Pernah menjabat Menteri ESDM di awal kabinet Jokowi-JK. Tapi sayang, hanya bertahan selama 20 hari saja. Terpaksa dicopot lantaran terbukti punya kewarnegaraan ganda, Indonesia dan Amerika Serikat. Namun kalau sudah rezeki memang tidak akan ke mana, ia kembali ke Kementerian ESDM tak lama setelah status kewarnegaraannya dibereskan. Murni WNI tanpa embel-embel WNA. Tapi karena sudah terlanjur diisi Jonan Ignasius, jabatan baru kemudian disiapkan. Sebagai Wakil Menteri ESDM.
Begitulah secuil kisah Arcandra Tahar yang sudah kita ketahui bersama. Pria berdarah Minang, ini memang cukup lama berkarir di negeri Paman Sam, sebelum akhirnya dipanggil kembali ke Tanah Air. Arcandra oleh Jokowi ditawari posisi Menteri ESDM, kementerian yang terkenal 'basah' dan penuh godaan. Sebelum ditunjuk Jokowi, Arcandra luput dari perhatian media. Namanya tak pernah masuk sebagai kandidat menteri.
Namun lagi-lagi, namanya rezeki siapa yang tahu. Arcandra walau di Amerika tetap saja kena monitor dari Istana. Ia dipanggil untuk mengabdi ke Ibu Pertiwi. Tetapi setelah resmi dilantik, muncullah isu paspor ganda Arcandra hingga memaksa Jokowi untuk melengserkannya. Walau sementara. Arcandra 'comes back'.
Selama menjabat Wamen ESDM mendampingi Jonan Ignasius, Arcandra tergolong moncer. Paling tidak bila ditinjau dari sisi pemberitaan media massa. Barangkali, Arcandra punya tim sendiri yang mengurusi soal media, yang tugas utamanya menjaga nama baik Arcandra. Bagian poles-memoles. Sepertinya sih begitu, tetapi entahlah. Mungkin juga saya keliru.
Terlepas dari tim media itu, Arcandra menurut saya layak juga dijuluki 'Bapak Gross Split Nasional'. Atas jasa dan upayanya memperkenalkan skema bagi hasil produksi dari sebelumnya cost recovery menjadi gross split. Skema baru ini sempat memunculkan pro kontra meski pada akhirnya perusahaan migas tak punya pilihan kecuali tunduk pada aturan.
Secara sederhana, cost recovery merupakan biaya produksi yang harus ditanggung negara setelah sumur migas berproduksi. Dengan kata lain, seluruh biaya yang digelontorkan perusahaan migas akan diganti oleh negara. Sementara gross split adalah kebalikannya. Perusahaan migas wajib menanggung seluruh biaya produksinya. Sebagai kompensasinya, porsi pembagian hasil produksi ikut direvisi. Jika sebelumnya negara mendapatkan lebih banyak bagi hasil, kini tidak lagi. Berkurang jauh.
Salah satu keuntungan skema gross split adalah bahwa perusahaan migas tak lagi punya celah untuk mengklaim biaya produksi ke pemerintah. Dengan kata lain, peluang korupsi dengan modus menggelembungkan biaya produksi yang dibebankan ke negara otomatis tertutup. Di saat bersamaan, perusahaan migas terpaksa melakukan efisiensi ketat untuk menghindari pembengkakan investasi.
Perubahan dari cost recovery ke gross split inilah yang terus dikawal Arcandra. Sebagai pejabat pemerintah yang juga memahami teknis migas, Arcandra 'memaksa' perusahaan migas untuk menuruti keinginannya. Meski begitu, tantangan perubahan skema ini juga tak mudah. Awalnya perusahaan migas kurang bergairah beralih ke skema gross split. Belakangan, skema baru ini perlahan diterima.
Nah, atas dasar prestasi itulah sepertinya Jokowi akan kembali menunjuk Arcandra sebagai pembantunya di kabinet jilid II nanti. Sebagai 'Bapak gross split nasional', Arcandra mempunyai peluang cukup besar meneruskan era Jonan Ignasius. Ditambah lagi, Arcandra secara politis juga agaknya punya posisi tawar cukup kuat. Konon, Arcandra cukup dekat dengan "Ompung".
Tahu kan, Ompung yang mana maksudnya. Semoga Anda paham.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H