Cyberbullying" yang bertempat di Aula SMK Grafika Yayasan Lektur, di Jalan Grafika, Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan dengan peserta siswa-siswi SMK Grafika Yayasan Lektur.
JAKARTA - Dalam rangka melaksanakan salah satu dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, Fakultas Hukum Universitas Pamulang (UNPAM) bekerjasama dengan SMK Grafika Yayasan Lektur pada Rabu tanggal 23 Oktober 2024 melaksanakan kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat dalam bentuk Penyuluhan Hukum dengan tema "Aspek HukumTema "Aspek Hukum Cyberbullying di-"spill" berdasarkan realita yang terjadi saat ini dimana korban Cyberbullying meningkat di kalangan remaja setiap tahunnya.
Abdullah Syafei, S.Sos selaku kepala sekolah SMK Grafika Yayasan Lektur dalam sambutannya mengucapkan terima kasih atas terlaksananya kegiatan penyuluhan hukum dengan tema "Aspek Hukum Cyberbullying".
"Kegiatan ini diharapkan dapat mencegah terjadinya Cyberbullying di lingkungan sekolah SMK Grafika dan jika terjadi Cyberbullying di lingkungan sekolah SMK Grafika maka pihak korban dan pihak sekolah mengetahui apa yang harus dilakukan dan kemana korban melaporkan kasusnya," kata Abdullah.
Dalam paparan materinya Muhammad Rezfah Omar, S.H., M.H. salah seorang Narasumber menyampaikan, cyberbullying adalah kesenjangan, perulangan perilaku, maupun kebiasaan negatif dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi, seperti email, pesan instan, serta situs personal oleh individu maupun kelompok dengan maksud menyakiti orang lain.
Cyberbullying ditunjukkan oleh para remaja atas dasar ketidaksukaan mereka terhadap personal atau pribadi seseorang, yang pada tahap permulaan memberikan komentar- komentar yang mengandung unsur humor atau candaan yang diharapkan dapat membuat user atau pengguna lain dapat tertawa dan turut memberikan tanggapan ataupun balasan pada kolom komentar dan pada tahap berikutnya saling membalas percakapan, tanpa disadari percakapan tersebut masuk dalam ranah perundungan atau bullying walaupun sebenarnya para remaja menganggap hal itu sebagai unsur humor atau canda tawa belaka.
Objek yang dapat dijadikan perundungan atau bullying oleh para remaja adalah mengenai kehidupan personal, misalnya cara berpakaian, body language, hubungan asmara seseorang, dan bahkan tidak jarang jika objek tersebut adalah anak dari seorang artis yang dinilai bisa mendapatkan sesuatu karena privilege orangtuanya. Ketidaksukaan tersebut kemudian diwujudkan dengan ucapan atau kalimat-kalimat sindiran dan ejekan pada account media sosial yang dimiliki orang tersebut.
Dr. Maddenleo T. Siagian, S.H., M.H, Narasumber lainnya menyampaikan, dampak yang ditimbulkan dari tindakan cyberbullying kepada para korban biasanya berupa rasa emosional seperti tersinggung, marah, kesal, menangis, stress, depresi, perasaan bersalah, mengurung diri, merasa tidak berharga atau terdiskriminasi, menjauh dari pertemanan atau lingkungan sosial, dan emosi-emosi negatif lainnya.
Pada beberapa kasus, korban cyberbullying yang memiliki keberanian untuk menantang atau mengkonfrontasi para pelaku cyberbullying, misalnya dengan cara mengajak para pelaku bertemu secara langsung atau hadir secara fisik, atau para korban yang menempuh jalur hukum dengan memilih untuk melaporkan para pelaku pada pihak kepolisian. Pada sebagian kasus yang lain, para korban yang tidak berdaya memilih untuk pasrah, menyimpan dendam, rasa trauma, serta terisolasi dari lingkungan sosial.
Beberapa hasil riset melakukan penelitian mengenai dampak cyberbullying kepada para korban, diantaranya yaitu rentan mengalami kecemasan, depresi, prestasi di sekolah cenderung menurun, rasa ketidaknyamanan, enggan bergaul dengankelompok teman-teman sebaya, berupa untuk menghindar dari tekanan lingkungan sosial serta adanya upaya untuk melakukan bunuh diri.
Narasumber terakhir Annisa Intan Wiranti, S.H., M.H. menyampaikan, langkah-langkah penanganan Cyberbullying di Indonesia sendiri termuat secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Pada prinsipnya tindakan menunjukkan penghinaan terhadap orang lain tercermin dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang berbunyi: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".