Setelah postingan pertama, sang teman saya yang memiliki profesi sebagai sopir angkot ternyata memiliki kebanggaan tersendiri. Menurut dia, biasanya atas nama kredebilitas nara sumber, media lebih memilih mewawancarai pakar daripada masyarakat biasa, apalagi sopir angkot. Karena itu, ketika saya memberitahukan dirinya bahwa percakapan saya dengan dia telah saya tuangkan dalam tulisan dan diposting di kompasiana. Dia lalu meminta supaya diprint dan dia baca. Responnya sangat positif.
Selasa lalu, saya kembali bertemu dengan dirinya. Kami mengawali percakapan dengan saling menanyakan kabar masing-masing. “Yah...baik-baik saja, seperti biasa tetap nikmati hidup dengan melakoni laku sebagai sopir angkot,” ujar teman saya ketika ditanya mengenai kabar dirinya. Dia lalu menunjukan kabar terkini yang dia dapat dari pemberitaan media lokal yang menayangkan masalah-masalah politik nasional. Ce...ile......sopir angkot ikuti perkembangan brur....
Menurut dia, saat ini polisi (baca KPK) akan melakukan pemeriksaan terhadap Anas. Anas sebagai “sopir” angkot yang bernama DEMOKRAT, tentunya memiliki majikan. Majikannya sebut dia adalah SBY. Nah, karena trayeknya kurang ramai penumpang, sang pemilik angkot meminta supaya sang sopir mengambil menerobos trayek lain walaupun menyalahi aturan. Karena, sang majikan harus kumpulkan setoran untuk bayar kredit yang sudah mau jatuh tempo.
Tanpa ba...bi...bu...sang sopir angkot dalam hal ini Anas, mengikuti keinginan sang pemilik angkot (SBY). Nah karena trayek di sana lagi ramai, akhirnya penumpang yang berhasil naik ke angkotnya juga cukup banyak. Itu artinya, setoran akan bagus dan bisa membayar kredit yang nyaris jatoh tempo. Dalam perjalanan, ada angkot lain yang merasa tersaingi. Akhirnya, sopir angkot lain yang trayeknya diserobot itu melaporkan ke petugas yang berwenang. Lalu dilakukanlah pemeriksaan terhadap sang sopir angkot.
Ketika diperiksa, sopir angkot tersebut pastilah memberitahukan kepada pemeriksa bahwa dirinya mengambil trayek yang bukan trayek angkotnya karena alasan pertama, trayeknya sudah tidak ramai penumpang. Kedua, dia mengambil trayek lain karena diperintahkan sang majikan. Demi setoran. Karena itu, kalau penyidik atau pemeriksa mau salahkan jangan salahkan saya. Saya hanya seorang sopir angkot. Silahkan panggil sang pemilik angkot dan lakukan pemeriksaan terhadap dirinya. “Saya sebagai sopir angkot berani menabrak aturan trayek karena didukung oleh majikan. Nah jangan salahkan saya saja dong, salahkan juga sang majikan,” begitulah kira-kira alasan yang dikemukakan sang sopir angkot.
Anas bakal diperiksa KPK terkait dugaan tindak pidana korupsi. Mungkinkah, sebagai Ketua Umum Partai Demokrat yang nota bene adalah partainya pemerintah, partai penguasa saat ini, langkah-langkah politik yang diambil demi pundi-pundi partai tidak diberitahukan kepada para pendiri partai ini. Menurut saya, kalau kader partai melakukan “perampokan” uang negara yang nota bene adalah uang rakyat melalui APBN ataupun APBN-P, tentunya sang Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintah pasti tahulah. Kalau seorang Kepala Negara apalagi Kepala Pemerintahan tidak mengetahui kondisi keuangan negara yang dipiminnnya, termasuk didalamnya siapa-siapa yang diuntungkan, maka terlalu naiflah dirinya. Semoga, Anas berani buka-bukaan, bahwa apa yang dilakukan dirinya demi kepentingan partai dan keluarga besar partai yang dipimpin dirinya dan yang dibina SBY sebagai Ketua Dewan Pembina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H