Mohon tunggu...
joesoef balle
joesoef balle Mohon Tunggu... -

belajar untuk berarti

Selanjutnya

Tutup

Money

Tanda Mata yang Terabaikan: Dibalik Derita Mantan Karyawan PT Semen Kupang

19 Juni 2012   11:21 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:47 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jejeran anak sekolah berseragam merah putih, biru putih dan abu-abu, berjejer di jalan raya. Sambil memegang bendera yang dibuat dari kertas berwarna merah putih, menambah semarak suasana. Walaupun panas menyengat, bukan merupakan persoalan. Mobilisasi anak-anak sekolah, bahkan masyarakat sudah merupakan "legenda" yang ditinggalkan mantan penguasa RI, Soeharto.

Kala itu 14 April 1984, suasana di seputaran Tenau, Kota Kupang tampak sibuk. Satu minggu bahkan berbulan-bulan sebelumnya, anggota TNI mulai dari Koramil sampai Korem bahkan Babinsa terlibat aktif dalam persiapan kedatangan Priseden RI saat itu, Soeharto. Seperti biasanya, setiap mengadakan kunjungan ke daerah, mantan penguasa Orde Baru tersebut, paling suka dengan acara seremoni.

Sehingga, para punggawa dan pembantunya, mulai pejabat setingkat menteri sampai RT/RW pun tidak akan pernah sedikit pun mencela sang penguasa. Berani sedikit saja protes, pasti diamankan. Saat itu, Kupang menjadi salah satu daerah yang dikunjungi orang paling berpengaruh di Indonesia, selama kurang lebih 30 tahun. Salah satu tujuannya, meresmikan PT. Semen Kupang.

Kehadiran PT. Semen Kupang, waktu itu,diharapkan bisa memenuhi kebutuhan semen masyarakat NTT maupun Bali dan Nusa Tenggara. Apalagi saat itu, pembangunan sedang giat-giatnya dilaksanakan pemerintah. Untuk dan atas nama mendukung program pemerintah tersebut, hadirlah PT. Semen Kupang. Sebagai tanda mata dari Presiden Soeharto, PT. Semen Kupang seharusnya menjadi kebanggaan. Sayangnya, tanda mata ini terabaikan. Kebanggaan ini menjadi prahara. Hanya karena keserakahan, segelintir orang yang menyandang predikit sebagai Direksi.

PT. Semen Kupang akhirnya tidak terurus. 28 tahun silam, pabrik yang berdiri megah dan menjadi salah satu tanda, ketika kita hendak memasuki Kota Karang ini, hanya tinggal kenangan. Kenangan yang sangat pahit. Ada apa gerangan? Menurut Vincent Gaspersz suatu hal yang ironis ketika permintaan semen dalam negeri terus meningkat secara rata-rata sekitar 7% per tahun, dan malahan permintaan semen pada tingkat lokal daerah NTT meningkat sekitar 9% per tahun, tetapi PT Semen Kupang telah berada dalam kondisi bangkrut secara finansial. PT Semen Kupang sejak diresmikan oleh mantan Presiden Soeharto, pada tanggal 14 April 1984, belum pernah membukukan keuntungan secara finansial, kecuali hanya memberikan kontribusi nama Kupang, bahwa ada satu pabrik industri semen yang berlokasi di Kupang. Masih menurut ilmuan asal NTT, masalah PT. Semen Kupang terletak pada kompetensi manajemen yang patut dipertanyakan keprofesionalan, ketiadaan proyek-proyek peningkatan kinerja dalam perusahaan, pemborosan yang sangat tinggi dalam proses produksi, dan tingkat profitabilitas yang negatif sepanjang sejarah keberadaan PT Semen Kupang.

Terlepas dari pro kontra terhadap apa yang dikemukakan Vincent, paling tidak akibat diabaikannya tanda mata ini, masyarakat NTT khususnya para pekerja PT. Semen Kupang menderita bathin seumur hidup. Beban kehidupan yang semakin berat seolah mendera para pekerja. Bahkan, salah seorang ibu harus berjualan kue dari pintu rumah ke pintu rumah yang lain hanya sekedar bertahan hidup. Bagi yang tidak bertahan, penyakit bathin pasti mendera. Informasi terakhir yang berhasil dihimpun, kurang lebih 15 orang mantan karyawan PT. Semen Kupang harus kehilangan nyawa karena tidak bisa menahan penderitaan yang dialami. Anak-anak para pekerja PT. Semen Kupang juga menjadi korban. Ada yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Ada juga yang harus putus sekolah di tengah jalan. Tanda mata yang terabaikan meninggalkan prahara yang mendalam. Mungkinkah, keterpurukan PT. Semen Kupang aka nada solusinya parmanennya?

Salah seorang aktivis PIAR NTT, Paul SinlaeloE bahkan telah melakukan advokasi ke mana-mana. Paul SinlaeloE bersama mantan karyawan PT. Semen Kupang berjuang untuk mendapat hak-hak mereka yang telah dirampas. Mereka tidak menuntut banyak. Hak-hak merekalah yang paling penting, hanya untuk sekedar merajut kehidupan yang penuh dengan beban. Pemerintah Provinsi NTT, DPRD Provinsi NTT seakan tak bernyali. Tidak ada tindakan nyata yang menunjukan niat pembelaan terhadap hak-hak mantan karyawan PT. Semen Kupang. Para petinggi di negeri ini, seakan berteriak, “loe urus the sendiri derita loe,”. Sudahlah, yang pasti akibat salah kelolah yang dilakukan segelintir orang, banyak orang mengalami penderitaan berkepanjagan. Mungkinkah derita mantan karyawan PT. Semen Kupang akan berkahir? Hanya Tuhan yang tahu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun