Mohon tunggu...
Parhorasan Situmorang
Parhorasan Situmorang Mohon Tunggu... Penulis - Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengintip Rumah-rumah Kediaman Romo Mangun

2 November 2017   06:49 Diperbarui: 2 November 2017   09:52 1391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Romo Mangunwijaya seorang arsitek yang berkarya kemanusiaan di banyak tempat di Indonesia (Foto: dok. pribadi)

Merantau ke masa silam mengarungi lautan literatur adalah alternatif cerdas tatkala kita berkeinginan mereaktualisasi sebuah inspirasi. Menjenguk kiprah masa silam Romo Mangun merupakan aktivitas penuh cahaya moral, penuh sinar motivasi, perlu direaktualisasi untuk generasi kids  zaman  now. 

Romo Mangun adalah manusia bergerak yang kehadirannya selalu dibutuhkan banyak orang, konsekuensinya dia menggunakan sebagian masanya menginap di luar kota maupun luar negeri. Tetapi dia beberapakali menetap lama di sebuah tempat dan berumah di sana. Ketika berumah di Achen Jerman, Ledok Code, dan Grigak Gunung Kidul menarik untuk menghadirkan lagi rumah-rumahnya itu. Kita merantau ke masa lampau untuk menjenguk inspirasi dari rumah-rumahnya itu. Kita bisa mereaktualisasi kebersahajaan yang kaya dari sang guru bangsa.Achen Jerman

Kediaman Romo Mangun di Achen ini sebenarnya kurang pas juga jika dibilang rumah. Romo Mangun muda hanya menempati sebuah gudang. Kala itu dia merupakan seorang penerima beasiswa dalam bentuk tugas belajar di Rheinisch Westfaclische Techische Hochschule di Aachen, Jerman tahun 1960. Berpikir kreatif dia memilih berkediaman secara gratis sebuah gudang berukuran 2x4 meter.

Sebagai pengganti biaya ngekost di gudang itu Romo Mangun "nyambi"sebagai penjaga malam TK Paroki Hati Kudus Yesus Aachen pemilik gudang. Romo Mangun bisa berhemat. Dia mendesain gudang itu supaya nyaman dan artistik. Namanya gudang tetapi defactonya gudang itu adalah ruang sangat nyaman kondusif mendukung aktivitas perkuliahan Mangunwijaya. Dari 'rumahnya' inilah sang mahasiswa membangun dan menghebatkan cita-cita cintanya untuk negeri kelahiran.

Pesan moral dari sikap Romo Mangun ini sangat bercahaya bukan sebatas mendapat gratisan. Melainkan Romo Mangun memahami bahwa beasiswa adalah sebuah kehormatan dan sebuah komitmen. Kehormatan terpilih untuk mengalami proses menghebatkan diri, dan kehormatan itu harus dijaga. Komitmen bahwa beasiswa selain bertujuan menaikkan mutu jatidiri sendiri juga kelak berkenan membantu menaikkan mutu jatidiri oranglain, bahwa beasiswa adalah modal bergulir, mewujud agen perubahan. Maka sejak kesempatan pertama Romo Mangun berusaha menyicil pemenuhan komitmen tersebut. Romo Mangun 'menjaga' pribadinya sebagai penerima beasiswa dengan 2 prinsip: kepatutan dan kelayakan. Berhemat adalah salah satu wujud cerdas melaksanakan prinsip kepatutan dan kelayakan sebagai penerima beasiswa.

Kali Code

Rentang tahun 1980-1986, kiprah kreatif kemanusiaan Romo Mangun di Ledok Code Yogyakarta menghadirkan 3 jenis hunian: relokasi, rehabilitasi, dan hunian baru. Relokasi menjadi solusi untuk rumah yang terletak sangat dekat dengan aliran sungai. Rumah dibongkar dan dipindah ke daerah yang lebih aman dalam bentuk rumah susun. Rehabilitasi ditujukan untuk rumah yang kondisinya sangat buruk, tetapi letaknya cukup jauh dari garis tepi sungai. Rumah kategori  ini tidak dipindah hanya diperbaiki. Sedangkan hunian baru adalah rumah yang baru pertama kali didirikan di lahan kosong.

Ada empat hunian baru yang dibangun Romo Mangun. Darwis Khudori, arsitek yang pernah menemani Romo Mangun di Kali Code mengatakan, "Hunian baru dibangun di atas tanah berteras yang masih kosong, yang tidak terbayangkan di mata orang awam untuk dibangun. Romo Mangun justru memanfaatkan kesulitan lapangan ini untuk membangun sesuatu yang tidak hanya berguna, tetapi juga indah. Tiang-tiang dibuat dari pipa-pipa beton pra cetak, balok-balok utama dari beton, dinding bilik bambu, atap dari seng atau genting."

Salah satu hunian baru itu menjadi kediaman Romo Mangun sendiri. Rumah seukuran garasi menempel di sebuah tebing di bawah jembatan Gondolayu Kali Code. Rumah paling kecil di perkampungan ini dan yang paling bersahaja. Sudut beranda menjadi ruang tamu, sempit sekali. Cuma satu meter lebarnya dan panjangnya 1,5 meter. Semisal 3 orang saja bertamu tentulah duduk berdesakan. Nihil kursi. Jadi yang mulia para tamu terhormat silahkan duduk di bangku panjang. Serupa tempat duduk di angkringan. Peti kayu difungsikan sebagai meja. Rumah berdinding anyaman bambu berlubang-lubang halus. Berjendela jungkat. Lantainya cuma tanah yang dipadatkan. Hanya kamar mandi diberi lantai semen tersusun dari pecahan sisa ubin, khas arsitektur Romo Mangun.

Romo Mangun tinggal di situ, sendirian. Dia tidak merasa diselubungi kesunyian. Malah sebenarnya dirinya menggemari tempat dekat air seperti itu, teduh, dan berada di antara warga, bukan di gedung berdinding tembok tertutup. Sesekali via jendela jungkat Romo Mangun melempar pandang menyeruput permukaan air Kali Code yang 'berjalan' teduh. Perjalanan itu lalu terjatuh ketika tiba di sebuah air terjun dangkal di dekat situ, sayup-sayup mengirimkan musik gemericik sejauh masa ke relung telinga. Suasana yang filsuf banget.

Grigak Gunung Kidul

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun