Mohon tunggu...
Parhorasan Situmorang
Parhorasan Situmorang Mohon Tunggu... Penulis - Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lyodra "Idol" Contoh Versi Terbaik Diri Milenial, tetapi Kita Lupa Menyimaknya dengan Benar

2 Maret 2020   07:52 Diperbarui: 2 Maret 2020   07:56 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudahkah kamu menjadi versi terbaik dirimu? Inilah pertanyaan yang populer di kalangan milenial. Lyodra merupakan contoh yang pas untuk menggambarkan versi terbaik diri, dia layak dan selayaknya sebagai role model sebaya untuk anak milenial Indonesia. Artinya, banyak hal yang bisa dan harus diteladani dari Lyodra. Realitas terkini, dia semakin mengonfirmasi bahwa sebuah hasil tidak pernah mengkhianati proses. Tatkala Lyodra berusia 11 tahun mampu menaklukan lagu sulit I am Tell You dengan sangat bagus, itu bukanlah pencapaian main-main.

Gadis belia yang piawai di bakat yang diminatinya. Kepiawaiannya bersenandung membuat pendengaran kita terbuai. Buaian itu menggiring kita lupa menyimak Lyodra dari sisi lain: kerja keras dan menghargai proses. Bahwa prestasinya yang mumpuni di usia 16 tahun bukanlah keajaiban instan yang ujug-ujug. Iya, benar, dia sosok jenius. Suaranya membuat pendengaran dan sanubari senang dan terpuaskan, nurani tersegarkan, memberi inspirasi. Tetapi menyimak Lyodra tidaklah sekadar dengerin suara magisnya.

Ada faktor lain yang tidak kalah penting untuk 'memuaskan dan menginspirasi' penonton milenial. Ada banyak stakeholder yang terlibat dan melibatkan diri. Deretan referensi yang menumbuh kembangkan bakatnya mekar. Maka, sangatlah bijak apabila lampu sorot ditujukan pada bagaimana proses dia mencapai hasil itu.

Sebagai penikmat musik tentu kita fokus pada menikmati alunan lagu, hasil yang dapat dinikmati konsumen. Namun jika untuk menangkap inspirasi, yang paling penting ditelusuri adalah proses mencapai hasil itu. Karena di dalam sepanjang proses kreatif itulah ada inspirasi dan pelajaran yang bisa dipelajari.

Wahana Indonesia Idol yang menghantar sosoknya saban minggu ke layar televisi sejak bulan Oktober 2020, setiap hari Senin malam . Dia piawai menyanyi dan bersenandung. Ini membuat kita melupakan inspirasi besar yang melingkupi sosok hebatnya. Kita lupa membaca menyimak Lyodra dari sisi lain: kerja keras dan menghargai proses. Bahwa prestasinya yang mumpuni di usia 16 tahun bukanlah keajaiban instan yang ujug-ujug. Iya, benar, dia sosok jenius. Tetapi ada faktor lain yang justru merekomendasi untuk ditiru oleh penonton milenial.

Menikmati suara penyanyi, kita cenderung menyimpulkan hasil di penampilannya yang relatif hanya beberapa menit di panggung. Padahal yang setara pentingnya adalah proses dan kerja keras menuju hasil yang ditampilkannya di panggung tersebut. Kita sering melupakan, bahwa ketika misalnya, membayar 3 juta rupiah untuk menonton sebuah konser Agnes Mo, itu bukan harga performance dia saat tampil di panggung saja. Melainkan itu adalah harga untuk mengapresiasi proses kreatif, latihan, dan kerja keras sang penyanyi.

Lyodra menempah dirinya dengan etos kerja yang disiplin, didukung oleh orangtua dan rajin mengakses stakeholder yang membumbungkan bakatnya tampak dengan wujud prestasi, salah satunya mendapat penghargaan di Italia.

Maka eloknya kita menyimak Lyodra bukan hanya dengan telinga dan mata, melainkan dengan mata hati dan mata otak supaya inspirasi dari sosoknya melimpah ruah dapat tertangkap para generasi milenial.

Orangtua perlu menyimak Lyodra lalu memperbincangkannya dengan anak Anda. Apabila Anda seorang guru, memperbincangkannya dengan murid-murid tentang bakat dan minat dan kerja keras. Sedangkan jika Anda sebaya Lyodra, sebaiknya menyimak inspirasi sang diva muda ini untuk diteladani. Hidup adalah kinerja maka jangan berharap mendapat prestasi tanpa keringat membasahi tubuhmu.  Hasil dan proses kreatif mencapai hasil itulah hakekat inspirasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun