ETISKAH seseorang yang memegang kepercayaan publik justru bercanda terkait kasus megakorupsi KTP elektronik? Itulah pertanyaan yang sepertinya penting untuk dijawab. Musababnya, aktivis antikorupsi Emerson Yuntho baru saja bercanda lewat akun twitternya dengan mengaku mengetahui siapa aktor di balik korupsi KTP elektronik alias e-KTP.
Harus diakui, siapa sesungguhnya aktor di belakang megakorupsi e-KTP menjadi perbincangan hangat di kalangan netizen. Siapa saja sosok yang ikut menikmati duit haram senilai triliunan rupiah itu memang sudah beredar luas. Ada nama tokoh-tokoh besar di sana. Setya Novanto salah satunya, mantan Ketua Fraksi Golkar di DPR. Namun, lansiran nama-nama itu tetap saja belum membuat publik merasa puas.Â
Rasa penasaran itulah lantas dimanfaatkan Emerson untuk sekadar menciptakan teka-teki baru. Ia kemudian memberikan inisial HS yang tentu saja semakin menambah rasa ingin tahu netizen. Siapa HS? Harus ada minimal seribu retweet yang dibutuhkan untuk membongkar siapa sesungguhnya HS. Ternyata oh ternyata, HS yang dimaksud Emerson adalah Hamba Setan, bukan merujuk pada nama seseorang. Netizen terkecoh dengan candaan Emerson.
Kembali ke pertanyaan awal. Etiskah Emerson yang dikenal sebagai aktivis antikorupsi memainkan peran bercanda seperti itu? Memang, dalam bio akunnya, Emerson menuliskan segala kicauannya merupakan pendapat pribadi dan seluruh kicauan itu tidak dapat dikutip tanpa seizinnya. Tetapi, Emerson mungkin lupa, jarak antara pribadi dan instansi tempat ia mengabdi sangatlah tipis. Bahkan, cenderung bisa diartikan saling beririsan. Seandainya Emerson mencuit tentang aktivitas kesehariannya seperti menjadi pembicara di sebuah seminar pemberantasan korupsi, tentu tidak akan menjadi soal. Bahkan, publik akan menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat wajar. Masih bisa juga dimaklumi apabila ia mencuit tentang sepakbola, betapa serunya Liga Champions, misalnya.
Mari kita bandingkan dengan akun twitter milik tokoh-tokoh nasional lainnya. Antara lain Profesor Yusril Ihza Mahendra, Profesor Mahfud MD, dan lainnya. Kedua tokoh ini meski tidak lagi menjabat jabatan publik, tetap menjaga isi cuitannya. Mereka tentu saja sesekali bercanda, tetapi sangat tidak berkaitan dengan kapasitasnya sebagai tokoh nasional. Sebab, sekali saja mereka bercanda, terutama tentang pemberantasan korupsi yang sedang giat-giatnya, kredibilitas yang mereka jaga selama ini sangat rentan ternodai. Publik akan menganggap mereka sebagai tokoh yang senang bercanda terhadap hal-hal yang sangat sensitif.
Barangkali, kasus mencandai HS menjadi pelajaran atau sekadar masukan bagi Emerson dan siapapun yang terjun di belantara nasional. Meski begitu, etis atau tidaknya perbuatan Emerson semuanya kembali kepada publik. Sebab, juri sesungguhnya berada di tangan netizen. Etis atau tidak? Selamat menjawab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H