Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Anies Anggap Remeh PSI Jakarta, Kok Bisa?

5 November 2019   13:33 Diperbarui: 5 November 2019   13:48 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Paling nggak enak memang berjuang sendiri. Tanpa teman. Bisa-bisa apa yang kita perjuangkan malah dianggap tak akan punya hasil. Gagal total. Anggapan pasti gagal itulah yang menimbulkan reaksi remeh dari pihak lain. Kalau kata anak muda: nggak ngaruh alias nggak ngefek.

Kurang-lebih seperti itulah yang sedang dialami PSI Jakarta saat ini. Heboh lem Aibon, Pulpen, dan terakhir honor konsultan penataan RW tampaknya tak menciutkan nyali Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta. Malah, terkesan diangap remeh. Anies menuding PSI hanya cari panggung, maklum karena masih parpol baru lahir.

PSI Jakarta tak gentar. Terus berjuang. Mengkritisi kinerja Anies terutama soal transparansi anggaran. Tapi lihat, Anies membalasnya dengan gaya yang menurut saya sangat lucu. Anies dengan enteng menyalahkan sistem e-budgeting, warisan Jokowi dan Ahok. Lucu, lantaran Anies seolah tak percaya teknologi walau hidup di era teknologi.

Kemudian, sekadar bersilat lidah, Anies mengklaim akan meng-upgrade sistem e-budgeting tersebut menjadi lebih sempurna. Pertanyaannya, kenapa baru sekarang berpikir seperti itu, setelah PSI membunyikan gong perlawanan? Di situlah letak kelucuan seorang Anies.

Kenapa harus lucu? Itu lebih baik ketimbang memilih kata atau sebutan lain yang kurang elok dituliskan. Harus hati-hati memilih kata-kata, layaknya Anies yang memang piawai bermain kata.

Kembali lagi soal remeh, kenapa Anies meremehkan PSI Jakarta? Tak lain karena PSI memang berjuang sendiri. Lihat saja, parpol di DPRD DKI kompak diam seribu bahasa. Membiarkan PSI berjuang sendiri. Tak ada bantuan sama sekali.

Coba kalau PDIP sebagai pemilik kursi terbanyak di DKI ikut angkat suara. Juga Gerinda dan PKS. Bisa dipastikan reaksi Anies akan berbeda. Bukan kesan remeh yang muncul, melainkan langsung meminta maaf dan berjanji akan menindak tegas seluruh pegawai yang lalai.

PSI, betul didukung warga dan netizen budiman. Dukungan itu perlu dan menjadi vitamin penambah daya gedor PSI. Agar PSI lebih kuat menghadapi kenyataan. Hanya saja, dukungan publik itu masih kurang karena baru disuarakan lewat media sosial. Daya gedornya masih kurang. Belum lagi kelompok pembela Anies di media sosial juga tak kalah militan.

Itu berarti PSI Jakarta akan terus dianggap remeh bila berjuang sendirian. Pertanyaannya, mungkinkah PDIP dan Gerindra bersedia bergabung dengan PSI? Maaf, saya kok kurang yakin ya. Semoga Anda paham maksud saya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun