu warga kampungnya yang ke kota atau hendak balik ke kampung. Walaupun so[ir angkot dan hidup di kampung, tapi setiap kali ngetem, dia selalu membeli koran dan membacanya. Biasalah, biar muka kampung dan tinggal di kampung tapi tidak miskin informasi. Begitulah alasannya ketika saya tanya, mengapa dia membeli dan membaca koran. Saya kemudian bertanya lagi, berita apa yang sangat menarik bagi dirinya dalam minggu terkahir ini.
Dia lalu berujar, “yang paling menarik adalah berita mengenai SBY dan Anas,” jawab sang sopir angkot. Ceiiiile.... sopir angkot hare gene ngomong politik. “Apanya yang menarik dari berita-berita itu,” tanyaku kemudian. Dia bilang begini, “SBY dan Anas sama seperti sopir angkot. Dulu SBY yang jadi sopir angkot yang namanya DEMOKRAT. Nah sekarang Anas yang jadi sopirnya. Dalam perjalanan, SBY merasa Anas membawa angkot ini bukan ke tujuan tapi menuju jurang kebinasaan,” jelas temanku ini. Weleeeeehhhh...weleh....Lalu? Nah SBY hendak mengambil alih kembali kedudukannya sebagai sopir itu. Sayangnya, Anas kadung kuat memegang tang stirnya. Sehingga SBY kesulitan. Padahal, Anas ini salah satu penumpang yang baru naik ke angkot yang bernama DEMOKRAT ini.
Nah yang paling ditakuti sopir angkot adalah berhubungan dengan aparat kepolisian. Karena itu, SBY meminta bantuan teman-teman polisi untuk membantu dirinya mengambil alih angkot yang saat ini dikendalikan Anas. Terus? Keinginan SBY ini akan semakin sulit, karena Anas punya prinsip, kalau loe ambil angkot ini, aku masukin aja ke jurang. Biar sekalian kita mati sama-sama. Lalu akhirnya gimana? Nah karena sama-sama bersikeras, akhirnya angkot yang bernama DEMOKRAT ini masuk jurang di kilometer 2014 tepatnya di persimpangan Pemilu Legislatif.
Sebelum percakapan kita berkahir, datanglah salah seorang warga kampung dan meminta supaya membawa dirinya ke kampung karena orang tuanya sakit berat. Tanpa ba...bi....bu....dia langsung pamit dan tancap gas. Namun dia menengok ke belakang dan bilang, “Salam sopir angkot buat SBY dan Anas ya...kalu loe ketemu mereka,” seraya menujun kendaraan angkotnya yang siap melayani setiap saat dalam keadaan apapun juga.Salam sopir angkot.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H