Kata orang, hidup ini penuh dengan misteri. Sulit menebak apa yang akan terjadi di kemudian hari. Walau bukan berarti kehidupan harus dijalani tanpa rencana.Â
Bobby Nasution, misalnya, yang perjalanan hidupnya berubah drastis usai memperistri Kahiyang Ayu, puteri Presiden Jokowi. Bobby mungkin sama sekali tak pernah menduga bahwa ia akan berstatus sebagai menantu Presiden. Tetapi itulah misteri hidup. Seperti kata orang-orang.
Setelah berstatus orang 'Istana', peristiwa politik otomatis menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari seorang Bobby. Perlahan, Bobby pun tertarik atau mungkin sengaja 'ditarik-tarik' keluarga Istana.Â
Lumrah terjadi. Ibarat kata pepatah, di mana kaki dipijak di situ langit dijunjung. Kira-kira begitu. Sehingga ketika Bobby selanjutnya tertarik berlaga di pentas politik lokal Sumatera Utara, itu merupakan hal yang sangat wajar.
Hitung-hitung, pemilihan Wali Kota/Wakil Wali Kota Medan (Pilwalkot) menjadi pintu masuk bagi Bobby untuk menjajal dunia politik, dunia yang sama sekali baru untuknya. Siapa tahu, jalan itu menjadi awal bagi Bobby untuk beranjak ke tingkat yang lebih tinggi seperti Pilgub Sumut berikutnya. Syukur-syukur, naik kembali ke pentas nasional. Menjadi Wapres atau bahkan Presiden pada masa mendatang. Siapa yang tahu, bukan? Namanya juga hidup yang penuh misteri.
Hanya saja, saat ini momentumnya kurang tepat. Bahkan cenderung merugikan bagi Bobby. Meski mengantongi restu politik dari Presiden Jokowi, itu saja tidak cukup. Ada beberapa faktor yang tampaknya sama sekali tidak pernah diprediksi oleh Bobby. Termasuk tim sukses di sekelilingnya. Paling tidak, terlambat diperhitungkan. Apa itu?
Pertama, kampanye Mandailing bukan Batak yang belakangan semakin masif. Terkini, Badan Pusat Statistik (BPS) akhirnya merevisi sebutan "Batak Mandailing" menjadi "Mandailing" saja.Â
Dengan kata lain, Bobby yang berdarah Mandailing secara politik telah 'dipisahkan' dari suku lainnya terutama dari suku Batak Toba.Â
Pengaruh politik dari pemisahan ini tentu saja tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebab tak bisa dipungkiri ego masyarakat Batak Toba akan timbul dengan sendirinya, lalu perlahan menjauhi Bobby.
Sementara di Kota Medan, penduduknya banyak dihuni masyarakat Batak Toba, selain Melayu, Mandailing, Tionghoa, dan banyak suku lainnya. Sehingga secara statistik, dukungan masyarakat Toba kepada Bobby bisa dikatakan akan merosot jauh, sebagai pengaruh dari kampanye Mandailing bukan Batak, tadi.Â
Apalagi, bukan ingin bermaksud menonjolkan diri, pengaruh politik masyarakat Toba di Medan harus diakui masih sangat kuat, meski secara populasi bukan yang terbesar.