Tok! Presiden Jokowi resmi mengumumkan pemindahan ibukota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur, tepatnya di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian lagi di Kabupaten Panajam Paser Utara.
Akhirnya, wacana pemindahan pusat pemerintahan sukses juga setelah digagas sejak era Soekarno. Bedanya, Jokowi memilih Kaltim, bukan Kalteng seperti idaman Bung Karno.
Di seluruh dunia, pemindahan ibukota negara ternyata sudah kerap terjadi. Alasannya macam-macam. Antara lain, ancaman kepadatan penduduk, menghindari serangan musuh, hingga alasan kompromi politik antar wilayah. Ketiga alasan itulah yang kerap dijadikan untuk memindahkan ibukota sebuah negara.
Nigeria adalah salah satu negara yang memindahkan ibukotanya dari Lagos ke Abuja 1991, dengan alasan kepadatan penduduk. Adapun persiapan pemindahannya telah dimulai sejak 1980. Sementara jarak dari Abuja ke Lagos adalah sekitar 300 mil.
Brasil juga ikut memindahkan ibukotanya dari Rio de Jeneiro ke Brasilia pada 1960. Selain akibat kepadatan penduduk, letak Rio de Jeneiro dinilai tidak menjangkau seluruh wilayah Brasil alias kurang representatif. Proyek pemindahan ibukota ini dimulai sejak 1956.
20 tahun setelah memisahkan diri dari India, Pakistan juga ikut memindahkan ibukotanya dari Karachi ke Islamabad pada 1967. Karachi dianggap kurang tepat karena selain berada di kawasan gurun dan rentan kekurangan air bersih, wilayah ini sangat terbuka dari ancaman serangan musuh.
Australia menjadi salah satu negara yang menentukan ibukotanya melalui kompromi politik wilayah, yakni antara Melbourne dan Sidney. Kedua wilayah ini sama-sama ingin dijadikan sebagai ibukota negara. Ketimbang menyulut perpecahan, Canberra akhirnya diputuskan sebagai ibukota Australia sejak 1913. Adapun letak Canberra diapit oleh Melbourne dan Sidney.
Nah, itulah tiga penyebab utama kenapa ibukota sebuah negara terpaksa dipindahkan. Bila dibandingkan dengan Indonesia, maka pertimbangan paling logis kenapa ibukota dipindahkan adalah terkait ancaman kepadatan penduduk.
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H