Mengirim sepucuk surat kepada Presiden Jokowi barangkali sudah biasa dilakukan banyak kalangan, termasuk anak-anak. Setidaknya itu yang bisa saya simpulkan ketika anak pertama saya, seorang perempuan berumur 7 tahun, meminta saya untuk mengirimkan surat yang ditulisnya sendiri kepada Presiden Jokowi. Tentu sebagai ayah, saya menuruti saja permintaan itu, toh hanya bermodalkan biaya kirim yang tak sampai sepuluh ribu rupiah. Tak pikir panjang, surat itu dikirimkan ke Istana Jokowi pada Selasa, 19 Februari 2019.
Sejujurnya saya merasa bangga dengan ulah "nakal" anak saya yang berpikiran mengirimkan surat kepada Jokowi. Padahal, sama sekali saya tak pernah menyuruhnya untuk berkirim surat. Sehingga, surat itu bukanlah "settingan" dengan harapan permintaannya akan dikabulkan. Sama sekali tidak. Apalagi permintaan yang tertera di dalam surat itu cukup fantastis: meminta mobil ukuran besar, berwarna merah, dan cukup untuk 6 penumpang.
Tetapi agaknya saya bisa menduga-duga kenapa anak saya akhirnya mempunyai ide mengirimkan surat kepada Jokowi. Tak lain karena setiap ia bertanya apa enaknya menjadi seorang Presiden seperti Jokowi, saya menjawab, "Enak banget dong, punya Istana megah, pelayan dan prajuritnya juga banyak". Dengan jawaban itu, anak saya merasa kagum, seolah menegaskan lagi kisah-kisah kehidupan megah kerajaan yang sering ditontonnya di media sosial Youtube.
Terlepas dari motivasi di balik pengiriman surat itu, saya merasa gembira karena anak saya kini telah mengetahui cara mengekspresikan pikirannya. Walau masih masih duduk di bangku kelas 1 SD, anak saya rupanya sudah memahami makna korespondensi. Sebuah kegembiraan yang sulit diukur dengan materi. Namun begitu, tugasku kini belum usai. Sebab setiap hari, anak saya yang bernama lengkap Sophia Fidelia Pardosi, selalu bertanya kenapa suratnya tak kunjung dibalas Presiden Jokowi.
Setiap ia bertanya, selalu kujawab begini: "Surat yang masuk ke Istana Jokowi itu kan banyak, berdoa saja agar suratmu dibaca. Terus, belum tentu permintaanmu dikabulkan. Nanti akan ada prajuritnya yang diam-diam melihat rumah kita, bener nggak nih Sophia belum punya mobil".
Sebagai ayah, tentu saja saya akan merasa sangat bangga seandainya Presiden Jokowi bersedia membalas surat Sophia. Pak Jokowi, bersediakah membalas surat dari Sophia? Hanya membalas saja, tak perlu mengabulkan mobil merah permintaannya. Sebab saya yakin, suatu saat nanti, Sophia pasti memahami kenapa permintaannya belum bisa dikabulkan Presiden.
Please, #DoYourMagicKompasiana
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H