Eci memasuki pelataran Museum Jenderal Sudirman dengan perasaan berdegup, bergetar. Dia sebelumnya baru saja berziarah ke Taman Makam Pahlawan Kusumanegara Yogyakarta. Di sana dia menziarahi makam Jenderal Sudirman dan pahlawan nasional yang lain. Berbeda dengan Museum Benteng Vredeburg di kawasan Malioboro yang ramai dikunjungi, museum ini relatif sepi. Padahal museum ini lebih orisinil, menginspirasi, dan tidak kalah lengkap dibanding Vredeburg.
Langkah kecilnya sejenak terhenti, Eci terpukau melihat patung Sang Jenderal Besar yang gagah perwira menunggang kuda. Lalu dia mengikuti lambaian tangan dari seseorang yang mengarahkannya ke ruang penerima tamu. Dia diterima oleh Kepala Museum, Kapten CAJ Heru Santoso. Sang Kapten menjadi pemandu menemani Eci berkeliling seluruh ruangan di Museum. Seraya bertutur secara fasih tentang Jenderal Sudirman, sang Kapten menjelaskan detail koleksi yang dipamerkan di sana.
"Ini tandu yang digunakan Jenderal Sudirman. Ini adalah tiruannya. Sedangkan yang asli, itu yang ada di ruang kaca, di sebelah sana. Mari kita melihat tandu yang asli!" Setelah melihat tandu yang asli itu, Kapten mengajak Eci meninjau kamar Jenderal Sudirman. "Nah adik, ini kamar asli Jenderal Sudirman. Masih dijaga, dirawat, dan ditata sebagaimana aslinya."
Eci merekam dalam pikirannya lalu menuliskan di buku catatan. Sedangkan ibunya memotret mendokumentasikan berbagai keadaan di ruangan. Dokumentasi ini menjadi foto-foto pendukung untuk buku sejarah versi 'bahasa pelajar' sekolah dasar. Maka Eci bersama ibunya ditemani sang kapten terus berkeliling dan melihat seluruh koleksi Museum Jenderal Sudirman.
Berkunjung ke Museum ini dan ke Taman Makam Pahlawan Kusumanegara merupakan bagian rute petualangan Eci. Dua hari sebelumnya sepulang sekolah dia sudah menyusuri rute gerilya Jenderal Sudirman. Seminggu sebelumnya menyusuri Monumen Ngoto (Monumen Perjuangan TNI AU) dan Monumen Serbuan Kotabaru. Semuanya menjadi isi bukunya yang berjudul Petualangan Eci (Gadis Cilik Mencari Jejak Pahlawan). Eci tidak belajar sejarah sekadar membaca melainkan meninjau langsung apa yang diceritakan pada buku sejarah kemudian dia menuliskan lagi dalam sebuah buku.
Inilah pelajaran sejarah yang cerdas dan efektif bukan sekadar hafalan. Eci bisa meneladani lebih optimal sosok para pahlawan. Sebaiknya lebih banyak lagi para pelajar melakukan seperti yang dilakukan oleh Eci. Ini sebuah proses pembelajaran yang membuat riang tetapi bermutu tinggi dan efektif berdampak manfaat. Pada tahap awal buku Eci diterbitkan terbatas untuk beredar di antara teman-temannya dan anak-anak dari teman orangtuanya, dan juga menjadi koleksi perpustakaan sekolahnya.Di halaman awal bukunya Eci menuliskan alasannya melakukan petualangan. Pada paragraf pembuka dia menuliskan dengan lugu tetapi cerdas.
Saat aku membeli buku di Gramedia, aku melewati Jalan Jenderal Sudirman. Aku juga sudah sering melewati jalan Laksamana Muda Adisutjipto. Setiap berangkat dan pulang sekolah aku melaluinya. Setiap kali mau ke Malioboro, aku melintasi jalan-jalan di daerah Kotabaru. Tapi tidak pernah selintas pun aku berpikir tentang nama-nama jalan itu. Apalagi berpikir tentang para pahlawan yang namanya menjadi nama jalan.
Papaku bilang, "Mereka adalah para pahlawan. Mereka sudah berjuang demi bangsa Indonesia. Salah satu cara menghormati jasa pahlawan bangsa adalah dengan menetapkan nama mereka sebagai nama jalan."
Ternyata semua nama jalan memiliki sejarah. Sejak itulah aku menjadi pengen tahu lebih banyak mengenai para pahlawan. Aku tentu saja membaca buku sejarah. Namun selain membaca, akan lebih memberi arti apabila mengunjungi tempat-tempat bersejarah yang ada di buku itu. Kemudian aku ingin menuliskannya sebagai buku dengan bahasaku sendiri.
Ada inspirasi lain ketika Eci memberitahu kolaborasi kreatif seorang anak dengan orangtua. Dia menjelaskan ke para pembaca dalam sebuah rangkaian kalimat berikut ini.
Maka ditemani Papa dan Mama, aku mengunjungi jalan-jalan dan tempat bersejarah. Untuk bukuku ini aku mengunjungi beberapa tempat. Monumen Ngoto, Monumen Serbuan Kotabaru, Rute Gerilya Panglima Besar Jenderal Sudirman, Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, dan Museum Sasmitaloka Jenderal Sudirman di Bintaran.