Mohon tunggu...
Ishak Pardosi
Ishak Pardosi Mohon Tunggu... Editor - Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Spesialis nulis biografi, rilis pers, buku, dan media monitoring (Mobile: 0813 8637 6699)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Calon Menteri dan Kisah Stabilo Merah KPK

22 September 2019   02:50 Diperbarui: 22 September 2019   02:52 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beda dulu mungkin saja lain sekarang. Jika 2014 nama calon menteri Jokowi cukup heboh, sekarang tidak terlalu. Saking hebohnya, media massa rutin memprediksi siapa saja kandidat menteri Kabinet Kerja jilid satu. Semua dikupas tuntas.

Kini rasanya kurang heboh. Media massa dan media sosial lebih cenderung membahas soal KPK. Tentang kontroversi yang menyelimutinya. Memang ada juga sih berita soal nama menteri, tetapi porsinya jauh lebih kecil ketimbang isu KPK.

Ngomong-ngomong soal calon menteri dan KPK, kita menjadi teringat pada 2014 saat Jokowi menyeleksi calon pembantu kabinetnya. Langkah kedua Jokowi usai mengantongi kandidat menterinya adalah menyetorkan seluruh nama tersebut kepada KPK. Perintahnya jelas, memeriksa rekam jejak apakah terindikasi korupsi atau tidak.

Hasilnya, cemerlang, 8 kandidat kena "stabilo merah" dari KPK. Artinya tidak layak dilantik sebagai menteri lantaran punya catatan kurang baik terkait korupsi. Siapa kedelapan kandidat itu? Presiden Jokowi maupun KPK menutup rapat informasi tersebut. Namun yang jelas, mereka akhirnya dicoret dari jajaran calon menteri. Diganti yang baru.

Setelah reshuffle kabinet, rupanya Jokowi tak lagi meminta KPK untuk melakukan serupa. Langsung dilantik tanpa harus ditelisik KPK lebih dulu. Langkah Jokowi kala itu sempat menuai reaksi publik karena dianggap tak lagi konsisten seperti semula.

Beruntung, menteri Jokowi tergolong aman-aman saja dari badai korupsi. Paling tidak dua hingga dua bulan menjelang habisnya periode pertama. Menpora Imam Nahrowi menjadi menteri kedua setelah Mensos lebih dulu berurusan dengan KPK. Boleh dikatakan relatif aman ketimbang menteri di era SBY dulu.

Dalam pembentukan kabinet Jokowi jilid kedua ini, KPK sudah tak diminta bantuannya lagi. Sehingga istilah kena stabilo merah menjadi tidak muncul lagi sekarang. KPK tidak dibutuhkan lagi untuk memeriksa rekam jejak para calon menteri. Keputusan seluruhnya berada di Istana, tanpa perlu screening dari Kuningan.

Tancap gas ala Jokowi ini sangat masuk akal apabila dikaitkan dengan hubungan Istana-Kuningan dalam beberapa waktu terakhir. Meminta bantuan KPK untuk memeriksa rekam jejak korupsi calon menteri sudah pasti merepotkan. Bisa-bisa, saking kesalnya KPK ke Jokowi, daftar calon menteri malah kena stabilo merah semua.

Daripada begitu, mending nggak usah!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun