Berharap dan bermipi tentu sah-sah saja. Tetapi sebaiknya yang realistis sajalah. Tidak perlu berlebihan. Namun capres 02 Prabowo Subianto rupanya sangat optimistis kali ini, yakni berambisi memenangi Pilpres dengan angka cukup telak.
Prabowo mematok angka kemenangan di atas 25%. Jangan hanya sekadar menang dengan selisih perolehan yang tipis. Jika menang tipis, Prabowo khawatir masih ada celah kecurangan yang bisa dimanfaatkan capres petahana.
Jika ambisi Prabowo itu menjadi kenyataan, rekor SBY pada Pilpres 2004 dan Pilpres 2009 bakal terpecahkan. Mari sejenak kembali ke Pemilu 2004 dan Pemilu 2009. Seperti diketahui, SBY masih memegang rekor tertinggi perolehan suara sejak pemilihan langsung dimulai pada 2004 lalu. Kendati melawan Megawati Soekarnoputeri, capres petahana saat itu, SBY tergolong cukup mudah merontokkan kedigdayaan Megawati.
Walau Pilpres 2004 harus digelar hingga dua putaran, nyatanya angka perolehan suara SBY-JK saat itu cukup jauh meninggalkan perolehan suara Mega-Hasyim. Pada putaran pertama, SBY-JK mengantongi 33,57% sementara Mega-Hasyim hanya meraup 26,61%. Sementara sisa suara dibagi oleh tiga kandidat capres lainnya.
Putaran kedua akhirnya menjadi mimpi buruk bagi Mega-Hasyim ketika SBY-JK meraih suara hingga 60,62%, jauh lebih tinggi dari perolehan capres petahana yang hanya 39,38%. Semua tentu sepakat, Pemilu 2004 menjadi milik SBY, sang capres penantang.
Kemudian lima tahun berikutnya, SBY yang "hanya" berpasangan dengan Boediono, seorang akademisi tanpa basis politik, juga kembali dengan mudah merobohkan Megawati untuk kedua kalinya. Bahkan, SBY tak perlu melewati putaran kedua Pilpres lantaran sukses meraup suara di atas 50%.
Di Pemilu 2009, SBY-Boediono dengan mulus melenggang ke Istana dengan perolehan suara 60,80%, jauh di atas perolehan suara Mega-Prabowo yang hanya mengumpulkan 26,79%. Sedangkan pasangan capres JK-Wiranto harus puas mengantongi suara sebanyak 12,31%. Dengan kata lain, SBY-Boediono tetap lebih unggul melawan gabungan suara Mega-Prabowo dan JK-Wiranto.
Kemudian, mari bandingkan dengan Pemilu 2014 ketika Jokowi-JK berhadapan dengan Prabowo-Hatta. Saat itu, Jokowi yang muncul sebagai "the rising star" saja, hanya mampu meraup suara 53,15%, unggul tipis dari pesaingnya Prabowo-Hatta yang meraih 46,85%. Itu artinya, rekor SBY yang meraih suara hingga 60% hingga kini masih tetap bertahan.
Nah, jika Prabowo pada Pilpres nanti ingin menang dengan selisih di atas 25% dari Jokowi, terbuka peluang rekor SBY akan terpecahkan. Atau setidaknya hanya selisih tipis saja dari SBY.
Hitungan mudahnya, Prabowo berambisi merebut suara 65% sementara Jokowi hanya meraup 35%, atau selisih kemenangan sebesar 30%. Bila hanya ingin mendekati rekor SBY, maka Prabowo harus meraih suara 60% sedangkan Jokowi hanya 40%, atau selisih kemenangan sebesar 20%.
Sayangnya, ambisi Prabowo itu dapat dikatakan mustahil terwujud. Paling tidak, bila mencermati hasil sejumlah survei yang masih menempatkan Jokowi pada posisi unggul. Memang, walau tidak dipublikasikan, kubu Prabowo mengklaim memiliki survei internal sendiri yang hasilnya cukup memuaskan bagi mereka. Tetapi, mungkinkah selisih kemenangannya di atas 25%?