Dalam rangka memperingati ulang tahun ke-50, Asosiasi Demokratik Rakyat Timor (APODETI), sebuah partai politik di Timor Timur yang didirikan pada 27 Mei 1974 dan menginginkan integrasi dengan Indonesia, menggelar pertemuan di Jakarta, Senin (27/5/2024) malam.
Kegiatan yang diinisiasi pengacara kondang Joao Meco ini dihadiri sejumlah tokoh diantaranya Herminio da Silva da Costa, Antonius Ananias Aty Boy, Batista Sufa Kefi dan Basilio Dias Araujo serta Florencio Mario Vieira.
Juga turut mantan Dubes RI untuk Mozambik, Tito dos Santos Baptista serta sejumlah besar tokoh yang hadir dari berbagai daerah melalui video zoom. Termasuk dihadiri generasi muda Timor yang masih memiliki ikatan batin cukup kuat dengan tanah leluhurnya.
Adapun tema yang bisa dipetik dari pertemuan tersebut adalah adanya kerinduan untuk kembali berbuat kepada masyarakat Timor Leste, sekalipun saat ini sudah berbeda negara. Kerinduan itu tidak terlepas dari masa lalu para pendiri maupun kader APODETI yang memang mustahil dilepaskan dari perjalanan sejarah Timor Leste.
Basilio Dias Araujo, salah seorang tokoh Timor Timur kembali mengulas sejarah dan peran APODETI pada masanya. Sebagai penerjemah Abilio Jose Osorio Soares, Gubenur pertama Timtim, Basilio menyebut Arnaldo kerap menjelaskan visi misi APODETI kepada setiap tamu yang datang dari luar negeri.
"Intinya, masyarakat Timtim tidak mau menyerahkan diri kepada Indonesia, tetapi ingin berkiprah di Indonesia. Jadi bukan menyerahkan diri sepenuhnya. Maka tahun 1999 itu lahirlah konsep otonomi daerah. Itu merupakan konsep APODETI yang kemudian diterjemahkan dalam konsep otonomi daerah," ujar Basilio.
Bahkan, sambung Basilio, konsep otonomi tersebut merupakan konsep brilian dan patut diacungi jempol kepada tokoh tokoh Timor Timur yang ingin membebaskan dari pengaruh Portugis yakni mensejahterakan rakyat Timtim.
"Meskipun memang dalam perjuangan itu ada beberapa kelompok seperti Fretilin, tetapi sejatinya memiliki tujuan sama yakni ingin mensejahterakan masyarakat Timtim. Sehingga saya melihat integrasi hanyalah kendaraan untuk bisa mensejahterakan rakyat kita. Sekarang apakah menjadi WNI adalah tujuan kita?"
"Saya tidak berjuang untuk tinggal di Jakarta, bahwa tahun 1999 keluar dari Timor Timur bukanlah untuk melarikan diri, tetapi hanyalah menyelamatkan rakyat kita dari pembunuhan massal. Keputusan kita untuk keluar dari Timtim saat itu adalah untuk menyelamatkan satu generasi. Sehingga datang ke Indonesia bukan tujuan akhir tetapi untuk menyelamatkan generasi Timtim saat itu. Sekarang apa yang harus kita perbuat? Harus ada kesepakatan kita bersama, apakah kita di sini, di sana, atau apa, karena itu adalah keputusan kita bersama," urai Basilio.
Sementara itu, Florencio Mario Vieira juga menyoroti pentingnya pelurusan sejarah maupun kaderisasi terhadap generasi muda saat ini. Sebab tak bisa dipungkiri, sejarah Timtim masa lalu bagi generasi muda saat ini sudah tidak terlalu menarik.
"Faksi 1975 seluruhnya memegang teguh prinsip yang diyakininya. Sementara generasi 1999 terjadi sedikit perbedaan yang hidup beda generasi, lebih pragmatis dan prinsipil. Kemudian pada generasi milienial, mereka sama sekali tidak tahu apa yang terjadi di tahun 1975 dan 1999. Di sinilah apabila ada kelompok yang dominan tentang sejarah maka merekalah yang bisa mempengaruhi generasi sekarang.