SBY selama 10 tahun, ia adalah ikon ibu Indonesia. Jadi kalau masih ada warga negara yang tidak merasa kehilangan, Merah-Putih di dadanya perlu dipertanyakan. Tak peduli ia seorang "cebong" atau "kampret". Bodoh amat, selama ia masih mengakui Pancasila dan NKRI, sudah sewajarnya berbelasungkawa.
Semua berduka atas kepergian Ibu Ani Yudhoyono. Ibu Negara yang mendampingi PresidenBagi warga kecil, dukacita itu memang tak harus menitikkan air mata atau memaksakan diri datang ke Jakarta untuk menghadiri pemakaman Ibu Ani. Akan tetapi bagi elit politik nasional, setidaknya ada hal perlu dilakukan sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada Ibu Ani. Yakni hadir pada saat pemakaman.
Hal itulah yang dengan terang benderang kita saksikan bersama. Ketika sejumlah pejabat negara maupun mantan pejabat negara turut larut dalam prosesi pemakaman Ibu Ani. Antara lain, BJ Habibie, Ibu Sinta Nuriyah Wahid, Megawati Soekarnoputri, dan yang paling utama adalah Presiden Jokowi.
Sikap kenegarawanan Jokowi tampak dengan jelas, melepaskan segala dinamika politik nasional belakangan ini. Jokowi tak peduli, SBY pro siapa atau kontra siapa. Sama. Yang dilihat adalah bahwa Ibu Ani Yudhoyono adalah mantan Ibu Negara, istri dari Presiden ke-6 Indonesia. Cukup. Tak perlu dikaitkan dengan situasi politik terkini.
Kalau mau, Jokowi bisa saja mewakilkan dirinya sebagai inspektur upacara kepada Wapres Jusuf Kalla atau Menkopolhukam Wiranto. Tetapi tentu itu tidak hanya tidak etis, tetapi sangat tidak sopan. Dan seperti kita saksikan, Jokowi sangat memahaminya, ia datang sendiri sebagai Presiden, memimpin penghormatan terakhir kepada Ibu Ani.
Megawati Soekarnoputri juga begitu. Juga Ibu Sinta Nuriyah dan BJ Habibie. Walaupun ketiga nama ini sebetulnya boleh dibilang sebagai balas jasa kepada SBY. Sebab, SBY pun sebelumnya sudah menunjukkan kenegarawanannya saat menjadi Presiden.
Kita tahu, SBY adalah inspektur upacara saat pemakaman Soeharto, Gus Dur, Ibu Ainun Habibie, serta Bapak Bangsa Taufik Kiemas. Itulah bukti bahwa SBY juga seorang negarawan sejati.
Namun (mungkin) yang paling disesali SBY adalah kenapa harus Ibu Ani yang lebih dulu "pulang" ke pangkuan Ilahi. Paling tidak, itu kesimpulan saya saat menyaksikan betapa sedihnya SBY. Sebagai suami, ia begitu mencintai Ibu Ani. Semua bisa melihat dan merasakannya.
Sayangnya, SBY adalah manusia biasa yang tak punya kuasa menahan maut. Walau punya kekuasaan duniawi semisal membayar rumah sakit dan dokter spesialis dari belahan dunia manapun, SBY tak berkuasa atas takdir.
Sehingga kalau SBY berkuasa atas takdir, saya meyakini ia akan memilih pulang lebih dulu. Bukan Ibu Ani.
Selamat Jalan, Ibu Ani Yudhoyono.