Menghadapi perubahan lingkungan hidup akibat pemanasan global, banyak para pakar melakukan identifikasi dalam mengahadi tantangan tersebut. Dunia-pun sudah menyatakan bahwa perubahan kondisi ini pasti terjadi, bahkan sebagain pakar negara lain menyatakan bahwa bukan akan pasti terjadi, tetapi sudah terjadi. Maka mereka menyusun strategi 'perang' terhadap perubahan iklim di planet bumi ini.
Proses ini dimulai dari Rio-Brasil, pada tahun 1992, ada KTT Bumi di Rio de Janeiro, dengan tema berjudul 'Konferensi Pembangunan dan Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa', yaitu lanjutan dari dua puluh tahun setelah konferensi lingkungan global pertama pada tahun 1972 di Swedia, Perserikatan Bangsa-Bangsa mencari cara untuk membantu pemerintah memikirkan kembali pembangunan ekonomi dan menemukan cara untuk menghentikan penghancuran sumber daya alam dan polusi yang tak tergantikan di planet bumi ini.
Seratus delapan kepala negara hadir di konferensi tersebut, menyusun dokumen Rio, mendeklarasikan tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan, yang tertuang dalam Agenda 21, Konvensi Kerangka Kerja tentang Perubahan Iklim, dan Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati. Meskipun dokumen-dokumen ini tidak semuanya tercapai untuk diratifikasi secara universal, mereka telah berfungsi sebagai cetak biru untuk implementasi inisiatif pembangunan berkelanjutan yang penting. Pesan dalam KTT itu adalah sikap dan perilaku yang didengar oleh jutaan orang di seluruh dunia. Pesan tersebut mencerminkan kompleksitas masalah yang dihadapi.
Pemerintah menyadari perlunya pengalihan program dan kebijakan internasional dan nasional, mengingat 'Rencana Kelangsungan Hidup Besar' untuk memastikan bahwa semua keputusan ekonomi sepenuhnya memperhitungkan dampak lingkungan dari tindakan mereka, menetapkan untuk pertama kalinya dalam konteks hukum internasional, penerimaan dari konsep 'pencemar harus membayar lebih untuk memperbaiki kondisi awal'.
Deklarasi Rio menetapkan 27 prinsip pembangunan berkelanjutan yang berlaku secara universal dengan tema-tema penting antara lain:
- Pola produksi: terutama produksi komponen beracun, seperti timbal dalam bensin, atau limbah beracun, ternyata banyak yang merupakan kontributor utama emisi gas rumah kaca.
- Sumber energi alternatif: untuk menggantikan penggunaan bahan bakar fosil yang terkait dengan perubahan iklim global.
- Mengadaptasi Bangunan dan Kota untuk Perubahan Iklim
- Ketergantungan baru pada sistem transportasi umum: ditekankan untuk mengurangi emisi kendaraan, kemacetan di kota, dan masalah kesehatan yang disebabkan oleh udara tercemar dari asap kendaraan, dan kabut asap, yang merupakan kontributor utama emisi gas rumah kaca.
- Kelangkaan air yang semakin meningkat: masalah utama yang terkait dengan iklim yang makin tahun makin panas/hangat, serta peningkatan populasi dan pencemaran yang sangat masif.
KTT Bumi di Rio adalah klimaks dari proses, dimulai pada Desember 1989, perencanaan, pendidikan dan negosiasi di antara semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang menghasilkan Agenda 21, cetak biru yang luas untuk tindakan guna mencapai pembangunan berkelanjutan. Walaupun Agenda 21 telah dilemahkan oleh kompromi dan negosiasi, tapi hal itu masih yang paling komprehensif dan berpotensi efektif pada program aksi yang pernah disetujui oleh masyarakat internasional.
Sebagian besar keberhasilan Agenda 21 berasal dari pemahaman tentang masalah lingkungan khususnya degradasi lingkungan dan perubahan iklim. Melalui Agenda 21, dengan unit dan ukuran, alat dan metode, indikator dan tolok ukur yang digunakan untuk pengukuran tingkat degradasi di planet tempat kita bergantung untuk kelangsungan hidup kita ini agar lebih nyaman lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H