Sejak awal era industri, perilaku manusia secara pelan tapi pasti, mengalami perubahan perilaku, dan perubahan perilaku ini pada akhirnya menimbulkan perubahan iklim juga. Sayangnya, perubahan iklim yang terjadi secara pelan tidak menarik para pakar perkotaan untuk melakukan penelitian yang signifikan dalam mengikuti proses terjadinya perubahan iklim tersebut, tahu-tahu iklim sudah berubah secara nyata. Mumpung belum begitu terlambat, mestinya saat ini para pakar perkotaan harus melakukan perubahan cara berfikir dalam mengatasi perubahan iklim ini dengan langkah-langkah yang nyata dan aplikatif.
Bentuk perkotaan yang cenderung mengarah pada pembangunan artefak fisik masif, baik untuk gedung, transportasi, perumahan, perlu dikaji kembali agar alam yang di intervensi oleh pembangunan tidak berubah total dari warna hijau menajdi warna kuning, dari natural menjadi artifisial, dari yang bernuansa basah menjadi bernuansa kering.
Oleh karena itu, dalam merancang dan menata ruang harus lebih berpedoman pada dimensi lingkungan hidup yang natural, memberi kesempatan alam untuk bisa ikut berkembang bersama dengan kemajuan teknologi pembangunan yang ada saat ini dan akan datang.
Karena banyak perkotaan yang sudah terlanjur rusak, jauh meninggalkan kehidupan natural dan lebih menonjolkan unsur artifisialnya, maka beberapa langakh yang perlu diperbaiki dan dilakukan pemikiran secara serius adalah mitigasi atas meluasnya kerusakan, dan adaptasi atas terjadinya perubahan iklim yang secara nyata telah kita hadapi. Perlu sebuah pemikiran baru tentang bentuk perkotaan, pola pembangunannya, dan harus benar-benar fokus pada kerentanan terjadinya perubahan iklim.
Bentuk perkotaan harus menampakkan respon terhadap pola keruangan (spasial) yang tanggap terhadap perubahan iklim, pola pembangunan lebih mengarah ke material dan tahapan pembangunan agar tidak meningkatkan kerusakan alam akibat perubahan iklim. Jadi pengaturan ruang dan material ini bisa dijadikan kunci utama untuk langkah mitigasi dan adaptasi dalam menata ruang, harus memperhatikan budaya lokal dan material lokal yang sudah teruji dalam kurun waktu yang lama untuk dihidupkan kembali, direvitalisasi, diberdayakan kembali.
Perancang kota harus mampu melakukan skenario permodelan pembangunan kota yang menciptakan tata kelola dengan mengimplementasikan kebijakan yang bertumpu pada keterlibatan masyarakat lokal dalam mengelola lingkungan mereka. Bekerja bersama dengan masyarakat lokal untuk menemukan model yang tepat bagi lingkungan hidup mereka, tidak perlu harus sama dengan kota atau wilayah lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H