Pemilu 2019 ini menjadi yang paling rumit karena masing-masing kubu capres mengklaim kemenangan. Meski berbagai lembaga survei dan penghitungan sementara KPU menempatkan pasangan capres 01 sebagai pemenang, tetapi capres 02 sama sekali tidak mengakuinya. Bahkan, capres Prabowo Subianto sendiri sudah berungkali mengumumkan kemenangan dengan angka mutlak 62 persen. Suhu politik pun kian memanas.
Melihat fakta itu, capres Jokowi sebenarnya sudah berupaya mendinginkan suasana. Yakni dengan menugaskan orang kepercayaannya, Luhut Panjaitan untuk segera menemui Prabowo. Mendapat tugas itu, Luhut langsung bergerak cepat dengan mengontak Prabowo untuk membuat janji temu. Namun, upaya Luhut masih belum berhasil. Prabowo menolak walau dengan cara halus.
Ada kesan, kendati mempunyai kedekatan dengan Luhut, Prabowo kali ini agaknya betul-betul akan menolak seniornya semasa di militer itu. Hal itu setidaknya terlihat dari pernyataan Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Jenderal (Purn) Djoko Santoso.
Djoko yang juga mantan Panglima TNI ini mengaku bersyukur karena Prabowo berkali-kali menolak utusan Jokowi. Dilansir berbagai media massa, Rabu (24/4/2019), Djoko menyebut penolakan Prabowo merupakan bukti kesetiaan kepada pendukungnya. Apalagi, Djoko mengatakan bahwa ucapan Prabowo yang menyebut kemenangan mereka di angka 62 persen, tidak lagi dapat ditawar. Tidak ada kompromi.
Namun bagi cawapres Sandiaga Uno, tidak ada masalah dengan wacana rekonsiliasi. Hanya saja, rekonsiliasi itu sebaiknya dilakukan secara langsung oleh Jokowi dan Prabowo. Bukan dengan mengutus Luhut terlebih dahulu. Terpenting lagi, Sandi menggarisbawahi bahwa pertemuan itu bukan berarti kubu Prabowo mengakui kekalahan.
Dorongan serupa juga datang dari Wapres Jusuf Kalla bersama sejumlah tokoh Islam. JK berharap pertemuan antara Jokowi dan Prabowo segera dilangsungkan. Tujuannya sama, mendinginkan suasana politik nasional.
Sejauh ini, upaya Luhut bertemu dengan Prabowo belum bisa dikatakan kandas seratus persen. Itu karena pernyataan penolakan utusan Jokowi belum langsung dilontarkan oleh Prabowo sendiri. Berbeda soal kalau Prabowo sendiri yang mengatakan bahwa ia akan menolak bertemu dengan utusan Jokowi. Dengan kata lain, rekonsiliasi Jokowi-Prabowo belumlah kandas tetapi sudah berada di ujung tanduk.
Pertanyaannya, apa yang terjadi apabila Prabowo betul-betul menolak bertemu Jokowi? Tebakan paling mudahnya, kubu Prabowo akan bersikukuh mengklaim kemenangan sekalipun pengumuman KPU pada 22 Mei 2019 nanti, menyatakan Jokowi-Ma'ruf sebagai pemenangnya. Kemudian, seperti sudah dilontarkan Amien Rais sebelumnya, pengerahan massa (people power) merupakan jalan terakhir yang bakal ditempuh kubu capres 02.
Lalu apa yang akan terjadi seandainya kubu capres 02 mengerahkan massa sebagai upaya terakhir menolak hasil Pemilu? Sudah dipastikan kericuhan sosial dan politik akan terjadi. Ketegangan politik yang semoga saja tidak mengarah ke aksi anarkisme secara alamiah akan muncul di kedua kubu capres.
Pada titik ini, peran selanjutnya akan dimainkan oleh pihak keamanan Polri dan TNI. Sebagai aparat keamanan dan pertahanan negara, Polri dan TNI dipastikan akan terlibat secara langsung. Namun yang menjadi soal adalah, sejauh mana keterlibatan kedua institusi negara ini nantinya?
Bila mencermati pernyataan Panglima TNI beberapa waktu lalu, tampaknya aparat keamanan juga tidak akan berkompromi terhadap aksi pengerahan massa. Itu artinya, aksi pengerahan massa capres 02 justru akan berhadapan dengan aparat.